Saat KPK Vs Lukas Enembe Merembet ke Hukum Adat

Saat KPK Vs Lukas Enembe Merembet ke Hukum Adat

Tim detikcom - detikNews
Rabu, 12 Okt 2022 07:31 WIB
Profil Lukas Enembe, Kini Dicegah ke LN Usai Jadi Tersangka
Foto: Andhika Prasetia/detikcom
Jakarta -

Kasus yang menjerat Lukas Enembe tak kunjung selesai. Bukannya hadir ke KPK, Lukas Enembe, lewat kuasa hukumnya Aloysius Renwarin, justru mengklaim warga Papua meminta pengusutan perkaranya dilakukan secara adat.

Aloysius Renwarin mengatakan alasannya Lukas Enembe merupakan kepala suku besar di Papua.

"Masyarakat Papua mau selesaikan secara hukum adat Papua," kata Aloysius di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Senin (10/10).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Berarti semua urusan akan dialihkan kepada adat, yang mengambil sesuai hukum adat yang berlaku di tanah Papua," tambahnya.

Dia mengklaim warga Papua juga meminta pemeriksaan terhadap Lukas Enembe dilakukan di lapangan secara terbuka di Jayapura, Papua. Dia mengklaim warga tidak ingin Lukas Enembe diperiksa di Jakarta.

ADVERTISEMENT

"Pemanggilan terhadap Pak Lukas telah disepakati oleh keluarga dan masyarakat adat Papua. Mereka menyatakan pemeriksaan Pak Lukas dilakukan di Jayapura, dilakukan-disaksikan oleh masyarakat Papua di lapangan terbuka ketika diperiksa," jelas Aloysius.

Dia mengklaim permintaan itu juga berlaku untuk istri dan anak Lukas Enembe, yakni Yulce Wenda dan Astract Bona Timoramo Enembe. Dia mengatakan pemeriksaan bisa dilakukan di Jayapura.

"Juga terhadap Ibu Lukas dan anaknya Bona, tetap dilakukan di Papua. Kalau dipaksakan, diperiksa di sana," tutupnya.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.

Simak Video: Respons KPK soal Lukas Enembe Diproses secara Hukum Adat

[Gambas:Video 20detik]




Anak-Istri Lukas Enembe Menolak Bersaksi

Tak cuma itu, istri dan anak Lukas Enembe, Yulce Wenda dan Astract Bona Timoramo Enembe, juga enggan membantu KPK memperjelas kasus yang menimpa Lukas Enembe. Keduanya menolak bersaksi di kasus suap dugaan dan gratifikasi APBD Provinsi Papua. Mereka secara resmi menyerahkan surat penolakan menjadi saksi ke KPK.

"Tim hukum dan advokasi Gubernur Papua mendatangi gedung Merah Putih KPK untuk menemui pimpinan KPK di Jakarta, Senin. Kedatangan tim yang bertindak sebagai kuasa hukum Yulce Wenda, istri Gubernur Papua Lukas Enembe, dan Astract Bona Timoramo Enembe, anak Gubernur Papua Lukas Enembe, untuk menyerahkan surat menolak atau mengundurkan diri menjadi saksi," kata anggota tim hukum dan advokasi Lukas Enembe, Emanuel Herdiyanto, dalam keterangannya, Senin (10/10).

Dia menjelaskan, secara yuridis, Yulce Wenda dan Astract Bona Timoramo memiliki hubungan sedarah dengan Lukas Enembe. Menurutnya, dalam Pasal 35 Undang-Undang No 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kliennya tidak wajib memberikan keterangan saksi, apalagi jika tidak menghendaki.

Selain itu, Aloysius menyebut hukum adat melarang istri dan anaknya diperiksa KPK sebagai saksi.

"Ada kearifan lokal di Papua yang perlu diperhatikan oleh penyidik KPK untuk memanggil Yulce Wenda dan Astract Bona Timoramo Enembe sebagai saksi ke Jakarta," ujar Aloysius.

Aloysius mengungkapkan kepala suku Lanny telah melarang Yulce Wenda dan Astract Bona Timoramo pergi ke Jakarta atau meninggalkan tanah Papua. Hal ini karena keduanya harus menjaga Lukas yang sedang sakit.

"Karena mereka itu satu kesatuan, dengan Gubernur Papua Lukas Enembe, jadi tidak bisa dipisahkan," katanya.

Lebih lanjut Aloysius bercerita, berdasarkan adat budaya di Papua, jika terjadi peperangan, yang tidak bisa disentuh adalah anak, perempuan (istri), dan juga orang tua serta orang yang sedang sakit.

"Jadi secara adat di Papua, dengan memperhatikan kearifan lokal yang ada, terhadap istri dan anaknya, tidak dapat diganggu. Gubernur Papua sedang sakit, secara budaya harus dihargai. Terhadap Gubernur Papua harus diberikan akses untuk pemulihan kesehatan termasuk dibuka kembali rekening yang diblokir, supaya bisa dipakai untuk pengobatan," tegasnya.

Simak respons KPK di halaman berikutnya.

Respons KPK

KPK merespons pernyataan pihak Lukas Enembe yang mengklaim bahwa masyarakat Papua meminta kasus Gubernur itu diselesaikan menggunakan hukum adat. KPK khawatir hal itu berdampak pada nilai luhur masyarakat Papua sendiri.

"Kami khawatir statement yang kontraproduktif tersebut justru dapat mencederai nilai-nilai luhur masyarakat Papua itu sendiri," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (11/10/2022).

Ali optimistis tokoh masyarakat Papua justru berpegang teguh menjaga nilai luhur adat yang memiliki sikap kejujuran dan antikorupsi. Menurut Ali, masyarakat adat Papua bakal mendukung penuh upaya KPK dalam pemberantasan korupsi di Bumi Cenderawasih.

"Kami meyakini para tokoh masyarakat Papua tetap teguh menjaga nilai-nilai luhur adat yang diyakininya, termasuk nilai kejujuran dan antikorupsi. Sehingga tentunya juga mendukung penuh upaya pemberantasan korupsi di Papua," terangnya.

Ali lantas menyinggung pernyataan kuasa hukum Lukas Enembe terkait hukum adat. Semestinya, kata Ali, mereka dapat memberikan nasihat yang profesional.

"Justru KPK menyayangkan pernyataan dari penasihat hukum tersangka, yang mestinya tahu dan paham persoalan hukum ini, sehingga bisa memberikan nasihat-nasihat secara profesional," jelas Ali.

Dia membenarkan soal adanya eksistensi hukum adat di Indonesia. Namun, dalam kasus korupsi, KPK tetap menggunakan hukum positif yang berlaku secara nasional.

"Namun untuk kejahatan, terlebih korupsi, baik hukum acara formil maupun materiil tentu mempergunakan hukum positif yang berlaku secara nasional," tuturnya.

Ali menambahkan hukum positif yang berlaku itu juga tidak bakal berpengaruh apabila pelaku telah mendapat sanksi moral maupun sanksi adat.

"Perihal apabila hukum adat kemudian juga akan memberikan sanksi moral atau adat kepada pelaku tindak kejahatan, hal tersebut tentu tidak berpengaruh pada proses penegakan hukum positif sesuai UU yang berlaku," tutup Ali.

Halaman 2 dari 3
(maa/maa)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads