Warga bernama Viktor Santoso Tandiasa mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Kementerian ke Mahkamah Konstitusi (MK). Viktor meminta MK membuat larangan terhadap menteri juga berlaku bagi wakil menteri (Wamen), salah satunya larangan menjabat komisaris perusahaan.
Dilihat dari situs MK, Senin (4/8/2025), gugatan itu teregistrasi dengan nomor perkara 128/PUU-XXIII/2025. Pemohon menggugat pasal 23 UU nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Berikut petitumnya:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menyatakan Pasal 23 UU 39/2008 tentang Kementerian Negara terhadap frasa 'Menteri dilarang merangkap jabatan' bertentangan secara bersyarat dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai: 'Menteri dan Wakil Menteri dilarang merangkap jabatan'. Sehingga bunyi frasa selengkapnya 'Menteri dan Wakil Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai:
1. Pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan
2. Komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta atau
3. Pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah'
Salah satu alasan pemohon ialah saat ini belum ada aturan yang melarang wamen merangkap jabatan. Pemohon menganggap wamen yang rangkap jabatan dapat menimbulkan konflik kepentingan, melemahnya tata kelola perusahaan, potensi korupsi hingga kinerja tidak maksimal.
"Bahwa perangkapan jabatan Wakil Menteri sebagai Komisaris pada perusahaan milik negara (BUMN) yang seharusnya menjadi entitas bisnis independen dengan pengawasan profesional tentunya akan mengaburkan batas tersebut," ujarnya.
Sebelumnya, MK menyatakan tidak menerima gugatan uji materiil Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Gugatan bernomor 21/PUU-XXIII/2025 itu diajukan oleh Juhaidy Rizaldy Roringkon.
Dalam permohonannya, pemohon meminta MK melarang menteri dan wakil menteri rangkap jabatan sebagai komisaris BUMN ataupun perusahaan swasta. Permohonan ini tidak diterima karena pemohon meninggal dunia pada 22 Juni 2025.
"Mengingat syarat lain yang juga dipenuhi dapat diberikan kedudukan hukum oleh Pemohon adalah apabila permohonan dikabulkan maka anggapan hak konstitusional yang dialami Pemohon tidak lagi terjadi atau tidak lagi akan terjadi. Dengan demikian, karena Pemohon telah meninggal dunia, maka seluruh syarat anggapan kerugian konstitusional yang didalilkan Pemohon dalam menjelaskan kedudukan hukum yang bersifat kumulatif tidak terpenuhi oleh Pemohon," ujar Wakil Ketua MK Saldi Isra saat membacakan putusan pada Kamis (17/7).
Simak juga Video: Uji Materi Wamen Rangkap Jabatan Gugur di MK, Ini Kata Wamenlu