Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hukum dan HAM Ikhsan Abdullah menyoroti judicial review (JR) kewenangan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam penyidikan perkara korupsi. Ikhsan menilai kewenangan Kejaksaan RI dalam menindak kasus korupsi harus dipertahankan.
Menurut Ikhsan kewenangan Kejaksaan itu patut dipertahankan karena keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saja tidak cukup untuk menindak kasus korupsi di Tanah Air.
"KPK sejak awal dibentuk untuk memperkuat Kejaksaan dalam memberantas korupsi, bukan untuk melucuti kewenangan Kejaksaan dalam menangani tindak pidana korupsi yang sekarang sudah seperti air bah," kata Ikhsan dalam keterangan tertulis, Sabtu (10/6/2023).
Ia menambahkan keberadaan KPK bukan berarti menghilangkan kewenangan Kejaksaan dalam penindakan kasus korupsi. Lebih lanjut, dia menyampaikan kewenangan Kejaksaan dalam menindak kasus korupsi yang diberikan oleh negara merupakan atribusi Kejaksaan sebagai "requisitoir", yakni penuntut umum yang mewakili negara terhadap tindak pidana, termasuk korupsi.
"Pembentukan KPK sebenarnya merupakan komisi saja untuk memperkuat Kejaksaan dalam upaya memberantas korupsi sehingga diharapkan kejahatan yang merupakan extra ordinary crime tersebut menurun, baik dari angka maupun modus dan kualitasnya. Jadi, bukan berarti kewenangan kejaksaan malah dihilangkan," jelas dia.
Ikhsan menyampaikan pula Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 mengatur bahwa kewenangan Kejaksaan tetap melekat, termasuk dalam menangani tindak pidana korupsi. Saat ini, menurutnya, yang perlu dibenahi adalah Kejaksaan jangan sampai menjadi alat kekuasaan penguasa.
"Yang harus diingatkan oleh masyarakat adalah jangan sampai Kejaksaan dipergunakan sebagai alat kekuasaan penguasa untuk membungkam orang atau kelompok yang secara politik berseberangan dengan Kekuasaan," tuturnya.
Diketahui sebelumnya seorang advokat Yasin Djamaludin menggugat UU Kejaksaan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Yasin Djamaludin meminta kewenangan Kejaksaan untuk menyelidiki dan menyidik kasus korupsi dihapus.
"Menyatakan Pasal 30 Ayat (1) huruf d Kejaksaan RI bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," demikian permohonan Nurhidayat sebagaimana dikutip dari website MK, Minggu (12/3/2023).
Demikian juga kewenangan jaksa sebagaimana diatur dalam Pasal 39, Pasal 44 ayat 4 dan ayat 5 sepanjang frase 'atau kejaksaan' di UU Tipikor.
"Menyatakan Pasal 44 ayat (4) dan Ayat (5) Khusus frasa 'atau Kejaksaan", Pasal 50 Ayat (1), Ayat (2) dan Ayat (3) Khusus frasa 'atau Kejaksaan" dan Pasal 50 ayat (4) khusus frasa 'dan/atau kejaksaan' Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," pinta Yasin.
(dwia/azh)