Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan harus ada keterwakilan perempuan di setiap alat kelengkapan Dewan (AKD) di DPR. Keterwakilan perempuan itu harus ada dari anggota hingga pimpinan.
"Mengabulkan permohonan Pemohon I, Pemohon II, dan Pemohon IV untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan perkara nomor 169/PUU-XXII/2024 dalam sidang yang digelar di ruang sidang pleno MK, Jakarta Pusat, Kamis (30/10/2025).
Gugatan terkait keterwakilan perempuan ini diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Koalisi Perempuan Indonesia, dan Titi Anggraini. Dalam putusan tersebut, MK menyatakan setiap AKD mulai dari Komisi, Badan Musyawarah (Bamus), Panitia Khusus (Pansus), Badan Legislasi (Baleg), Badan Anggaran (Banggar), Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP), Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Badan Urusan Rumah Tangga (BURT), dan setiap pimpinan alat kelengkapan dewan harus memiliki keterwakilan perempuan.
Mahkamah menilai saat ini keterwakilan perempuan di DPR masih terpusat pada komisi di bidang sosial, perlindungan anak, dan pemberdayaan perempuan. MK menilai ada dua cara yang bisa dilakukan dalam melakukan keseimbangan dan pemerataan keterwakilan perempuan, salah satunya dengan dibentuknya aturan internal yang tegas.
"Oleh karena itu, agar posisi AKD memuat keterwakilan perempuan secara berimbang, menurut Mahkamah, perlu dibuat mekanisme dan langkah konkret baik secara kelembagaan maupun politik," ujar hakim MK Saldi Isra.
"Agar setiap fraksi menugaskan anggota perempuan dalam setiap AKD sesuai dengan kapasitasnya. Apabila suatu fraksi memiliki lebih dari satu perwakilan di suatu AKD maka minimal 30% di antaranya adalah perempuan," tambahnya.
(mib/haf)