Pengacara dari Mario Dandy Satrio, Andreas Nahot Silitonga, menyampaikan bantun restitusi untuk Cristalino David Ozora bisa dibebankan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). LPSK menjawab bantuan dan restitusi merupakan hal yang berbeda.
Diketahui, Mario Dandy Satriyo telah dituntut 12 tahun penjara di kasus penganiayaan terhadap David Ozora. Jaksa juga menuntut Mario Dandy membayar restitusi Rp 120 miliar subsider 7 tahun penjara.
Mario Dandy mengaku tidak habis pikir jaksa tidak menyertakan hal yang dapat meringankan hukuman dalam tuntutannya. Dia juga mengaku siap membayar restitusi semampunya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Majelis hakim Yang Mulia, pada kesempatan ini saya juga ingin menyampaikan rasa kecewa atas tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut dengan pidana maksimal tanpa sedikit pun mempertimbangkan alasan-alasan yang meringankan," kata Mario Dandy saat membacakan nota pembelaan pribadinya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (22/3).
Mario Dandy Tolak Bayar Restitusi
Andreas Nahot Silitonga, menolak membayar ganti rugi atau restitusi Rp 120 miliar kepada Cristalino David Ozora (17). Andreas menyebut pemberian bantuan untuk meringankan korban bisa dibebankan pada anggaran LPSK.
Hal itu disampaikan Andreas saat membacakan duplik Mario Dandy terkait kasus penganiayaan terhadap Cristalino David Ozora di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (29/8/2023).
Awalnya, Andreas menyinggung aturan mengenai pemberian bantuan kepada korban tindak pidana penganiayaan berat.
"Tim penasihat hukum berpendapat bahwa untuk membantu meringankan penderitaan anak korban seharusnya dapat dilakukan sesuai dengan Pasal 37 ayat 1 dan ayat 2 PP Nomor 7 tahun 2018 yang menyebutkan saksi atau korban pelanggaran hak asasi manusia berat, tindakan pidana terorisme, tindakan pidana perdagangan orang, tindak pidana penyiksaan, tindak pidana kekerasan seksual, dan penganiayaan berat, berhak memperoleh bantuan," kata Andreas.
Dia menyebut pemberian bantuan itu seperti bantuan medis, bantuan psikososial hingga psikologi. Dia menyebut korban penganiayaan berat berhak menerima bantuan sesuai aturan itu.
"Ayat 2 bantuan yang sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berupa bantuan medis dan bantuan rehabilitasi, psikososial dan psikologi dalam lanjut pada halaman 2 pada penjelasan atas PP Nomor 7 tahun 2018 menyebutkan dalam PP ini mengatur pemberian bantuan terhadap korban pelanggaran HAM berat, korban tindak pidana terorisme, korban tindak pidana perdagangan orang, korban tindak pidana penyiksaan, korban tindak pidana kekerasan seksual, dan korban penganiayaan berat," katanya.
Dia mengatakan aturan tersebut juga mengatur kompensasi kepada korban dapat dibebankan kepada anggaran LPSK. Dia menolak perhitungan restitusi Rp 120 miliar karena menganggapnya tak sesuai aturan.
"Dalam peraturan pemerintah ini diatur pula ketentuan mengenai pendanaan untuk pembayaran kompensasi pemberian bantuan yang dibebankan pada anggaran LPSK. Pelaksanaan pencairan dana untuk kompensasi dan pemberian bantuan dilaksanakan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," kata Andreas.
"Menolak perhitungan restitusi LPSK karena tidak dibuat berdasarkan peraturan UU yang berlaku," sambungnya.
Simak juga Video 'Mario Dandy Kecewa Dituntut 12 Tahun Penjara dan Sebut Usianya Masih Muda':
Selanjutnya: Jawaban LPSK.
Jawaban LPSK
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi menyatakan pemberian bantuan berupa psikologi hingga psikososial memang bagian program perlindungan LPSK. Namun tidak untuk pembayaran restitusi.
"Ya, kalau bantuan, benar, bantuan yang dimaksud menerima segala rehabilitasi medis, psikologis, psikososial, itu memang bagian dari program perlindungan," kata Edwin saat dihubungi, Selasa (29/8/2023).
Namun Edwin mengatakan bantuan yang diberikan LPSK berbeda dengan restitusi atau ganti rugi terhadap korban. Edwin menyebut restitusi menjadi tanggung jawab pelaku tindak pidana, yang dalam hal ini adalah Mario Dandy Satriyo.
![]() |
"Tetapi itu hal yang berbeda dengan restitusi, yang juga kan korban yang LPSK tangani bukan hanya Mario Dandy, tentu ada batas waktu, ada batas anggaran yang bisa LPSK alokasikan. Tapi, menyangkut restitusi, itu memang tanggung jawab pelaku. Jadi keliru kalau LPSK diminta bayar restitusi," tuturnya.
"Jadi antara pemulihannya LPSK lakukan, dengan tanggung jawab pelaku untuk membayar ganti kerugian itu, itu dua hal yang berbeda," sambungnya.
Pemulihan yang diberikan LPSK, katanya, tidak bisa mengalihkan tanggung jawab pelaku untuk membayar restitusi. Edwin menyebut negara mewajibkan pelaku tindak pidana untuk membayar ganti rugi atas perbuatannya.
"Jadi memang ada pemulihan yang LPSK lakukan tetapi tidak kemudian itu mengalihkan tanggung jawab pelaku atau tanggung jawab pelaku ke LPSK, karena yang membuat perbuatan itu kepada David Ozora kan pelakunya Mario Dandy. Negara mewajibkan kepada pelaku untuk membayar ganti rugi," kata Edwin.