Negara telah memberikan berbagai instrumen untuk menyelesaikan kasus ketenagakerjaan. Salah satunya UU Ketenagakerjaan, Pengadilan Hubungan Industrial hingga hakim ad hoc khusus kasus ketenagakerjaan. Lalu apakah aksi mogok kerja juga dilindungi UU?
Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik's Advocate sebagai berikut:
Saya dan lima teman saya diancam PHK sepihak. Kami tidak terima dan berencana melakukan aksi mogok kerja. Apakah hal itu diperbolehkan secara hukum? Bagaimana bila perusahaan melarang membentuk serikat pekerja?
Terimakasih
Pembaca lain juga bisa mengirim pertanyaan seputar hukm yang dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com
Jawaban:
Soal Aksi Mogok Kerja
1. Mogok kerja merupakan bagian dari unjuk rasa. Hal itu dilindungi oleh pasal 1 ayat 3 UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum. "Unjuk rasa atau Demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum". Oleh karena itu, setiap orang bahkan buruh/serikat berhak melakukan aksi demonstrasi untuk memperjuangkan, membela, melindungi hak-hak yang mestinya terpenuhi dengan cara mengeluarkan pendapat, baik secara lisan maupun tulisan dan cara lain yang memungkinkan di muka umum. Dalam hal ini berarti seorang buruh/pekerja diperbolehkan untuk melakukan demonstrasi untuk menyuarakan pendapatnya dan memperjuangankan haknya.
2. Pasal 102 ayat (2) UU Ketenagakerjaan berbunyi: Dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruhnya mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan, dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya.
3. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang serikat pekerja pasal 29 (1) yang menyatakan 'Pengusaha harus memberi kesempatan kepada pengurus dan/atau anggota serikat pekerja/serikat buruh untuk menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dalam jam kerja yang disepakati oleh kedua belah pihak dan/atau yang diatur dalam perjanjian kerja bersama'. Dengan demikian, apabila perusahaan melakukan pelanggaran terhadap hak-hak normatif atau yang telah disepakti dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB), maka serikat pekerja dapat melakukan aksi demokrasi tanpa larang dari pihak perusahaan untuk memperjuangkan hak-hak buruh.
Soal Serikat Pekerja
Setiap karyawan berhak membentuk serikat pekerja. Namun bila ada yang melarang, maka larangan berserikat disebut juga dengan Union Busting. Larangan ini diatur dalam Pasal 28 UU 21/2000 yang bunyinya:
Siapa pun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara:
a. melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi;
b. tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh;
c. melakukan intimidasi dalam bentuk apapun;
d. melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh.
Bagi yang melanggar pasal di atas maka telah melakukan kejahatan dan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 43 ayat (1) UU 21/2000, yaitu:
Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 500 juta.
Demikian jawaban dari kami
Wasalam
Tim Pengasuh detik's Advocate
Tentang detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum waris, perlindungan konsumen dan lain-lain.
![]() |
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.
(asp/asp)