Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meneken Perkap Nomor 4 Tahun 2025 tentang Penindakan Aksi Penyerangan terhadap Polri. Peraturan ini mengatur sejumlah tindakan yang bisa diambil polisi ketika terjadi penyerangan terhadap kepolisian, terutama saat kerusuhan.
Kabag Penum Divhumas Polri Kombes Erdi A Chaniago menyatakan penerbitan perkap ini untuk penindakan di lapangan. Dia memastikan aturan itu bukan hanya reaktif atas satu peristiwa, melainkan pedoman menyeluruh yang bersifat antisipatif dan preventif.
"Perkap Kapolri Nomor 4 Tahun 2025 ini disusun untuk memberikan pedoman jelas bagi anggota Polri ketika menghadapi aksi penyerangan. Jadi bukan sekadar merespons satu kejadian, melainkan upaya antisipasi agar tindakan kepolisian di lapangan selalu tegas, terukur, dan sesuai ketentuan hukum," kata Erdi melalui keterangannya Rabu (1/10/2025).
Dia menekankan keselamatan jiwa personel maupun masyarakat menjadi prioritas utama. "Kita tahu, dalam beberapa situasi penyerangan, keselamatan jiwa personel dan masyarakat sangat terancam. Dengan adanya peraturan ini, anggota memiliki dasar yang kuat untuk bertindak, mulai dari pemberian peringatan, penangkapan, hingga penggunaan senjata api secara proporsional," jelas Erdi.
Dia berharap dengan adanya perkap tersebut pelaksanaan tugas di lapangan semakin profesional, proporsional, serta berlandaskan hukum. Tujuannya untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
Sebagai informasi, perkap itu diteken oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada Senin, 29 September 2025. Dalam Perkap Nomor 4 Tahun 2025 Pasal 2 disebutkan bahwa penindakan aksi penyerangan terhadap Polri meliputi penyerangan pada markas kepolisian, kesatrian, asrama/rumah dinas Polri, satuan pendidikan, dan rumah sakit Polri/klinik/fasilitas kesehatan.
Kemudian, pada Pasal 6 diatur bahwa tindakan kepolisian yang bisa dilakukan personel adalah peringatan, penangkapan, pemeriksaan/penggeledahan, pengamanan barang/benda yang digunakan untuk melakukan aksi penyerangan, serta penggunaan senjata api secara tegas dan terukur.
Adapun pada Pasal 11, dijabarkan bahwa penggunaan senjata api dilakukan dalam kondisi:
a. Penyerang memasuki lingkungan Polri secara paksa;
b. Penyerang melakukan:
1. Pembakaran;
2. Perusakan;
3. Pencurian;
4. Perampasan;
5. Penjarahan;
6. Penyanderaan;
7. Penganiayaan, dan/atau
8. Pengeroyokan;
c. Penyerang melakukan penyerangan yang dapat mengancam jiwa petugas Polri dan/atau orang lain.
Dalam Pasal 12, diatur bahwa senjata api yang dimaksud pada Pasal 11 merupakan senjata api organik Polri yang dilengkapi amunisi karet dan amunisi tajam. Namun penggunaannya tidak sembarangan.
Pasal 13
(1) Penggunaan senjata api terhadap kondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, dilakukan setelah petugas:
a. Menyebutkan dirinya anggota Polri; dan
b. Memberi peringatan dengan meneriakkan ucapan secara jelas dan tegas untuk menghentikan aksinya dan/atau meletakkan barang/benda yang digunakan untuk melakukan aksi penyerangan.
(2) Dalam hal tindakan petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipatuhi oleh penyerang, petugas dapat melakukan tindakan untuk melumpuhkan dengan menggunakan senjata api yang dilengkapi amunisi karet.
(3) Dalam hal peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak mungkin dilakukan, petugas Polri dapat langsung menggunakan senjata api yang dilengkapi amunisi karet.
Pasal 14
Dalam hal penyerang melakukan penyerangan yang dapat mengancam jiwa petugas Polri dan/atau orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c, petugas Polri dapat melakukan tindakan untuk melumpuhkan dengan menggunakan senjata api yang dilengkapi amunisi karet dan/atau amunisi tajam
Pasal 15
Penggunaan senjata api terhadap kondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b dan huruf c, dilakukan untuk melumpuhkan dengan menggunakan amunisi tajam
Baca juga: MK Diminta Hapus Uang Pensiun Anggota DPR |
Tonton juga video "Kapolri Terbuka Terima Masukan Demi Perbaikan Internal Kepolisian" di sini:
(dhn/fjp)