Desakan DPR RI untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) muncul. Desakan ini disampaikan oleh tiga lembaga negara, yakni Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Hal itu disampaikan dalam konferensi pers di Kantor Komnas Perempuan, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (14/2/2023). Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengatakan korban dari UU PPRT ini adalah perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga sehingga bisa jadi alasan kuat agar RUU tersebut disahkan.
"Korban dari RUU ini adalah Perempuan, miskin dan sebagian besar dari pedesaan yang secara de facto dan de jure kerap menjadi tulang punggung keluarga dan orang tua tunggal," kata Andy kepada wartawan di Kantor Komnas Perempuan, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (14/2).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini kan seharusnya jadi alasan kuat untuk mempercepat pengesahan. Menurut saya ini RUU yang negosiasinya paling rendah yang bisa dilakukan oleh pekerja rumah tangga," lanjutnya.
Andy mengatakan perempuan dan anak di Indonesia rentan masuk ke sektor pekerja rumah tangga yang tak memberikan jaminan upah, keselamatan, dan kesehatan yang jelas. Pihaknya meminta fraksi di DPR berkomitmen dalam melindungi warga negara, khususnya perempuan pekerja rumah tangga.
"Kami meminta fraksi-fraksi di Badan Legislasi DPR RI untuk terus berkomitmen, berpihak, dan berupaya dalam melindungi warga negara khususnya perempuan yang merupakan bagian dari kelompok rentan dan memberikan dukungan pengesahan RUU PPRT," ujarnya.
Ia juga menegaskan agar pemerintah dan DPR RI harus membuka ruang partisipasi substantif masyarakat, khususnya organisasi masyarakat sipil dan pekerja rumah tangga, dalam pembahasan RUU PPRT tersebut.
"Pemerintah dan DPR RI harus membuka ruang partisipasi substantif masyarakat, khususnya organisasi masyarakat sipil dan pekerja rumah tangga, dalam pembahasan RUU PPRT," tuturnya.
Tiga lembaga tersebut juga mendorong agar Tim Gugus Tugas Percepatan Pembentukan RUU PPRT melakukan komunikasi secara aktif dengan DPR dan melakukan dialog dengan sejumlah lembaga negara hak asasi manusia dan masyarakat sipil untuk memperkuat substansi RUU PPRT.
Selengkapnya di halaman berikutnya.
Simak Video 'RUU PPRT 19 Tahun Belum Disahkan, Mahfud Sindir Ada UU Seminggu Jadi':
Pihaknya juga mengharap dukungan dari organisasi masyarakat sipil untuk secara aktif mengawal pembahasan dan pengesahan RUU PPRT di DPR RI.
"Mengapresiasi dan mengharapkan dukungan berkelanjutan organisasi masyarakat sipil, termasuk tokoh agama, organisasi perempuan, akademisi, dan media massa untuk secara aktif mengawal pembahasan dan pengesahan RUU PPRT di DPR RI demi terwujudnya pengesahan RUU PPRT pada 2023 ini," ujarnya.
Komnas Perempuan mencatat kasus yang dialami mayoritas pekerja rumah tangga adalah diskriminasi dan kekerasan. Periode 2005-2022, Komnas Perempuan mengidentifikasikan adanya 2.344 kasus kekerasan yang dilaporkan para pekerja rumah tangga.
Sementara itu, Komnas Perempuan menerima pengaduan langsung sebanyak 29 kasus pada periode 2017-2022, dengan bentuk kekerasan yang beragam, seperti kekerasan fisik hingga gaji yang tidak dibayar.