MUI dan PBNU menyatakan pesantren tetap menjadi pilihan terbaik untuk mengajarkan karakter kepada anak, meski akhir-akhir ini muncul kasus pencabulan di lingkungan pesantren. Komnas Perempuan mengungkap aksi pencabulan memang bisa saja terjadi di mana saja, termasuk di pesantren.
Wakil Ketua Komnas Perempuan Mariana Aminuddin menyebut aksi kekerasan seksual di lingkungan pesantren disebabkan karena faktor kekuasaan. Menurutnya, pihak yang berkuasa akan menyerang yang lemah secara seksual.
"Yang dianggap lemah adalah anak perempuan. Selain karena budaya patriarki menempatkan perempuan apalagi anak-anak sebagai pihak yang lemah dan tidak tahu apa-apa, dan tidak akan memberitahu siapa-siapa karena mereka dianggap tidak akan berani dan ketakutan," kata Mariana kepada wartawan, Sabtu (9/7/2022).
Mariana mengatakan untuk mencegah terjadinya aksi pencabulan di lingkungan pesantren, perlu ada pengawasan dari pihak eksternal terhadap pesantren. Mariana menilai lembaga eksternal pengawas pesantren itu harus terpisah dari lembaga yang selama ini mengawasi pesantren yakni Kementerian Agama.
"Ya setiap tempat-tempat dimana individu diserahkan sepenuhnya pada sistem apakah sekolah atau tempat-tempat seperti panti jompo, yatim piatu dan lain-lain perlu ada pengaturan pengawasan eksternal," ucap Mariana.
Dia menyebut aturan lembaga pengawas eksternal itu harus mengatur guru atau ustaz di pesantren supaya memenuhi kode etik. Apabila melanggar, pihak eksternal juga bisa menjatuhkan sanksi.
"Misal untuk lembaga pendidikan diterapkan aturan atau sop agar guru, kiai, ustad atau pihak-pihak yang ada di dalam lembaga tersebut memenuhi kode etik dan bila ada pelanggaran pihak eksternal bisa menerapkan sanksi. Bisa di bawah Kemenag atau Kemensos, atau dibentuk dewan etik dari eksternal lembaga-lembaga tersebut yang bekerja untuk melakukan pengawasan," ujarnya.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya:
Tonton juga Video: Pengasuh Ponpes Banyuwangi Cabuli 6 Santri Ternyata Eks Anggota DPRD
(fas/fjp)