Bripka Septinus Arui Selamatkan SD Hampir Tutup di Tambrauw dengan Jadi Guru

Audrey Santoso - detikNews
Kamis, 23 Nov 2023 20:39 WIB
Foto: Bhabinkamtibmas Kampung Ayambori, Manokwari, Papua Barat, Bripka Septinus Arui. (dok. istimewa)
Jakarta -

Bhabinkamtibmas Kampung Ayambori, Manokwari, Papua Barat, Brigadir Kepala (Bripka) Septinus Arui dikenal oleh masyarakat Kampung Wasnembri sebagai polisi yang memperjuangkan pendidikan anak-anak. Bripka Arui, saat berdinas di Wasnembri, menyelamatkan sekolah dasar (SD) yang hampir tutup karena tak ada guru, dengan menjadi guru.

Dia diusulkan Polda Papua Barat sebagai kandidat di program Hoegeng Corner. Berkat Bripka Septinus, puluhan anak Kampung Wasnembri bisa lulus SD.

"2014, Saya dipindahkan ke Polsek Amberbaken sebagai anggota bhabinkamtibmas. Saya melakukan sambaing, bahkan juga kunjungan dan patroli ke wilayah binaan. Nah di situ saya lihat salah satu kampung ini yang anak-anaknya tidak belajar, malah bermain, ikut orang tua ke kebun," kata Bripka Arui saat dihubungi detikcom, Rabu (22/11/2023).

Salah satu warga yang merupakan orang tua murid lalu menceritakan pada Bripka Arui soal kegiatan belajar-mengajar yang tak jelas. Guru yang sebelumnya mengajar, akhirnya tak pernah datang lagi.

"Jadi saat saya tanya salah satu orang tuanya, nah ini kenapa anak-anak tidak belajar, kemudian orang tua itu sampaikan bahwa sekolah ini ada guru, tapi gurunya tidak aktif mengajar. Jadi istilahnya pemahaman mereka sekolah ini sudah tutup," ucap Bripka Arui.

SD tersebut adalah SD Inpres 102 Wasnembri. Bripka Arui menuturkan sekolah yang berdiri sejak 1999 itu terkendala tenaga pendidik saat pemekaran Kabupaten Tambrauw.

"Terkait dengan pendidikan di SD Inpres 102 Wasnembri, itu sudah sejak 1999. Pada tahun 2012, 2013, 2014 itu kan masih ada guru, Tetapi pada tahun itu pemekaran Kabupaten Tambrauw. Kabupaten Tambrauw kan masih baru, jadi untuk pegawai dan PNS kan dalam proses," tutur dia.

"Waktu itu dua guru juga tidak aktif mengajar anak-anak, satu guru tinggalnya jaraknya jauh di Kabupaten Manokwari. Sempat waktu itu proses belajar mengajarnya tidak normal, tidak aktif, tidak ada guru," sambung dia.

Guru sebelumnya, cerita Bripka Arui, hanya datang saat pekan ujian akhir dan mengikutsertakan murid-murid yang bisa baca untuk mengikuti ujian. "Tapi pada saat ujian, guru yang statusnya kepala sekolah ini ke sekolah untuk mengikutsertakan anak-anak yang bisa baca untuk ikut ujian," ujar dia.

Pria asli Papua Barat yang sudah 14 tahun berdinas di Polri ini menjelaskan sebanyak 30 siswa SD Inpres 102 Wasnembri terlantar lantaran tak ada guru. Dia mengaku tergerak untuk menyelamatkan masa depan puluhan anak Kampung Wasnembri itu.

"Pada 2015 saya diminta dari guru SMP untuk pengamanan ujian, kebetulan pas ada pengawas dari Dinas Pendidikan. Di situ saya sampaikan kendala SD Inpres kalau ada bangunan dan muridnya, tapi tidak ada guru untuk mengajar," terang Bripka Arui.

"Saya sampaikan ke pengawas dari Disdik Kabupaten Tambrauw, kemudian pengawas sampaikan ke Kadis. Lewat sebulan, mereka cek lokasi SD Inpres. Habis itu kadisnya tanya ke saya, 'Pak Bhabin kamu bisa tidak aktifkan sekolah ini kembali?', saya sampaikan bisa," sambung ceritanya.

Bripka Arui mengatakan upayanya mengaktifkan kembali kegiatan belajar-mengajar di SD Inpres 102 karena keyakinannya, bahwa pendidikan lah satu-satunya bekal anak-anak di kampung pedalaman Papua Barat ini memperoleh hidup yang lebih baik.

"Waktu itu kasihan anak-anak, karena yang bisa merubah karakter, mental dan kemampuan mereka hanya pendidikan. Saya punya rasa kasih sayang pada mereka. Kasihan kalau mereka tidak sekolah, bagaimana masa depan mereka? Sekarang ini sudah 40 murid SD Inpers 102," ungkap polisi yang juga pendeta ini.

Bagi Bripka Aru, anak-anak di Kampung Wasnembri minimal bisa membaca, menulis dan berhitung (calistung). Dia pun hingga kini menjadi guru di SD tersebut untuk mengajari anak-anak calistung.

"Saya lakukan pendidikan terhadap anak-anak ini, prinsip saya untuk anak-naka ini bisa tau baca, tulis dan hitung. Satu bulan kemudian saya dilatih bagaimana menjadi pengajar, disertai dengan metode-metode pembelajaran, cara-cara mengelola data pokok pendidikan (dapodik). Semuanya diajari Dinas Pendidikan," terang Bripka Arui.

"Puji Tuhan begitu saya aktifkan sekolah kembali mereka semangat dan punya niat untuk bersekolah. Saya gabungkan kelas 1 dengan 6 itu dalam satu kelas, baru saya lihat kemampuan anak-anak bisa memahami pelajaran , menguasai diri, bahkan juga mentalnya, psikologinya. Lalu datanya saya kasih ke Disdik," tambah Bripka Arui.

Berdasarkan data yang diberikan Bripka Arui, Dinas Pendidikan Tambrauw lalu mengkkasifikasi 5 anak layak berada di kelas VI, 4 anak di kelas V, kemudian 10 anak di kelas III. Sisanya kelas I dan II SD.

"Saya aktifkan sekolah dan koordinasi dengan dinas terus-menerus. Dinas Pendidikan juga punya perhatian, mereka kasihkan buku ke saya, komunikasi dengan dapodik dan lain-lain," kata Bripka Arui.

Selama kekurangan guru, Bripka Arui menggandeng pendeta setempat, guru yang sebelumnya menghilang, hingga warga lulusan SMA untuk mengajar anak-anak.

"Saat kami sudah buka sekolah, dari dinas terkait memberikan hak guru PNS yang ada. Maka haknya itu saya bawa ke guru itu, saya bilang 'Bapak punya hak ini, jadi bapak harus kembali mengajar ya'," tutur Bripka Arui.

Atas dedikasinya, Bripka Septinus diaugerahi tiga penghargaan yakni dari Pemerintah Kabupaten Tambrauw, Dinas Pendidikan Kabupaten Tambrauw dan Kapolres Manokwari.




(aud/fjp)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork