Koalisi Sipil Kritik Peran TNI sebagai Penyidik Siber di Draf RUU KKS

Rakhmad Hidayatulloh Permana - detikNews
Selasa, 07 Okt 2025 10:26 WIB
Foto ilustrasi keamanan siber. (Getty Images/iStockphoto/Tero Vesalainen)
Jakarta -

Koalisi Masyarakat Sipil mengkritik proses perumusan Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS). Koalisi Sipil menilai draf RUU KKS tidak mengedepankan aspek pelindungan individu dan ada peran TNI sebagai penyidik pidana siber.

Koalisi Masyarakat Sipil merupakan gabungan dari beberapa LSM, seperti Raksha Initiatives, Centra Initiative, Imparsial, dan De Jure. Awalnya, Koalisi Sipil menilai RUU ini masih terlalu mengedepankan pelindungan kepentingan nasional.

"RUU KKS masih terlalu menekankan pendekatan state centric dengan mengedepankan pelindungan kepentingan nasional," kata Koalisi Sipil dalam keterangannya, Selasa (7/10/2025).

Koalisi Sipil melihat tidak ada aspek pelindungan individu dalam RUU ini. Padahal, semestinya RUU tentang keamanan siber fokus pada keamanan digital individu.

"Justru dalam rumusan tujuan nihil aspek pelindungan individu, padahal sebuah legislasi keamanan siber yang baik, haruslah bertujuan untuk melindungi keamanan perangkat (device), jaringan (network), dan individu, sebagai aplikasi dari pendekatan human centric," katanya.

"Oleh karena, setiap ancaman dan serangan siber yang terjadi, pada akhirnya akan berdampak pada individu warga negara sebagai korbannya," lanjutnya.

Lebih lanjut, Koalisi juga melihat RUU ini masih mencampuradukkan antara kebijakan keamanan siber dan kejahatan siber. Hal ini tampak dari munculnya munculnya sejumlah tindak pidana baru sebagaimana diatur Pasal 58, 59, dan 60 pada draf RUU KKS.

Koalisi pun menyoroti istilah 'makar di ruang siber' yang ada di draf RUU KSS. Mereka yang melakukan makar bisa dikenai hukum pidana.

"Lebih mengerikannya lagi, RUU ini memperkenalkan 'makar di ruang siber', sebagaimana diatur Pasal 61 ayat (2) huruf b, dengan ancaman pidana penjara sampai dengan 20 tahun penjara (15 tahun ditambah sepertiga), ketika serangan siber dianggap mengancam kedaulatan negara dan/atau pertahanan dan keamanan negara," katanya.

Koalisi melihat RUU ini juga bisa mengancam demokrasi. Sebab, TNI termasuk penyidik tindak pidana keamanan dan ketahanan siber.

"Ancaman terhadap demokrasi dan negara hukum dari RUU ini semakin nyata dengan diakomodasinya TNI sebagai penyidik tindak pidana keamanan dan ketahanan siber, sebagaimana diatur dalam Pasal 56 ayat (1) huruf d," tegasnya.




(rdp/imk)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork