detik's Advocate

Diancam Dipecat karena Menolak Kerja di Hari Libur, Bagaimana Hukumnya?

Andi Saputra - detikNews
Selasa, 19 Mar 2024 10:04 WIB
Ilustrasi (Thinkstock)
Jakarta -

Jam kerja karyawan diatur di UU Ketenagakerjaan, UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya. Serta diatur dalam Peraturan Perusahaan. Tapi bagaimana bila karyawan menolak kerja di hari libur? Apakah boleh dipecat?

Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik's Advocate yang diterima lewat surat elektronik. Berikut pertanyaan lengkapnya:

Selamat Pagi,
Bpk/Ibu Redaksi detikcom.
Khusus ke Bang Andi Saputra.
Maaf sebelumnya saya Anie (nama samaran).

Mau tanya apakah perusahaan bisa dilaporkan ke Disnaker apabila pimpinan memaksa pekerja mengundurkan diri dengan ancaman akan mengeluarkan langsung SP 3 tanpa ada SP 1 dan SP 2 dan meminta pekerja mengembalikan setengah dari gaji selama 4 bulan? (di kantor saya ada 4 pimpinan: Komisaris 1, Komisaris 2, Direktur Utama, Direktur)

Sebelumnya, saya ada konflik dengan Direktur atas laporan administrasi proyek. Di mana Direktur suka sekali melaporkan hal yang berbeda-beda dan memberikan laporan dengan invoice yang tidak sesuai nominalnya di setiap laporan administrasinya (saya juga mengetahui bahwa Direktur ada melakukan kecurangan-kecurangan mengenai nota pengeluaran/pembayaran pembelian barang).

Pada hari Sabtu, Direktur datang tanpa pemberitahuan padahal hari sabtu libur dan memaksa saya datang ke kantor untuk mengerjakan lap admintrasi proyek. Jika saya tidak datang, maka bos mengancam menyuruh saya mengundurkan diri atau akan dibuatkan SP3. Dan saya sudah sering kali diancam seperti ini oleh bos dengan ancaman (tidak digaji atau di SP3 atau disuruh mengundurkan diri).

Beberapa hari lalu tepatnya tanggal 28 Februari dan tanggal 5 Maret 2024, bos WhatsApp ke saya dan group untuk membatalkan pengangkatan saya sebagai pegawai UMR dan SP3 juga dianggap batal, mengancam saya untuk kembali ke gaji yang bukan UMR dan meminta pengembalian gaji selama 4 bulan yang sudah dibayarkan ke saya sebesar Rp 10.000.000.

Dan Direktur berkata kalau saya merasa pengangkatan saya itu ada artinya Direktur minta dengan segera serah terimakan semua urusan kantor ke Direktur.

Sekian pertanyaan saya di atas. Mohon perhatian dan jawaban dari bang Andi Saputra.
Terima kasih,

Demikian surat ini saya perbuat. Atas perhatian mas Andi Saputra saya ucapkan terima kasih.

Anie

Untuk menjawab pertanyaan di atas, kami meminta pendapat hukum dari advokat Hadiansyah Saputra, S.H. Berikut analisanya:

Terima kasih atas pertanyaan yang Saudari ajukan. Kami ikut merasa prihatin atas permasalahan yang Saudari alami, semoga Saudari segera menemukan jalan keluar dan penyelesaian yang baik atas permasalahan tersebut.

PERTANYAAN PERTAMA:

Bahwa sebelum kami menjawab pertanyaan Saudari tersebut di atas, perkenankanlah terlebih dahulu kami memberikan sedikit edukasi mengenai mekanisme pemberian sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh Pekerja sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut "UU 13/2003"), khususnya Pasal 161, yang mana diatur:

(1) Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.
(2) Surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Berdasarkan ketentuan tersebut, Pengusaha hanya dapat memberikan sanksi berupa surat peringatan 1, surat peringatan 2, surat peringatan 3 ataupun pemutusan hubungan kerja apabila pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama. Jadi semua terlebih dahulu harus ada ketentuannya secara tertulis di dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan ataupun Perjanjian Kerja Bersama. Oleh karenanya Pengusaha tidak dapat semena-mena menerapkan sanksi yang sebelumnya tidak diatur di dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja Bersama.

Pengusaha tidak dapat semena-mena menerapkan sanksi yang sebelumnya tidak diatur di dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja BersamaAdvokat Hadiansyah Saputra SH

Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja Bersama itu pun harus dibuat dengan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Demikian pula mengenai sanksi dari Perusahaan Saudari yang meminta Saudari mengembalikan setengah dari gaji selama 4 bulan, sepanjang sepengetahuan kami hal itu tidak dibenarkan, karena gaji/upah adalah imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada Saudari selaku pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan atas suatu pekerjaan yang telah Saudari dilakukan (Pasal 1 angka 30 UU 13/2003) yang artinya upah/gaji tersebut telah disepakati sebelumnya sehingga tidaklah dapat Pengusaha di kemudian hari mengingkarinya dengan meminta pengembalian setengah upah/gaji tersebut.

Mengenai Pimpinan Saudari yang memaksa pekerja mengundurkan diri dengan ancaman akan mengeluarkan langsung Surat Peringatan 3 sepanjang sepengetahuan kami hal itu juga tidak dibenarkan, karena pengunduran diri haruslah didasarkan pada kemauan diri sendiri pekerja/buruh dan bukan atas perintah, kemauan, apalagi ancaman dari Pengusaha. Jika memang Pimpinan Saudari merasa Saudari melakukan pelanggaran Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja Bersama, persilakan ia untuk memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan yang ada dan berlaku di dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan ataupun Perjanjian Kerja Bersama, bahkan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap Saudari.

Namun sebaliknya jika Saudari tidak melakukan pelanggaran terhadap Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja Bersama, maka Pengusaha wajib untuk menghormati hak-hak Saudari selaku pekerja/buruh dan tidak mencoba mencari-cari kesalahan Saudari.

Lebih lanjut menurut ketentuan Pasal 1 angka 25 UU 13 Tahun 2003 jo. Pasal 1 angka 15 PP 35 Tahun 2021 Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja, Hubungan Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja menerangkan bahwa yang dimaksud Pemutusan Hubungan Kerja adalah:

"pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha".

Lebih lanjut dengan berlakunya PERPU 2 Tahun 2022, ketentuan Pasal 158 UU 13 Tahun 2003 yang mengatur mengenai pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat telah dihapus. Sebagai gantinya, di dalam PERPU 2 Tahun 2022 khususnya Pasal 154 A telah diatur mengenai alasan pemutusan hubungan kerja, dihubungkan dengan ketentuan Pasal 36 PP 35 Tahun 2021 sebagai berikut:

(1) Pemutusan Hubungan Kerja dapat terjadi karena alasan:
a. Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan Perusahaan dan Pekerja/Buruh tidak bersedia melanjutkan Hubungan Kerja atau Pengusaha tidak bersedia menerima Pekerja/Buruh;
b. Perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan Penutupan Perusahaan atau tidak diikuti dengan Penutupan Perusahaan yang disebabkan Perusahaan mengalami kerugian;
c. Perusahaan tutup yang disebabkan karena Perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun;
d. Perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeur);
e. Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang;
f. Perusahaan pailit;
g. adanya permohonan Pemutusan Hubungan Kerja yang diajukan oleh Pekerja/Buruh dengan alasan Pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut:
1. menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam Pekerja/ Buruh;
2. membujuk dan/atau menyuruh Pekerja/Buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
3. tidak membayar Upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih, meskipun Pengusaha membayar Upah secara tepat waktu sesudah itu;
4. tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada Pekerja/ Buruh;
5. memerintahkan Pekerja/Buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; atau
6. memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan Pekerja/Buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada Perjanjian Kerja;
h. adanya putusan lembaga penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang menyatakan Pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada huruf g terhadap permohonan yang diajukan oleh Pekerja/ Buruh dan Pengusaha memutuskan untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja;
i. Pekerja/Buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan harus memenuhi syarat:
1. mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;
2. tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
3. tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri;
j. Pekerja/ Buruh mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh Pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis;
k. Pekerja/Buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama dan sebelumnya telah diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan kecuali ditetapkan lain da-lam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama;
l. Pekerja/Buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam) bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana;
m. Pekerja/Buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan;
n. Pekerja/ Buruh memasuki usia pensiun; atau
o. Pekerja/Buruh meninggal dunia.

(2) Selain alasan Pemutusan Hubungan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat ditetapkan alasan Pemutusan Hubungan Kerja lainnya dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Pemutusan Hubungan Kerja diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Selain itu, mengenai tata cara pemutusan hubungan kerja, Pasal 37 PP 35 Tahun 2021 mengatur kewajiban bagi Pengusaha, sebagai berikut:

(1) Pengusaha, Pekerja/Buruh, Serikat Pekerja/Serikat Buruh, dan Pemerintah harus mengupayakan agar tidak terjadi Pemutusan Hubungan Kerja.
(2) Dalam hal Pemutusan Hubungan Kerja tidak dapat dihindari, maksud dan alasan Pemutusan Hubungan Kerja diberitahukan oleh Pengusaha kepada Pekerja/Buruh dan/atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh di dalam Perusahaan apabila Pekerja/Buruh yang bersangkutan merupakan anggota dari Serikat Pekerja I Serikat Buruh.
(3) Pemberitahuan Pemutusan Hubungan Kerja dibuat dalam bentuk surat pemberitahuan dan disampaikan secara sah dan patut oleh Pengusaha kepada Pekerja/Buruh dan/atau Serikat PekerjalSerikat Buruh paling lama 14 (empat belas) hari kerja sebelum Pemutusan Hubungan Kerja.
(4) Dalam hal Pemutusan Hubungan Kerja dilakukan dalam masa percobaan, surat pemberitahuan disampaikan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sebelum Pemutusan Hubungan Kerja.

Demikian pula, Pasal 39 PP 35 Tahun 2021 mengatur sebagai berikut:

(1) Pekerja/Buruh yang telah mendapatkan surat pemberitahuan Pemutusan Hubungan Kerja dan menyatakan menolak, harus membuat surat penolakan disertai alasan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya surat pemberitahuan.
(2) Dalam hal terjadi perbedaan pendapat mengenai Pemutusan Hubungan Kerja, penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja harus dilakukan melalui perundingan bipartit antara Pengusaha dengan Pekerja/Buruh dan/atau Serikat Pekerja/ Serikat Buruh.
(3) Dalam hal perundingan bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mencapai kesepakatan, penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja tahap berikutnya dilakukan melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Simak juga 'Teman Saya Ngutang Terus Nunggak Pake Akun Saya':






(asp/dhn)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork