Perkara Tom Lembong Dikebut Jaksa

Rumondang Naibaho - detikNews
Rabu, 15 Jan 2025 07:22 WIB
Halaman ke 1 dari 3
Tom Lembong (Foto: Rifkianto Nugroho/detikcom)
Jakarta -

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengebut penuntasan perkara dugaan korupsi yang menjerat mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong. Kejagung menyatakan berkas perkara Tom Lembong segera tuntas.

Sebagai informasi, Kejagung mengumumkan Tom Lembong sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula pada Selasa (29/10/2024). Selain Tom Lembong, Kejagung juga menetapkan Charles Sitorus (CS) selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI).

Kasus ini sendiri terkait impor gula, yang di Indonesia, diatur dalam beberapa jenis. Setidaknya ada tiga jenis gula yang dikenal di Indonesia, yaitu gula kristal mentah (GKM), gula kristal rafinasi (GKR), dan gula kristal putih (GKP).

GKM dan GKR adalah gula yang dipakai untuk proses produksi. Sementara, GKP dapat dikonsumsi langsung.

Nah, kasus ini diduga terkait dengan impor gula ketika Tom Lembong menjabat Mendag pada 2015-2016. Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar mengatakan impor itu dilakukan saat Indonesia surplus gula pada tahun 2015.

Dia mengatakan Tom Lembong diduga menandatangani surat penugasan kepada PT PPI untuk melakukan pemenuhan stok gula nasional dan stabilisasi harga gula. Pemenuhan stok gula itu dilakukan melalui kerja sama dengan produsen gula dalam negeri untuk memasok atau mengolah GKM impor menjadi GKP sebanyak 300 ribu ton.

"Selanjutnya, PT PPI membuat perjanjian kerja sama dengan delapan perusahaan gula swasta ditambah satu perusahaan swasta lainnya, yaitu PT KTM, meskipun seharusnya dalam rangka pemenuhan stok gula dan stabilisasi harga, yang diimpor adalah GKP secara langsung dan yang dapat melakukan impor tersebut hanya BUMN (PT PPI)," kata Harli dalam keterangan tertulis, Rabu (30/10/2024).

Atas sepengetahuan dan persetujuan Tom Lembong, persetujuan impor GKM ditandatangani untuk sejumlah perusahaan swasta. Perusahaan-perusahaan itu adalah PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, PT MSI, dan PT KTM.

"Seharusnya, untuk pemenuhan stok dan stabilisasi harga, yang diimpor adalah GKP secara langsung. Selain itu, Persetujuan Impor dari Kementerian Perdagangan diterbitkan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian dan tanpa rapat koordinasi dengan instansi terkait," ucapnya.

Perusahaan-perusahaan swasta itu mengolah GKM menjadi GKP, padahal hanya memiliki izin industri sebagai produsen GKR yang diperuntukkan bagi industri makanan, minuman, dan farmasi. Setelah perusahaan swasta tersebut mengimpor dan mengolah GKM menjadi GKP, PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut untuk dijual ke masyarakat.

"Padahal gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta ke masyarakat melalui distributor dengan harga Rp 16.000/kg, lebih tinggi dari harga eceran tertinggi yang sebesar Rp 13.000/kg, dan tidak dilakukan melalui operasi pasar," ujarnya.

Harli mengatakan PT PPI diduga mendapatkan fee dari perusahaan-perusahaan swasta yang mengimpor dan mengolah GKM sebesar Rp 105/kg. Jika ditotal, kerugian dalam kasus ini Rp 400 miliar.

"Kerugian negara yang timbul akibat perbuatan tersebut senilai Rp 400 miliar, yaitu nilai keuntungan yang diperoleh perusahaan swasta yang seharusnya menjadi milik negara/BUMN (PT PPI)," ujarnya.




(haf/haf)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork