Polisi saat ini menyelidiki kasus KDRT yang dilakukan artis Rizky Billar kepada istrinya, Lesti Kejora. Rizky terancam penjara selama 5 tahun jika terbukti melakukan kekerasan kepada istrinya.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan membagi tiga kategori hukuman terkait KDRT dari dampak luka yang diterima korban. Dalam kasus Lesti Kejora, tindakan KDRT itu baru menimbulkan luka ringan.
"Apabila menyebabkan luka seperti yang dialami Lesti ini ancamannya 5 tahun penjara dan dendannya Rp 15 juta," kata Zulpan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (30/9/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Zulpan mengatakan dalam kasus ini, Rizky Billar bisa dijerat dengan Pasal 44 UU RI Nomor 23 tahun 2004 tentang KDRT dengan ancaman hukuman 5 tahun.
"Apabila menyebabkan luka berat maka ancamannya 10 tahun," katanya.
detikcom merangkum kasus-kasus KDRT yang menyita perhatian publik. Sejumlah kasus dalam pemberitaan detikcom pelaku hanya ditajuhi hukuman penjara selama beberapa bulan bahkan divonis bebas. Berikut rangkumannya:
1. Mantan Suami Valencya Divonis Bebas
Kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dialami Valencya asal Karawang, Jawa Barat. Valencya melaporkan suaminya Chan Yun Ching atas dugaan melakukan KDRT berupa penelantaran keluarga.
Chan Yun Ching telah dituntut dengan hukuman enam bulan penjara. Chan Yun Ching balik melawan. Dalam agenda sidang pembacaan nota pembelaan atau pleidoi Chan Yun Ching menuduh Valencya melakukan prank hingga selingkuh.
"Kita semua juga mesti berhati-hati agar tidak kena prank atau lelucon dalam perkara ini. Kita pernah tahu ada prank terkait bantuan covid senilai Rp 2 triliun. Kita juga mengetahui ada prank tentang orang hilang digondol makhluk halus," kata pengacara terdakwa, Hotma Raja Bernard Nainggolan, saat membacakan pleidoi di Pengadilan Negeri (PN) Karawang, pada Selasa (30/11/2021).
"Karena itu, kita semua wajib meneliti dan mencermati secara utuh perkara ini, agar jangan sampai terkena prank tentang istri dituntut penjara karena memarahi suami mabuk dan prank tentang penelantaran keluarga. Padahal istri menguasai dan mengelola aset berupa harta bersama senilai Rp 30 M," ujar dia menambahkan.
Chan kemudian divonis bebas dalam kasus ini. Ketua majelis hakim Ismail Gunawan memutuskan Chan tidak bersalah sebagaimana tuntutan jaksa.
"Memutus bebas Chan Yun Ching karena tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan KDRT penelantaran istri," kata Ismail, Selasa (21/12/2021).
Kasus Valencya ini menjadi sorotan publik karena dituntut Jaksa selama 1 tahun penjara karena mengomeli suaminya Chan yang mabuk. Kasus ini menjadi antensi Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Kedua belah pihak saling lapor. Valencya dalam kasus dugaan KDRT psikis yang dilaporkan Chan juga divonis bebas.
Vonis bebas itu dibacakan saat Valencya mengikuti sidang putusan di Pengadilan Negeri (PN) Karawang pada Kamis (2/12/2021). Hakim menjatuhkan vonis bebas lantaran menilai Valencya tak terbukti melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan.
"Terdakwa Valencya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan penuntut umum. Membebaskan terdakwa dari dakwaan penuntut umum. Memulihkan hak hak terdakwa dalam kedudukan harkat martabatnya," ucap hakim saat membacakan amar putusannya.
Simak selengkapnya pada halaman berikut.
Saksikan juga 'Update Terkini Kasus KDRT Rizky Billar Terhadap Lesti Kejora':
2. Mantan Suami Nindy Ayunda Divonis 2 Bulan Bui
Kasus KDRT yang dialami oleh penyanyi Nindy Ayunda. Dalam kasus ini, mantan suami Nindy Ayunda, Askara Parasady Harsono, divonis 2 bulan penjara.
Nindy Ayunda melaporkan Askara Parasady Harsono ke Polres Metro Jakarta Selatan terkait kasus dugaan KDRT pada 19 Desember 2020. Setelah laporan, Polres Metro Jakarta Selatan menjalani pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dan ditemukan dua alat bukti. Askara pun ditetapkan sebagai tersangka pada Februari 2021.
Pada 16 Februari 2021, Nindy Ayunda dalam jumpa pers memperlihatkan dua buah foto berukuran besar dengan wajahnya yang penuh luka.
Foto tersebut menunjukkan luka lebam pada wajah dan lengan Nindy hingga rambutnya yang rontok akibat dijambak. Dua foto tersebut juga digadang-gadang menjadi bukti dari KDRT yang dilakukan Askara.
Pada sidang dakwaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Askara dengan Pasal 44 Ayat 1 dan Pasal 44 Ayat 4 Undang Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Askara Parasady Harsono kemudian divonis dua bulan penjara terkait kasus KDRT. Putusan itu dibacakan langsung oleh Hakim Ketua dalam sidang.
Sidang dijalankan pada pukul 16.15 WIB di Ruang Sidang enam Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (21/9/2021). Adapun isi putusan dibacakan oleh hakim ketua dalam persidangan sebagai berikut:
1. Menyatakan Askara Parasady Harsono terbukti secara sah tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang dialami Anindya. Tetapi luka tersebut tidak mengahalangi aktivitas sehari-hari.
2. Menjatuhkan pidana kepada Askara Parasady Harsono penjara selama 2 bulan.
3. Menyatakan barang bukti 1 flash disk yang berisi foto-foto luka lebam Anindya, buku nikah dan akan dikembalikan kepada Anindya.
4. Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp 2.000.
Askara hadir sebagai terdakwa secara daring dari Rutan Salemba. Ia juga tampak ditemani kuasa hukumnya saat sidang.
Mendengar putusan itu Askara kemudian menyerahkan secara langsung kepada kuasa hukumnya.
"Saya serahkan ke penasehat hukum saya yang mulia," ujar Askara.
Saat ditanya kembali mengenai pengajuan banding, pihak kuasa hukum Askara, Benedictus menegaskan untuk menerima hasil putusan itu. Hal itu sudah menjadi keputusan darinya yang sudah membicarakan hal ini dengan keluarga Askara Prasady Harsono.
"Terima kasih, berdasarkan hasil diskusi dengan Askara dan keluarganya, dengan putusan yang dibacakan, kami menerima putusan tersebut," tegas Benedictus Wisnu.
Nindy Ayunda dan Askara Parasady Harsono telah menikah sejak 2011. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai dua anak. Tetapi, pernikahan tersebut kandas setelah majelis hakim Pengadilan Agama (PA) Jakarta Selatan meresmikan perceraian mereka pada 6 Mei 2021.
Simak selengkapnya pada halaman berikut.
3. Dokter di Bandung Divonis 8 Bulan Percobaan
Dokter yang menjadi terdakwa perkara kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), AN (30) dijatuhi hukuman selama 4 bulan penjara dengan masa percobaaan 8 bulan. Kecewa atas putusan tersebut, korban KDRT yaitu mantan istri yang juga berprofesi sebagai dokter BR (32), langsung keluar meninggalkan ruang sidang sebelum sidang selesai.
Vonis tersebut jauh lebih ringan jika dibandingkan dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntutnya dengan hukuman selama 9 bulan penjara.
AN dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan kekerasan secara fisik pada istrinya saat itu. Ia disebut melanggar pasal 44 ayat 1 UU No 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rimah Tangga (KDRT) serta pasal 351 KUHPidana tentang penganiayaan.
"Terdakwa Achmad Naufal terbukti bersalah melakukan tindak kekerasan fisik dalam rumah tangga. Menjatuhkan hukuman selama 4 bulan dengan tidak perlu dijalani asal tidak melakukan perbuatan yang sama maksimal 8 bulan," ujar Ketua Majelis Hakim Krisman Sormin saat membacakan amar putusannya di ruang sidang VI Pengadilan Negeri Bandung, Jalan LRE Martadinata, Selasa (5/3/2013).
Sementara dakwaan primair yaitu pasal 4 ayat 4 UU no 23 tahun 2004 dinyatakan tak terbukti. Ayat 4 tersebut menjelaskan bahwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
"Tidak terbukti korban mengalami sakit yang menghalangi pekerjaannya," katanya.
Hal yang memberatkan terdakwa yaitu karena terdakwa secara umur telah dewasa, punya anak dan berpendidikan tinggi. "Tapi terdakwa tidak bisa menguasai diri," ucap Hakim.
4. Anggota DPRD Gunungkidul Divonis 3 Bulan Bui
Seorang anggota DPRD Kabupaten Gunungkidul periode 2019-2024, Sumaryanto, dijebloskan ke bui. Kejari Gunungkidul mengeksekusi politikus Gerindra itu setelah kasasinya terkait kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) ditolak Mahkamah Agung (MA).
Kasi Pidana Umum Kejari Gunungkidul Ari Hani Saputri mengatakan, Sumaryanto datang ke Kejari pada tanggal 5 Februari 2020. Sumaryanto menyerahkan diri dengan didampingi penasihat hukum dan selanjutnya dieksekusi ke Lapas Kelas II B Wonosari.
"Yang bersangkutan langsung dieksekusi untuk menjalani masa hukumannya tiga bulan penjara dan denda Rp 5 juta subsider satu bulan kurungan," kata Ari saat dihubungi wartawan, Jumat (7/2/2020).
Ari menjelaskan, Sumaryanto divonis empat bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Wonosari pada April 2019 silam. Hakim memutus Sumaryanto bersalah menelantarkan orang dalam rumah tangga dan melanggar UU KDRT Pasal 49 UU No 23 Tahun 2004.
Merasa tak puas dengan keputusan majelis hakim, Sumaryanto mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi kemudian mendapat keringanan hukuman menjadi tiga bulan penjara. Proses hukum berlanjut ke tingkat kasasi namun ditolak MA.
"Jadi perbuatan terdakwa bukan kekerasan, tapi menelantarkan orang dalam rumah tangganya dan masuk dalam UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga," ucapnya.
Dimintai konfirmasi terpisah, Sekretaris DPRD Gunungkidul Agus Hartadi membenarkan eksekusi Sumaryanto. Ia menyebut Sumaryanto sudah diberhentikan sementara usai dilantik sebagai anggota DPRD Gunungkidul.
"Pak Maryanto itu dari (Fraksi) Gerindra, dulu dapil 5 saat Pemilu. Nah, kemarin begitu dilantik langsung diberhentikan sementara sambil menunggu (proses hukum) inkrah," katanya saat dihubungi detikcom.
"Terus sebelum dieksekusi itu, hak-haknya sudah kami hentikan sejak Januari (2020), semua haknya gaji dan hak kunker semua sudah kami hentikan sejak inkrah," sambung Agus.
Selengkapnya pada halaman berikut.
5. Eks Wakil Wali Kota Magelang Divonis 1,5 Bulan Bui
Joko Prasetyo, Wakil Wali Kota Magelang periode 2010-2015 divonis 1 bulan 15 hari dalam kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Sidang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kota Magelang, Jalan Veteran No 1 Magelang, Kamis (11/4/2013).
Hakim ketua Yulman menyatakan, berdasarkan keterangan saksi dan barang bukti, terdakwa terbukti melakukan kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan suami terhadap istri. "Oleh karenanya, majelis hakim menjatuhkan hukuman 1 bulan dan 15 hari," kata Yulman.
Vonis itu lebih ringan dibanding tuntutan jaksa, yakni 2 bulan bui. Terdakwa melanggar pasal 44 ayat 1 UU Penghapusan KDRT karena menganiaya istri, Siti Rubaidah atau Ida. Penganiayaan terjadi KDRT terjadi di rumah Jalan Ketapeng 3 Trunan, Magelang Selatan, Jumat (9/11/2012) silam. Kejadian itu dipicu terkuaknya percakapan di BlackBerry Joko dengan seorang perempuan.
Selain kasus KDRT, Joko juga dilaporkan Ida terkait nikah siri. Joko dinilai telah menikahi SZN. Diduga, pernikahan itu tidak dicatatkan di Pengadilan Agama sehingga melanggar Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Konflik keluarga ini tak berhenti sampai di situ. Ida dijadikan tersangka pencemaran nama baik suaminya.
6. Citta Peramata Divonis 6 Bulan Bui
Mantan istri Egi John, Citta Permata menjalani divonis 6 bulan penjara di kasus KDRT. Citta yang menyiram minyak panas dan menusuk mantan suaminya Egi John.
"Mengadili, menyatakan Citta permata telah terbukti salah dan menyakinkan tindak penganiayaan, menjatuhi pidana kepada saudari Citta dengan pidana penjara 6 bulan," ujar Hakim Ketua Pudjitri Rahadi di persidangan di PN Tangerang, Rabu (19/12/2012).
"Dikurangkan seluruh masa dalam tahanan dengan barang bukti dimusnahakan dan membayar Rp 2.000," lanjut Pudjitri mengetuk palu.
Citta yang duduk di kursi pesakitan pun terlihat menyesali perbuatannya. Perempuan yang membawa anaknya pada persidangan mengaku memang menyesal atas perbuatannya terhadap mantan suaminya.
"Menyesal, menyesal banget-banget. Apa lagi sampe masuk penjara nggak enak banget. Kangen anak, keluarga," ucap Citta usai persidangan.
Kata Komnas Perempuan
Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi berbicara mengenai pidana dalam kasus KDRT ini. Siti menyebut dalam UU Penghapusan KDRT ada 4 hal bentuk kekerasan yang dilarang.
"UU PKDRT melarang 4 bentuk kekerasan yaitu kekerasan fisik, kekerasan psikis/emosional, kekerasan seksual dan penelantaran. Di setiap tindak pidana KDRT ancaman pidananya berbeda beda satu dengan yang lain," kata Siti kepada wartawan, Sabtu (1/10/2022).
Siti mengatakan hakim akan memeriksa korban berdasarkan pasal yang didakwakan kepada pelaku. Dia menyebut jika korban tidak mengalami luka hingga tidak memiliki halangan melakukan pekerjaan, maka hukuman paling lama adalah 4 bulan penjara.
"Hakim akan memeriksa berdasarkan pasal yang didakwakan. Misalkan untuk kekerasan fisik, ada yang bersifat tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan, jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana penjara paling lama 4 bulan atau denda paling banyak Rp 5 juta," tutur dia.
"Namun, jika kekerasan fisik itu menyebabkan korban jatuh sakit atau luka berat diancam pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda Rp 30 juta. Jika menyebabkan kematian ancamannya paling lama 15 tahun," imbuhnya.
Terlepas dari rendahnya ancaman pidana kepada pelaku, Siti menyebut hal utama adalah korban mendapat keadilan. Selain itu memutus siklus KDRT.
"Namun, terlepas dari rendahnya ancaman pidana untuk kekerasan fisik yang tidak menimbulkan luka atau sakit, yang utama di sini adalah korban mendapat keadilan dan dapat memutus siklus kekerasan yang dialaminya," tutur dia.
Sebab, kata Siti, kekerasan fisik berpotensi terjadi kembali. Sehingga siklus itu perlu dihentikan agar tak terjadi hal yang lebih buruk kepada korban.
"Karena dalam siklus kekerasan, kekerasan fisik potensi akan terjadi kembali dalam intensitas dan kekerasan yang lebih buruk lagi. Korban KDRT yang luka berat atau sampai meninggal, jika dirujuk ke belakangnya, umumnya pernah mendapatkan kekerasan fisik yang tidak menimbulkan luka atau sakit," tutur Siti.
Lebih lanjut, Siti mendorong agar korban KDRT berani melapor. Selain itu, kata dia, dukungan orang-orang terdekat juga sangat penting untuk korban.
"Selain keberanian korban, yang dibutuhkan korban adalah dukungan, khususnya dari keluarga terdekat, juga proses pendampingan agar korban kuat dan dapat melewati masa-masa sulitnya," jelasnya.