Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) didakwa menerima gratifikasi dan memeras anak buah di Kementerian Pertanian (Kementan RI) dengan total Rp 44,5 miliar. Dia memotek anggaran dari pejabat Eselon I di Lingkungan Kementan dan masuk ke kantor pribadi.
Jaksa KPK mengatakan SYL mulai meminta anak buah memotek anggaran pada 2020, padahal SYL belum setahun menjadi Mentan.
"Bahwa setelah Terdakwa menjabat sebagai Menteri Pertanian RI, sekira awal Tahun 2020, bertempat di ruangan Menteri Pertanian Lantai 2 di Kantor Kementan RI JI Harsono RM 3, Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Terdakwa mengumpulkan dan memerintahkan Imam Mujahidin Fahmid (Staf Khusus Menteri Pertanian RI Bidang Kebijakan), Kasdi Subagyono (Direktur Jenderal Perkebunan Tahun 2020), Muhammad Hatta dan Panji Harjanto (Ajudan Terdakwa), untuk melakukan pengumpulan uang 'patungan/sharing' dari Para Pejabat Eselon I di lingkungan Kementan RI," kata jaksa KPK dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Rabu (28/2/2024).
SYL menjabat Menteri Pertanian pada kurun 2020-2023. Jaksa mengatakan uang hasil SYL memeras anak buahnya itu digunakan untuk kepentingan pribadi.
"Yang akan digunakan untuk memenuhi kepentingan pribadi Terdakwa dan keluarga Terdakwa," ujarnya.
Jaksa mengatakan SYL memerintahkan anak buahnya memotek anggaran di Kementan senilai 20 persen. Anggaran itu dipotek dari anggaran setiap Sekretariat dan Direktorat di Kementan RI.
"Terdakwa juga menyampaikan adanya jatah 20% dari Anggaran di masing-masing Sekretariat, Direktorat, dan Badan pada Kementan RI yang harus diberikan kepada Terdakwa," kata jaksa.
Atas hal tersebut, Syahrul Yasin Limpo didakwa jaksa KPK melanggar Pasal 12 huruf e atau huruf f atau Pasal 12B juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Ancam Bawahan yang Tak Setor
Jaksa mengatakan SYL memaksa bawahannya untuk menyetor sejumlah uang. SYL pun meminta anak buahnya mundur jika tak mau memberikan uang setoran.
"Selain itu Terdakwa juga menyampaikan kepada jajaran di bawah Terdakwa apabila para pejabat Eselon I tidak dapat memenuhi permintaan Terdakwa tersebut maka jabatannya dalam bahaya," kata jaksa KPK dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Rabu (28/2/2024).
Jaksa mengatakan SYL meminta anak buahnya memotek anggaran senilai Rp 20 persen pada setiap sekretariat dan direktorat di Kementan RI. SYL disebut menggunakan uang itu untuk keperluan pribadi.
"Terdakwa juga menyampaikan adanya jatah 20% dari Anggaran di masing-masing Sekretariat, Direktorat, dan Badan pada Kementan RI yang harus diberikan kepada Terdakwa," ujarnya.
Jaksa mengatakan, jika pejabat Eselon I tak mengikuti perintah SYL, jabatannya dalam bahaya. Para pejabat Eselon I itu disebut akan 'di-nonjob-kan' atau dipindahtugaskan.
"Dapat dipindahtugaskan atau 'di-nonjob-kan' oleh Terdakwa, serta apabila ada pejabat yang tidak sejalan dengan hal yang disampaikan Terdakwa tersebut agar mengundurkan diri dari jabatannya," ujarnya.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
(aik/aik)