Sejumlah warga mengajukan gugatan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pemisahan pemilu nasional dengan pemilu tingkat daerah ke MK. Mereka mengajukan hal langka, yakni meminta MK membatalkan putusannya sendiri.
Dilihat dari situs MK, Senin (4/8/2025), gugatan pertama diajukan tiga orang bernama Brahma Aryana, Aruna Sa'yin Afifa, dan Muhammad Adam Arrofiu Arfah. Gugatan mereka terdaftar dengan nomor perkara 124/PUU-XXIII/2025.
Berikut ini petitumnya:
- Menyatakan bahwa penafsiran bersyarat (conditionally constitutional) yang diberikan oleh Mahkamah Konstitusi dalam amar putusan MK nomor 135/PUU-XXII/2024 terhadap pasal 167 ayat (3) dan pasal 347 (1) UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu dan pasal 3 ayat (1) UU nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada sepanjang penafsiran tersebut mengakibatkan perpanjangan mata jabatan anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/waki wali kota, adalah bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
- Penafsiran tersebut secara khusus bertentangan dengan prinsip periodisitas pemilu 'setiap lima tahun sekali' sebagaimana diamanatkan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 bertentangan dengan kedaulatan rakyat dan hak pilih pemilih sebagaimana dijamin pasal 1 ayat (2) dan pasal 28D ayat (1) UUD 1945 serta melanggar hak konstitusional atas kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama di hadapan hukum.
(haf/dhn)