KontraS Minta Rekrutmen Hakim Ad Hoc Pengadilan HAM Diulang!

ADVERTISEMENT

KontraS Minta Rekrutmen Hakim Ad Hoc Pengadilan HAM Diulang!

Danu Damarjati - detikNews
Senin, 06 Feb 2023 12:24 WIB
Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti bersama perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil #BersihkanIndonesia memberikan keterangan saat konferensi pers di Kantor KontraS, Jakarta, Rabu (23/3/2022).
Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti (Agung Pambudhy/detikcom)
Jakarta -

Lewat proses seleksi, Komisi Yudisial (KY) telah mendapatkan tiga calon hakim ad hoc pengadilan hak asasi manusia (HAM) untuk mengadili kasus pelanggaran HAM berat di Paniai, Papua. Namun Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) tidak terima dengan hasil rekrutmen itu. Mereka meminta proses seleksi diulang karena calon-calon terpilih dinilai tidak kompeten soal HAM.

"Mempertimbangkan kembali untuk melakukan proses rekrutmen hakim ad hoc hak asasi manusia untuk mencari kandidat hakim ad hoc hak asasi manusia yang kredibel," desak Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti, dalam keterangan tertulis yang diakses detikcom, Senin (6/2/2023).

KontraS turut menghadiri wawancara terbuka rekrutmen calon hakim ad hoc pengadilan HAM pada 31 Januari-2 Februari 2023. KontraS menyimpulkan para calon hakim HAM itu tidak punya cukup pengetahuan tentang HAM sehingga berbahaya bila diamanati tanggung jawab menjadi pengadil soal pelanggaran HAM.

"Kami meragukan kualitas dan pemahaman para calon hakim ad hoc HAM yang tentu akan berdampak secara signifikan pada keberadaan proses persidangan yang akan berjalan. Keraguan tersebut kemudian terbukti pada wawancara terbuka tanggal 2 Februari 2023 yang kami hadiri," kata Fatia.

KontraS menilai beberapa calon hakim belum paham perbedaan antara pelanggaran HAM di UU 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dengan pelanggaran HAM berat di UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Para calon juga tidak bisa menjelaskan unsur utama kejahatan kemanusiaan, yakni unsur 'meluas' dan 'sistematis'.

Seorang calon juga mengaku tidak mengerti soal mekanisme kompensasi dan restitusi, belum membaca Perma Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi kepada Korban Tindak Pidana.

Calon lainnya tidak bisa membedakan mekanisme yudisial dengan non-yudisial dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat. Calon juga mengaku tidak paham pertanggungjawaban komando sebagaimana diatur dalam UU Pengadilan HAM.

"Minimnya pengetahuan tersebut tentu saja berbahaya bagi Pengadilan HAM, mengingat para calon jika terpilih akan diberi tugas mengadili kasus pelanggaran HAM berat Paniai pada tingkat Kasasi," kata Fatia.

KontraS juga tidak bisa menerima kecenderungan para calon hakim ad hoc pengadilan HAM yang cenderung setuju pada penyelesaian non-yudisial. Mereka juga tidak tahu soal ICCPR (Konvenan Internasional Hak Sipil dan Politik). Ada pula calon yang salah menyebut lokasi pelanggaran HAM berat.

"Berdasarkan temuan-temuan tersebut, kami mendesak Komisi Yudisial agar, pertama, tidak meloloskan calon hakim ad hoc HAM yang memiliki pengetahuan minim terhadap mekanisme Pengadilan HAM serta HAM secara keseluruhan," kata Fatia.

Ada lagi, calon yang punya rekam jejak yang buruk. Satu calon tersebut melakukan rekayasa dokumen pendaftaran dan mengakui perbuatannya tidak etis. Padahal calon tersebut pernah menjabat hakim ad hoc Tipikor selama 10 tahun.

Simak juga Video 'KontraS Sebut Ada Upaya Intimidasi Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan':

[Gambas:Video 20detik]



(dnu/asp)


ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT