Proses evakuasi korban dari reruntuhan musala di Ponpes Al Khoziny, Sidoarjo masih terus dilakukan. Satu per satu jenazah korban berhasil diangkat dari bawah reruntuhan.
Peristiwa nahas itu terjadi pada Senin, 29 September sore saat para santri melakukan salat asar berjemaah. Proses evakuasi dan pencarian korban sudah berjalan sepekan lamanya terhitung sejak hari kejadian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Data terbaru dihimpun hingga Sabtu (4/10) malam, total 130 orang korban, di mana 104 orang di antaranya dinyatakan selamat. Sementara, 26 orang korban lainnya dinyatakan meninggal dunia.
Berikut beberapa fakta proses evakuasi korban dirangkum detikcom, Minggu (5/10) pagi:
Jumlah Korban Meninggal dan Selamat
Tim SAR kembali menemukan jenazah di reruntuhan musala di Ponpes Al Khoziny,Sidoarjo. Total sebanyak 12 jenazah dievakuasi pada Sabtu (4/10).
"Pada hari Sabtu (04/10) ini tim SAR gabungan telah mengevakuasi 12 penemuan," kata Direktur Operasi Basarnas, Laksamana Pertama TNI Yudhi Bramantyo dalam keterangannya, Minggu (5/10/2025).
Hingga kini total 26 orang dinyatakan meninggal dalam peristiwa tersebut. Selain itu, 104 orang lainnya dinyatakan selamat.
"Tercatat hingga saat ini total jumlah korban mencapai 130 orang dengan rincian 104 selamat dan 26 orang meninggal dunia, diantaranya 21 korban belum dapat diidentifikasi," imbuhnya.
Fokus Bersihkan Puing
Kepala BNPB Letjen TNI (Purn) Suharyanto memastikan proses evakuasi bangunan Ponpes Al Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur, berlanjut. Evakuasi saat ini fokus pada penyingkiran material bangunan yang ambruk agar memudahkan tim mengevakuasi korban.
"Jadi sudah jelas ya, jadi ada 9 jenazah yang ditemukan sampai tadi malam. Memang dari malam sampai pagi ini (kemarin) tidak ada penemuan jenazah, bukan berarti tim tidak bekerja, diputuskan mulai malam sampai pagi ini fokus pada pembersihan lokasi," ujar Suharyanto saat jumpa pers di lokasi, Sabtu (4/10).
Dia mengatakan seluruh alat berat dikerahkan dalam evakuasi ini. Semua alat berat masuk ke lokasi.
"Dan alat-alat berat masuk semua, kemudian material yang besar-besar, runtuhan beton, dan lain-lain bisa dikeluarkan," katanya.
Suharyanto juga menegaskan, dalam proses pembersihan ini, petugas harus berhati-hati. Dia juga menegaskan pembersihan ini dilakukan di titik yang tidak ada korbannya.
"Tentu saja ada titik-titik yang sudah di identifikasi oleh Basarnas dan tim ada korban. Nah, ini jangan sampai itu terkena pada saat pembersihan," pungkasnya.
Kendala Evakuasi
Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polda Jawa Timur mengungkap kendala dalam proses identifikasi jenazah korban Ponpes Al-Khoziny yang ambruk di Sidoarjo, Jawa Timur. Salah satunya karena para korban rata-rata belum memiliki kartu tanda penduduk (KTP).
Kaurkes Kamtibmas Subdit Dokpol Biddokes Polda Jatim, Kompol Naf'an, menjelaskan pihaknya telah mengambil data antemortem dan postmortem para jenazah, namun belum ditemukan adanya kecocokan karena terkendala beberapa hal.
"Tingkat kesulitannya adalah di antaranya rata-rata belum ber-KTP, sehingga kalau sebagai pembandingnya korban, adalah kita berusaha meminta apakah itu raport atau ijazah yang dipunyai yang ada cap jempol atau sidik jarinya dari 3 jari," kata Naf'an dalam konferensi pers, Sabtu (4/10).
Naf'an mengatakan pengambilan sidik jari dari raport atau ijazah juga tidak membuahkan hasil yang maksimal, karea tinta yang terlalu tebal.
"Beberapa yang kami terima itu karena tintanya terlalu tebal, tidak bisa (diidentifikasi) dengan jelas. Dirumus oleh tim inafis juga kesulitan," katanya.
Di samping itu, jenazah sudah mengalami pembusukan. Sehingga, pengambilan sidik jari juga sulit dilakukan.
Sampel DNA Korban Diperiksa Pusdokkes Polri
Tim Disaster Victim Identification (DVI) telah mengambil sampel 9 jenazah korban Ponpes Al-Khoziny yang ambruk di Sidoarjo, Jawa Timur. Sampel DNA kesembilan jenazah tersebut dikirim ke Jakarta untuk diperiksa di Pusat Lab DNA Pusdokkes Polri di Cipinang, Jakarta Timur.
"Sudah kami lakukan pengambilan sampel DNA 9 jenazah di RS Bhayangkara Surabaya dan sampel DNA pendamping orang tua, pagi ini sudah diterbangkan ke Jakarta," kata Kaur Kes Kamtibmas Subdit Dokpol Biddokes Polda Jatim, Kompol Naf'an, dalam konferensi pers di Jatim, Sabtu (4/10).
Tim DVI telah melakukan pendataan untuk mengambil data antemortem dan postmortem. Sampai dengan hari ini, tim DVI telah mengambil sampel data antemortem dari 57 orang tua.
Ia kemudian menjelaskan proses identifikasi jenazah dengan pengumpulan data sekunder dan primer. Identifikasi jenazah primer didapatkan dari pemeriksaan sidik jari dan sampel gigi.
"Jika dari keduanya tidak ditemukan kecocokan, maka dilakukan pengambilan sampel DNA dan itu sudah kami lakukan," kata dia.
Sesuai SOP, pemeriksaan DNA memakan waktu dua sampai tiga minggu. Dan ini tergantung tingkat kesulitannya.
"Tergantung juga apakah ada korban lain yang diperiksa, karena Pusdokes lain di seluruh Indonesia hanya ada satu lab DNA yaitu di Cipinang," imbuhnya.
Kemudian, pemeriksaan jenazah sekunder yakni dengan mengumpulkan rekam medis jenazah dari keluarga korban.
"Jika didapatkan tanda medis yang ada di jenazah dibandingkan dengan tanda-tanda medis selama korban masih hidup yang kita dapat dari orang tua dan keluarga melalui data antemortem," katanya.
Pemeriksaan jenazah sekunder ini juga harus ditunjang dengan tambahan lain yakni properti korban yang digunakan pada saat kejadian. Selain dari orang tua, pencocokan properti korban diperlukan dengan adanya kesaksian dari saksi korban lain yang selamat.
"Properti akan digali dari pihak keluarga tau yang lainnya, dalam hal ini kalau di pondok tentunya saat itu keluarga tidak ada yang tahu. Harapannya, yang selamat memberikan keterangan menyaksikan si A menggunakan songkok seperti apa, baju seperti apa, sarung seperti apa, bahkan merek, kemudian ukurannya berapa dan lain sebagainya," jelasnya.
Jika data sekunder dan primer sudah didapatkan, maka jenazah bisa dinyatakan teridentifikasi. Setelah jenazah teridentifikasi, dilanjutkan dengan proses rekonsiliasi yakni pencocokan data antemortem dan postmortem.
"Rekonsiliasi adalah pencocokan data antemorthem yang dilakukan tim antemortem mulai hari Senin sampai hari ini yang berada di sekitar pondok, kemudian data dicocokkan dengan tim yang ada di posko postmortem yang telah melakukan identifikasi, termasuk di dalamnya selain tim DVI ada juga tim identifikasi," pungkasnya.
Cerita Dokter Bantu Amputasi Korban Selamat
Dokter spesialis ortopedi dan traumatologi RSUD Sidoarjo dr Larona Hydravianto bercerita saat dirinya melakukan amputasi darurat untuk menyelamatkan Nur Ahmad (14), santri Ponpes Al Khoziny, Sidoarjo yang terjebak reruntuhan. Larona bercerita merangkak melalui celah sempit untuk menjangkau Ahmad yang lengannya terhimpit beton.
"Saya takut, tapi saya tidak terpikir. Jadi, saat sampai di TKP saya langsung inginnya sudah lihat korban. Makannya saya sempat ada video di mana orang-orang banyak memanggil saya karena helm yang saya gunakan tidak terlalu aman. Karena saya segera ingin menuju dan segera ingin tahu bagaimana kondisi pasien, lalu saya langsung merangkak ke dalam," kata Larona dilansir detikJatim, Minggu (5/10).
Larona masuk ke titik Ahmad, bersama spesialis anestesi dr Farouq Abdurrahman, dan PPDS Ortopedi dr Aaron Franklyn. Larona menuturkan, situasi di dalam reruntuhan genting, di mana kondisi bangunan tidak stabil dan berisiko terjadi runtuh susulan.
"Kami hanya bisa berdoa ya, karena kami memang dalam posisi runtuhan yang tertutup, kami memang tidak bisa tahu, ini nantinya apakah dia bisa jatuh, karena sebelumnya itu waktu saya pertama kali masuk juga ada angin besar. Itu saja seng-seng-nya sudah mulai ada suara-suara agak goyang-goyang, jadi agak khawatir ada sesuatu juga," jelasnya.
Dia menyebut saat itu lengan Ahmad sudah remuk hingga siku dan tidak bisa diselamatkan. Sementara, beton besar sulit diangkat cepat. Larona dan tim memutuskan melakukan life saving amputation atau amputasi darurat demi menyelamatkan nyawa korban.
"Jadi, setelah pasien berhasil kami amputasi, kemudian bersama-sama kami seret keluar, lalu langsung dibantu dengan teman-teman Basarnas. Lalu, sesampainya di luar langsung kami lakukan stabilisasi, terutama mengecek saluran napas korban, langsung kami kasih oksigen, kepala (korban) kami posisikan yang benar, lalu kami pasang infusnya tambah dua lagi, sambil kami merawat bekas luka dari amputasi tersebut," tuturnya.
Setelah stabil, Ahmad segera dibawa ke RSUD Sidoarjo. Malam itu juga dilakukan operasi lanjutan untuk membersihkan luka, membuang jaringan mati, dan merapikan kulit di bagian amputasi.
Tonton juga video "BNPB soal Evakuasi Korban di Ponpes Al Khoziny: Tak Semudah Balik Telapak Tangan" di sini: