Kisah rumah tangga ternyata belum berakhir saat vonis hakim memutuskan perceraian sebuah pasangan. Salah satunya dialami pembaca detik's Advocate.
Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik's Advocate yang dikirim ke e-mail: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com Berikut ini pertanyaan lengkapnya:
Assalamu'alaikum Wr Wb.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salam sejahtera untuk kita semua.
Saya ingin bertanya mengenai masalah yang saya alami.
Saya dan suami sudah berpisah dan urusannya sudah selesai dengan pengadilan agama. Tetapi mantan suami saya meninggalkan barang-barangnya di rumah saya sejak satu tahun yang lalu. Rumah itu posisinya milik orang tua saya yang kami tinggali bersama sewaktu masih menjadi suami-istri. Kami baru menikah kurang dari satu tahun dan belum memiliki anak.
Satu tahun yang lalu, dia meninggalkan saya begitu saja dan kemudian mentalak saya melalui pengadilan agama. Sebelumnya saya sudah berusaha untuk melakukan mediasi tapi tidak pernah ada tanggapan, bahkan pihak keluarganya seperti tidak mau berurusan dengan saya. Akhirnya pengadilan agama menyetujui pengajuan talak tersebut pada akhir tahun 2021 dengan alasan mantan suami yang suka berbohong (terbukti dengan bukti-bukti yang sudah saya berikan). Sebelum putusan oleh pengadilan agama, saya sudah pernah menawarkan untuk mengambil barang-barangnya dia, tetapi tidak ada respon. Saat diakhir proses pengadilan, sebelum keputusan hakim, dia memberikan surat yang ditujukan kepada hakim bahwa dia ingin mengambil barang-barangnya dan menyatakan bahwa saya yang harus menghubungi dia jika saya memiliki itikad baik.
Sekarang sudah satu tahun semenjak dia meninggalkan saya sendirian di rumah dan barang-barangnya masih tersimpan di rumah saya. Barang yang ingin dia ambil ada motor, TV, baju-baju dia, dan baju-baju adiknya yang semuanya dimiliki sebelum menikah dengan saya. Apakah barang-barang tersebut boleh saya hilangkan begitu saja? Apakah saya akan berurusan dengan hukum jika saya membuang barang-barang tersebut? Mohon petunjuk dan sarannya.
Mohon untuk tidak dipublikasikan. Namun jika perlu dipublikasikan, mohon untuk disamarkan identitas saya.
Terima kasih
Wassalamua'alaikum Wr Wb.
F-Jakarta
Untuk menjawab pertanyaan di atas, detik's Advocate mengupas tuntas dengan advokat Achmad Zulfikar Fauzi.,SH. Berikut ini jawaban lengkapnya:
Wa'alaikummussalam warahmatullahi wabarakatuh,
Salam sejahtera untuk kita semua
Terima kasih atas pertanyaan yang saudara tanyakan pada saya dan langsung saja saya menjawab pertanyaan saudara Apakah barang-barang tersebut boleh saya hilangkan begitu saja? Apakah saya akan berurusan dengan hukum jika saya membuang barang-barang tersebut?
Terlebih dahulu saya mengkategorikan bahwa barang tersebut merupakan barang dari harta benda bawaan dari sang mantan suami anda sehingga masih terdapat hak dari mantan suami anda dan masih belum saudara jelaskan perolehan dan asal-usul harta tersebut, sehingga apabila saudara menghilangkan, membuangnya dan/atau merusak maka bisa saja mantan suami anda akan melakukan upaya pelaporan pidana dengan pasal perusakan Pasal 406 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sebagai berikut:
(1) Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Dijatuhkan pidana yang sama terhadap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum membunuh, merusakkan, membikin tak dapat digunakan atau menghilangkan hewan, yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain.
Unsur-unsur dari Pasal 406 KUHP, yaitu:
1. Barangsiapa;
2. Dengan sengaja dan melawan hukum;
3. Melakukan perbuatan menghancurkan, merusakkan, membuat tidak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu;
4. Barang tersebut seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain
Apabila semua unsur dalam pasal tersebut terpenuhi, maka pelakunya dapat dihukum pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau denda paling banyak Rp 4.500,-.
Baca berita selengkapnya pada halaman berikutnya.
Adapun analisis hukum terkait harta bawaan mantan suami/istri sebagaimana saya sebutkan sebelumnya adalah sebagai berikut :
Menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Pasal 35 yang dimaksud harta perkawinan yaitu harta bersama dengan harta bawaan. Harta bersama ialah harta yang didapat pada saat perkawinan, sedangkan harta bawaan ialah harta yang didapat sebelum adanya perkawinan.
Dikarenakan saudara tidak membuat perjanjian kawin sebelumnya Konsekuensi hukumnya ialah mantan suami dan mantan istri harus melakukan pembagian harta atas harta bersama pasca bercerai.
Dalam hal pertanyaan saudara mantan suami anda haruslah terlebih dahulu mengajukan gugatan pembagian harta gono gini, dikarenakan sebelumnya pada saat proses perceraian tidak bisa diajukan sekaligus atau bersamaan pada saat mengajukan gugatan cerai karena baik itu gugatan cerai maupun gugatan pembagian harta gono-gini masing masing berdiri sendiri dan mempunyai inti perkara yang berlainan.
Hal ini saya sadur berdasarkan Yurisprudensi Mahakamah Agung No 913 K/Sip/1982, tanggal 21 Mei 1983, yang menyatakan "Gugatan mengenai perceraian tidak dapat digabungkan dengan gugatan harta benda perkawinan" dan Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 1020 K/Pdt/1986, tanggal 29 September 1987, yang mengatakan "....demikian pula tuntutan pembagian harta bersama tidak dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian."
Oleh karena itu, gugatan pembagian harta bersama baru bisa diajukan apabila perceraian sudah mendapat putusan yang berkekuatan hukum tetap, gugatan pembagian harta bersama tidak bisa diajukan sekaligus atau bersamaan pada saat mengajukan gugatan cerai karena masing-masing gugatan berdiri sendiri dan mempunyai substansi yang berlainan. Hal ini sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung No 913 K/Sip/1982, tanggal 21 Mei 1983, yang menyatakan "Gugatan mengenai perceraian tidak dapat digabungkan dengan gugatan harta benda perkawinan" dan Yurisprudensi Mahkamah Agung No 1020 K/Pdt/1986, tanggal 29 September 1987, yang mengatakan "....demikian pula tuntutan pembagian harta bersama tidak dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian."
Oleh karena itu, gugatan pembagian harta bersama baru bisa diajukan apabila perceraian sudah mendapat putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Lebih lanjut baca berita berikut ini.
Demikian semoga bermanfaat.Atas perhatiannya saya ucapkan terimakasih
Salam
R. Achmad Zulfikar Fauzi, S.H.
Advokat Freelance di R. S.N and Partner, Associates di Ongko Purba and Partner, Anggota Advokat Alumni Unsoed, dan Anggota Peradi DPC Jakarta Pusat.
Baca berita lengkapnya pada halaman berikut.
Tentang detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum waris, perlindungan konsumen dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di e-mail: redaksi@detik.com dan di-cc ke e-mail: andi.saputra@detik.com
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.