Aipda Ely Yuniawati, penyidik Satuan Reserse Narkoba Polresta Surabaya, mempekerjakan para istri narapidana kasus narkoba, dan mengajari mereka cara berdagang salah satu bahan pokok, yakni beras. Inisiatif Aipda Ely melibatkan para istri napi narkoba dalam usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang dirintisnya berawal dari keprihatinan atas hidup para istri yang telantar dan berada dalam kondisi ekonomi sulit.
Sosoknya diusulkan Polda Jawa Timur sebagai kandidat polisi teladan di program Hoegeng Corner, kerja sama SSDM Polri dengan detikcom. Kandidat Hoegeng Corner nantinya akan dibawa menuju tahap selanjutnya yakni ajang Hoegeng Awards 2024.
"Suami mereka rata-rata bandar kecil semua. Kehidupannya ya kalau kita lihat rumahnya nggak tega, nggak layak. Istri tidak pernah bekerja, latar belakang pendidikan juga SDM rendah, paling ya lulusan SD, bisa baca dan tulis. Dan anak-anak mereka banyak-banyak, ada yang 5, ada yang 4," kata Aipda Ely kepada detikcom, Senin (20/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aipda Ely mengatakan dirinya dan istri para narapidana kasus narkoba, yang ditangani Polrestabes Surabaya, memang memiliki ikatan emosional. Khususnya istri para napi yang kasusnya ditangani Aipda Ely.
"Saya di fungsi narkoba, jadi istri-istri tersangka terutama yang saya tangani ya, karena kan saya punya hubungan emosional dengan mereka, otomatis kan saya komunikasi terus sama mereka mulai dari penangkapan, kemudian mereka ngeluh, curhatnya kan sama saya," cerita Aipda Ely.
Aipda Ely menuturkan umumnya para istri yang hanya mengandalkan pemasukan dari suami tersebut kebingungan usai suaminya ditangkap. Aipda Ely menyebut mereka bahkan tak tahu bagaimana cara menghidupi anak-anak mereka.
"Dari situ sebagian besar itu mereka tidak bekerja, yang bekerja suaminya. Lah sekarang suaminya dipenjara kasus narkoba, menghidupi keluarga dengan dagang narkoba. Istrinya bingung mau makan apa. Kemudian saya ajak ngomong, saya tawari mau dagang apa nggak. Awalnya mereka khawatir karena nggak pernah dagang," ucap Aipda Ely.
"Lalu saya kasih suruh datang ke rumah saya. Saya ajarin dari nol soal teorinya berdagang itu bagaimana. Awalnya 4 orang yang ikut, sekarang sudah 8 orang," imbuh dia.
Istri Napi Jualan Tanpa Modal
Aipda Ely menyebut para istri napi narkoba ini digandeng sebagai mitra jual atau reseller beras murah. Berasnya sendiri berasal dari tempat penggilingan padi milik oang tua Aipda Ely di Ngawi, Jawa Timur.
Selain memberi kesempatan istri napi bekerja, Aipda Ely juga menggandeng warga yang berstatus janda di lingkungan rumahnya, anggota polisi, bhayangkari serta pegawai negeri yang hendak pensiun. Kini total reseller beras murahnya mencapai lebih dari 30 orang.
"Kalau di total dengan anggota Polri, Bhayangkari, PNS yang sudah mau pensiun dan masyarakat ada 30 orang lebih reseller beras. Kalau pengguna narkoba relatif dia 99 persen akan melakukan kebohongan. Jadi saya merekrutnya istri-istri tahanan dan penyalahguna," jelas Aipda Ely.
Polwan yang hobi memasak ini bahkan menggaet ayah dari napi narkoba untuk menjadi reseller beras murahnya. Khusus keluarga para napi, ujar Aipda Ely, diberikan berjualan beras tanpa modal.
"Ada juga bapaknya napi, anaknya saya tahan. Bapaknya kan GoJek, dia merasa tidak mampu untuk menghidupi keluarga karena anaknya ditahan. Dia stres, akhirnya saya panggil, dia datang ke rumah, lalu saya ajak, 'Yuk kalau mau cari tambahan rezeki', dia mau saya ajari berdagang beras," terang Aipda Ely.
"Saya ajari teorinya berdagang beras, sembako seperti ini, lalu nanti untungnya begini. Khusus untuk mereka mengambil beras di saya tanpa modal sama sekali," lanjut Aipda Ely.
Aipda Ely mengatakan dirinya sadar betul harus butuh banyak kesabaran mengajarkan orang yang tak pernah bekerja, apalagi memberi para istri napi kesempatan berjualan tanpa modal. Namun ibu tiga anak ini mengaku kedekatan emosional menjadi modal cukup baginya untuk mempercayai para istri napi tersebut.
"Kalau mereka-mereka ada bingung sama pertanyaan pembeli tentang beras, atau menjelaskan jenis beras yang dijual, saya persilakan telepon saya saja. Saya juga nggak apa-apa kalau mereka bayar mundur," ujar dia.
"Asas kepercayaan, alhamdulillah mereka tidak ada yang berbohong maupun menipu saya. Niat saya ibadah saja. Misalnya pertama ambil 100 kg itu 4 kemasan masing-masing 25 kg, nanti dia ke sini lagi bayar. Awalnya 4 istri napi yang ikut saya sekarang 8," imbuh Aipda Ely.
Baca selengkapnya cerita Aipda Ely tentang istri napi yang dipandang sebelah mata di halaman selanjutnya.
Simak juga Video: Hoegeng Awards 2023: Penghargaan Pahlawan Tuk Polisi Teladan
Istri Napi Dipandang Sebelah Mata
Di sisi lain, Aipda Ely mengatakan rasa ibanya pada para istri napi kasus narkoba berawal dari cerita-cerita mereka yang kebanyakan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Aipda Ely menuturkan istri para pengedar atau bandar kecil narkoba ini tak punya keahlian karena sehari-hari hanya sebagai ibu rumah tangga.
Kondisi tak punya keahlian inilah yang menjadi salah satu alasan istri para pengedar atau bandar kecil narkoba bertahan dengan perilaku kasar sang suami. Mereka pun pasrah menerima KDRT.
"Yang paling menyedihkan, mereka itu selain suaminya jadi napi, dia di-KDRT suaminya," sebut Aipda Ely.
Setelah mendengar banyak cerita seperti itu, Aipda Ely berinisiatif membina para istri napi narkoba agar bisa mandiri dan percaya diri. Walaupun, lanjut Aipda Ely, para istri napi narkoba dikucilkan di lingkungannya karena ulah sang suami yang tertangkap polisi.
"Makanya saya nasihatin yang penting usaha dari saya bisa untuk menyambung hidup mereka, anak-anak sekolah. Untung-untung kalau bisa buat ditabung. Pernah mereka cerita ke saya soal respons orang-orang ditawari beras, karena mereka istri napi jadi ada yang memandang negatif," cerita Aipda Ely.
Aipda Ely pun membesarkan hati para istri napi narkoba tersebut. Polwan Angkatan 26 yang lulus Sekolah Polwan pada 2002 ini berpesan kepada 'reseller khusus'-nya ini bahwa yang terpenting adalah bekerja dengan jujur, sehingga pandangan negatif tersebut akan hilang dengan sendirinya. Aipda Ely mengatakan istri napi paling muda yang digandengnya menjadi mitra reseller beras sekitar umur 35 tahun, sementara yang paling tua berusia sekirar 50 tahun.
"Saya bilang, 'Optimis saja, yang berbuat (kriminal) kan suamimu, yang penting kamu berbuat baik saja. Kalau rumor itu pasti akan menghilang seiring waktu, secepatnya. Yang penting mau usaha dan bekerja supaya tidak diremehkan sama orang'. Paling muda usia 35 tahun, paling tua mungkin usianya 50-an," jelas Aipda Ely.
![]() |
Berdayakan Pemuda Bermasalah Juga
Tak hanya istri para narapidana, Aipda Ely juga menggandeng pemuda sekitar rumahnya di Surabaya Timur sebagai kuli panggul. Aipda Ely yakin memberi kesempatan para anak muda untuk bekerja dapat menekan potensi gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).
"Tiap beras datang, sebenarnya saya bisa sewa kuli dari luar. Tiga sampai empat orang itu sudah cukup, dan saya hanya bayar 300 sampai 400 ribu. Tapi saya nggak mau menyewa kuli dari luar untuk menurunkan beras dari truk," kata Aipda Ely.
Aipda Ely menerangkan dulu di lingkungan tempat tinggalnya kerap terjadi kasus pencurian, hingga penyalahgunaan narkoba karena para remaja dan pemuda tak memiliki wadah kegiatan positif, dan sehari-hari hanya menganggur. Kini tiap bongkar muat beras dari truk, sedikitnya 8 remaja dan pemuda akan dia panggil untuk menjadi kuli panggul.
"Di tempat saya ini dulu itu banyak anak remajanya yang nakal karena tidak kerja. Nakalnya macam-macam, ada yang mencuril ah, narkoba lah di Surabaya Timur. Saya merekrut para pemuda ini, saya memberdayakan pemuda-pemuda nganggur di lingkungan sekitar, bergantian 8 orang karena mereka bukan kuli tulen, dengan upah masing-masing Rp 100 ribu," ujar Aipda Ely.
Kemudian Aipda Ely menggandeng pengemudi becak yang sehari-hari mangkal di ujung jalan rumahnya untuk terlibat di sisi pemasaran beras murah ini. Agar pembeli tahu ada penjual beras murah, Aipda Ely tak memasang pelang usaha, melainkan menempelkan stiker "Agen Beras Murah,
"Rumah saya itu di ujung, jalan buntu. Jarang orang yang lewat. Tadinya saya mau pasang pelang supaya orang tahu ada penjual beras murah. Tapi untung pasang pelang ternyata izinnya harus ke kecamatan, Pol PP. Akhirnya saya pilih yang sederhana, ada bapak-bapak becak yang mangkal di ujung jalan rumah saya, nah itu saya kasih stiker di becaknya 'Agen Beras Murah'. Mereka juga saya bagi hasil (penjualan beras)-nya. Jadi sama-sama membantu," sebut Aipda Ely.
Simak jatuh-bangunnya Aipda Ely merintis UMKM di halaman berikutnya.
Dulu Beras Laku 1 Ton, Kini 12 Ton Per Pekan
Latar belakang orang tua yang memiliki penggilingan padi di Ngawi, tak lantas membuat Aipda Ely sukses meniti UMKM-nya. Aipda Ely menceritakan justru awalnya dia mencari rezeki tambahan di luar gaji sebagai polwan, dari berjualan nasi bakar di pujasera.
Karena kesibukannya sebagai polwan, Aipda Ely merekrut para janda yang hidup dalam kondisi ekonomi kurang sejahtera dan keluarga tersangka kasus narkoba pada 2017. Namun saat pandemi COVID-19 melanda Tanah Air, bisnis kulinernya terpuruk dan gulung tikar,
"Tahun 2017 saya punya usaha kecil-kecilan, menyalurkan hobi memasak. Saya sewa tempat di pujasera, jualan nasi bakar, itu saya mempekerjakan dulu keluarga-keluarga tersangka yang ditinggal, dipenjara gitu. Itu mereka sebagai karyawan saya," ujar Aipda Ely.
"Sebenarnya saya nggak niat jualan nasi bakar, tapi karena mereka yang cari kerjaan, jadi saya kasih kerjaan, kebetulan saya suka masak, menyalurkan hobi. 2020 Kena pandemi, hancur semua usaha kuliner saya," sambung dia.
Aipda Ely kemudian mengaku memutar otak agar para pekerjanya tak kehilangan pekerjaan. Dia lalu bertukar pikiran dengan orang tuanya.
"Akhirnya saya berpikir usaha apa ya, sedangkan saya harus mempertahankan mereka supaya masih bisa menghidupi keluarga, karena yang ikut saya nggak hanya istri-istri napi, tapi juga janda-janda," tutur dia.
Usai berbicara dengan kedua orang tuanya, Aipda Ely mendapatkan ditawarkan mengembangkan usaha jual beras murah. Dia pun mengiyakan, meski tahu bisnis UMKM-nya akan melawan beras-beras produksi pabrikan besar, bahkan beras impor.
"Saya lalu berpikir, orang tua saya punya penggilingan padi di Ngawi, kemudian ibu saya menawari, 'Gimana kalau jualan beras supaya pekerjamu tidak kamu rumahkan'. Akhirnya saya merintis dari awal menjual beras dengan merk baru di kota besar, kan tantangannya juga harus bisa meyakinkan pembeli," cerita Aipda Ely.
![]() |
Aipda Ely, boleh dikatakan, kini memetik buah atas hasil usahanya. Dari yang awalnya beras hanya laku satu ton per pekan, kini 12 ton per pekan.
"Beras saya beras biasa, kalau di sini bilangnya beras sayur. Saya mencoba menawarkan dari warung ke warung. Saya percaya kalau niat baik insyaAllah pasti ada jalan. Akhirnya dari Ngawi yang semula 1 bulan cuma didrop 1 ton beras ke rumah saya, sekarang alhamdulillah itu saya bisa menjual 12 ton beras dalam satu minggu," ungkap dia.
Untuk memotivasi para reseller, lanjut Aipda Ely, dirinya selalu memberi apresiasi berupa kotak semangat kepada mereka yang mengambil terbanyak serta menjual tercepat beras murahnya. Kotak semangat berisi sembako serta uang tunai yang merupakan bonus.
Aipda Ely sangat yakin, usahanya saat ini berkembang bukan hanya karena faktor ide, strategi dan sistem penjualan, namun karena doa-doa orang yang merasakan manfaat atau dampak positif dari usaha beras ini.
"Usaha itu kan nggak gampang ya, apalagi rumah saya ini di jalan buntu tapi saya bisa menjual beras seminggu 12 ton, itu kenapa? Karena saya yakin doa-doa mereka, kesaktian dari doa-doa mereka yang saya bantu. Saya ingin menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. Kalau saya berguna, saya ada kepuasan sendiri. Bonusnya ke saya ya doa-doa mereka itu sehingga saya diberi kelancaran dalam bekerja dan berusaha," ungkap Aipda Ely.
Terakhir, dia berpesan pada semua polwan untuk menjadi mutiara. Dia berpesan agar polwan membentuk kualitas diri.
"Jadilah seorang mutiara, walaupun berada di dalam lumpur tetap akan menjadi mutiara. Dengan cara bagaimana? Ciptakan kualitas dalam diri sendiri, menciptakan brand dan image adalah diri sendiri, yang menilai orang lain. Tetaplah berbuat baik di mana pun berada, kepada siapapun. Biarkan orang lain yang menilai. Pasti ada saja yang tidak suka dengan orang baik, biarkan. Tetaplah berbuat baik dan berguna bagi orang-orang," pungkas Aipda Ely.