Anggota Komisi III DPR Sarifuddin Suding mencecar calon hakim agung nomor urut 1 Heru Pramono terkait keadilan. Sarifuddin meminta calon hakim agung tidak menjadi corong undang-undang.
Hal itu disampaikan Suding dalam uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM MA di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/9/2025). Suding mulanya menilai Heru sebagai sosok yang positivistik.
"Sementara kita membutuhkan, kalau saya baca ini Anda punya aliran positivisme, bisa-bisa ketika Anda menjadi hakim agung, Anda menjadi corong undang-undang," kata Suding.
"Sementara perkembangan hukum kita itu sangat dinamis, artinya bagaimana hakim agung memberikan rasa keadilan, memberikan kemanfaatan terhadap para pihak atau para pencari keadilan," sambung dia.
Menurutnya, itulah makna keadilan yang dirindukan masyarakat. Dia menekankan tujuan hukum ialah memberikan kepastian, kemanfaatan, dan keadilan.
"Tapi kalau saya baca makalah Saudara, Saudara ini sebagai corong undang-undang, jadi aliran positivisme itu sudah ketinggalan, hakim itu dituntut adanya suatu pembaruan, terobosan, lakukan penemuan hukum ketika terjadi kekosongan, ketika terjadi adanya ketidakjelasan, dan menyelesaikan hukum dengan nilai-nilai hukum yang ada di masyarakat," paparnya.
Suding menilai hukum bersifat dinamis. Menurutnya, aliran pemikiran Heru saat ini harus menyesuaikan dengan perkembangan hukum.
"Berikan saya keyakinan bahwa saudara ini bukan corong undang-undang, Saudara ini datang sebagai hakim agung melakukan suatu pembaruan, untuk memberikan rasa keadilan, ketika terjadi kekosongan hukum. Berikan saya keyakinan untuk itu," paparnya.
Lebih lanjut, Suding menyinggung kasus mantan hakim agung Ahmad Yamani yang diberhentikan secara tak hormat pada 2012 lalu. Suding mengatakan saat itu, Ahmad Yamani baru beberapa bulan di MA, tetapi langsung bermasalah.
"Itu persoalan integritas, persoalan moralitas, karena kita merindukan hakim-hakim agung, seperti hakim agung Bismar Siregar, ketika membaca putusannya benar-benar ada nilai, ada value yang ada di situ," tuturnya.
Sedangkan, kata dia, saat ini banyak hakim agung yang tak pernah membaca berkas perkara. Padahal, MA merupakan pengadilan tingkat kasasi.
"Sekarang hakim agung yang ada sekarang, terkadang berkas tidak dibaca, langsung diputus. Apakah itu memberikan rasa keadilan untuk masyarakat?" katanya.
"Sedangkan Mahkamah Agung itu judex juris, judex juris itu betul-betul memberikan ruang untuk menganalisis pertimbangan-pertimbangan hukum yang dikeluarkan judex facti," sambungnya.
(amw/rfs)