Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan), Prihasto Setyanto bercerita namanya diusulkan untuk diganti dan dicopot ke Sekretariat Kabinet (Setkab) lantaran tak mematuhi perintah mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL). Prihasto mengatakan SYL marah saat dirinya tak meloloskan sejumlah perusahaan yang mengajukan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH).
Hal itu terungkap dalam berita acara pemeriksaan Prihasto yang dibacakan Jaksa KPK dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Rabu (15/5/2024). Mulanya, jaksa membacakan BAP Prihasto terkait terancamnya jabatan Bambang yang saat itu sebagai Kepala Badan Karantina Pertanian lantaran tak loyal kepada SYL.
"Saya lanjutkan di paragraf terakhir. 'Sekitar akhir tahun 2022 Muhmmad Hatta juga pernah bercerita kepada saya terkait juga Pak Bambang, Kepala Badan Karantina Pertanian yang terancam jabatannya karena tidak loyal kepada Syahrul Yasin Limpo dengan kalimat yang disampaikan oleh Muhammad Hatta kepada saya 'Pak, lihat itu Pak Bambang sebentar lagi diganti, itu orangnya sama Pak Menteri.' Saya tidak mengetahui maksud dan tujuan Hatta bercerita kepada saya, tetapi sepemahaman saya bahwa Muhammad Hatta bermaksud bermaksud, saya secara tidak langsung agar loyal kepada Syahrul Yasin Limpo," kata jaksa membacakan BAP Prihasto.
"Pada awal 2024, saya memperoleh informasi dari pak Plt Biro Oke atau ibu Indri ada Keppres penetapan Pak Bambang sebagai staf ahli menteri. Keppres tersebut terbit bulan September 2022 namun Keppres tersebut ditahan oleh Zulkifli di mejanya tanpa alasan yang seharusnya berdasarkan aturan berlaku Keppres tersebut terbit, Bambang secara, menjadi staf ahli namun kenyataannya Bambang tetap pada jabatan Badan Karantina Pertanian sebagaimana perubahan nomenklatur menjadi Badan Karantina Indonesia pada September 2023. Saya tidak tahu kesepakatan apa yang terjalin antara Pak Bambang dengan Syahrul Yasin Limpo sehingga pak Bambang statusnya masih tetap sebagai Kepala Badan Karantina Pertanian'. Benar ini?" tanya jaksa usai membacakan BAP Prihasto.
"Betul. Jadi, kami mengetahui bahwa Pak Bambang ternyata sudah menjadi staf ahli menteri sejak kami ditunjuk sebagai Plt Sekjen Kementan. Jadi, ada dokumen bahwa pak Bambang ternyata sejak bulan September 2022 sudah ada Keppres sebagai staf ahli menteri," jawab Prihasto.
Prihasto mengatakan ada Kepres terkait rotasi jabatan Bambang dari Kepala Badan Karantina Pertanian menjadi staf ahli menteri. Namun, dia mengatakan Kepres itu tak dijalankan dan Bambang tak dilantik sebagai staf ahli.
"Itu diusulkan?" tanya jaksa.
"Bukan diusulkan, sudah Kepres. Sudah dalam bentuk Kepres," jawab Prihasto.
"Dari kepala badan ke staf ahli itu?" tanta jaksa.
"Iya, udah diberhentikan sebagai, di Kepresnya itu diberhentikan sebagai Kepala Badan Karantina dan ditunjuk sebagai staf ahli menteri," jawab Prihasto.
"Tapi tidak dilaksanakan setahu saksi?" tanya saksi.
"Tapi tidak dilantik. Tapi Kepresnya sudah ada," jawab Prihasto.
Jaksa lalu menanyakan apakah Prihasto pernah mengalami hal serupa seperti Bambang. Prihasto mengaku diminta klarifikasi ke Setkab dan diusulkan diganti oleh SYL di tahun 2022.
"Kalau saksi pernah mengalami nggak?" tanya jaksa.
"Sejak kasus Pak Bambang ini kami diminta klarifikasi oleh di Setkab dan terinfokan kepada kami dari pak Bambang bahwa kami pun di tahun 2022 pernah diusulkan untuk diganti oleh Pak Menteri, tapi kami belum pernah terima surat tersebut. Info itu kami dapat dari Pak Bambang," jawab Prihasto.
Jaksa menanyakan alasan Prihasto diusulkan untuk diganti dan dicopot oleh SYL. Hakim dan jaksa sempat menegur Prihasto lantaran menggunakan kata 'mungkin' saat menjawab.
"Kenapa saat itu? Ada masalah apa saksi?" tanya jaksa.
"Mungkin ada rekomendasi-rekomendasi yang tidak clear and clean dan tidak saya loloskan. Mungkin ya tapi saya kurang tahu persis," jawab Prihasto.
"Apakah terkait dengan yang pernah saksi katakan adanya lewat Pak Hatta diminta rekomendasi untuk RIPH?" tanya jaksa.
"Mungkin itu juga salah satu ya," jawab Prihasto.
"Jangan mungkin," timpal jaksa.
Jaksa kemudian kembali membacakan BAP Prihasto nomor 50. BAP itu menerangkan jika jabatan Prihasto diusulkan untuk diganti dan dicopot lantaran tak mematuhi petunjuk serta perintah SYL.
"Saksi saya ingatkan lagi ya, jangan menggunakan kata mungkin, kalau menang saksi tahu, tahu dari siapa, langsung maupun tidak langsung, itu aja disebutkan. Ini terkait dengan keterangan saksi, mohon izin Yang Mulia menegaskan kembali BAP saksi Nomor 50. Saksi pernah memberi keterangan sebagai berikut, 'Bahwa perlu saya sampaikan saya pernah secara tidak langsung adanya penyampaian dari Syahrul Yasin Limpo maupun pihak terdekat yang bersangkutan bahwa jika tidak loyal dengan kepentingan Syahrul Yasin Limpo maka akan dicopot jabatannya, namun terhadap saya, hal itu tidak terjadi. Tapi, saya pernah mendengar nama saya pernah diusulkan ke Setkab untuk diganti oleh Syahrul Yasin Limpo hal itu terjadi karena banyak kebijakan atau petunjuk beliau yang tidak saya ikuti," kata jaksa membacakan BAP Prihasto.
BAP itu juga menerangkan jabatan Prihasto diusulkan dicopot lantaran Prihasto tak meloloskan perusahaan yang mengajukan RIPH dan Ditjen Holtikultura yang tak memenuhi full permintaan uang untuk kepentingan SYL. BAP Prihasto itu juga menerangkan jika SYL marah akibat sikap tersebut.
"Di antaranya terkait dengan RIPH (Rekomendasi Impor Produk Hortikultura), saat itu Syahrul Yasin Limpo melalui Muhammad Hatta atau Imam Mujahidin pernah meminta untuk meloloskan beberapa perusahaan yang mengajukan RIPH namun karena tidak memenuhi persyaratan saya tolak, dan saya tahu Syahrul Yasin Limpo marah kepada saya dari informasi Muhammad Hatta pasca saya tolak pengurusan rekanan, selanjutnya terkait jumlah nominal iuran dana sharing nonbudgeter Syahrul Yasin Limpo yang dibebankan ke Ditjen Hortikultura yang tidak maksimal diberikan yang membuat Muhammad Hatta sering mempertanyakan dan mendesak kepada Sesdit saya almarhumah Retno untuk penuhi permintaan Syahrul Yasin Limpo secara maksimal'. Betul ini?" tanya jaksa usai membacakan BAP Prihasto.
"Benar," jawab Prihasto membenarkan BAP tersebut.
Diketahui, SYL didakwa melakukan pemerasan dan menerima gratifikasi dengan total Rp 44,5 miliar. Dia didakwa bersama dua eks anak buahnya, yakni Sekjen Kementan nonaktif Kasdi dan Direktur Kementan nonaktif M Hatta. Kasdi dan Hatta diadili dalam berkas perkara terpisah.
Simak Video 'SYL Disebut Sempat Minta Proyek ke Dirjen Kementan untuk NasDem':
(mib/azh)