ICW Kritik Jaksa Agung dan Mahfud Md soal Tunda Kasus Capres Jelang Pemilu

Yulida Medistiara - detikNews
Selasa, 22 Agu 2023 13:37 WIB
Kurnia Ramadhana (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

ICW mengkritik kebijakan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin yang meminta jajarannya menunda pengusutan laporan kasus korupsi yang melibatkan capres, cawapres, caleg, hingga calon kepala daerah sampai tahapan Pemilu 2024 selesai. ICW juga mengkritik Menko Polhukam Mahfud Md yang mendukung pernyataan Jaksa Agung.

"Pernyataan Jaksa Agung mengenai penundaan pemeriksaan indikasi tindak pidana korupsi calon presiden, wakil presiden, anggota legislatif, maupun kepala daerah jelang Pemilu 2024 jelas tidak berdasar hukum dan sangat menyesatkan," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Selasa (22/8/2023).

ICW menyebut, di dalam peraturan perundang-undangan, di Indonesia tidak mengenal adanya penundaan karena alasan apa pun, terlebih pemilu. Selain itu, ICW menilai kebijakan Jaksa Agung tersebut melanggar hak masyarakat yang menginginkan calon pemimpin yang bersih.

"Mestinya sebagai seorang Jaksa Agung, pimpinan tertinggi lembaga penegak hukum, ia memahami bahwa setiap tingkatan proses hukum memiliki tolak ukur yang jelas. Misalnya, jika naik ke tingkat penyidikan, maka penyidik harus memiliki bukti permulaan yang cukup atau minimal dua alat bukti," kata Kurnia.

"Selain itu, instruksi Jaksa Agung tersebut melanggar hak asasi masyarakat yang menginginkan wakil rakyat atau kepala daerah terpilih bersih dari praktik korupsi," katanya.

Tak hanya itu, ICW juga menyesalkan pernyataan Menko Polhukam Mahfud Md. ICW menilai mestinya Mahfud meluruskan, tetapi justru Mahfud mendukung Jaksa Agung.

"Bukannya meluruskan, Mahfud malah ikut-ikutan sesat pikir mengenai hal tersebut. Ia menyampaikan tentang potensi kriminalisasi para kandidat dalam pemilu," kata Kurnia.

"Bagi ICW, argumentasi itu kering dan melompat dari permasalahan utama. Sebab, jika masalahnya kriminalisasi, solusinya adalah meningkatkan profesionalisme penegak hukum, bukan malah menunda prosesnya," ujarnya.

Karena itu, ICW menyarankan Jaksa Agung Burhanuddin maupun Menko Polhukam Mahfud Md untuk membaca mengenai data korupsi politik yang ada di KPK. ICW menyebut, sepanjang 2004-2022, dari total 1.519 tersangka, sepertiga di antaranya atau sekitar 521 orang berasal dari klaster politik, baik anggota legislatif maupun kepala daerah.

"Mestinya itu dijadikan pemantik oleh aparat penegak hukum untuk semakin giat dan gencar memburu koruptor. Namun yang terjadi malah sebaliknya," katanya.

Baca halaman selanjutnya.




(yld/dhn)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork