Karena itulah, menurutnya, akhirnya panitia melakukan ikhtiar lain dengan kearifan lokal yang pada intinya meminta kepada Yang Mahakuasa agar diberi cuaca yang bagus.
"Maka ikhtiar pawang hujan itu menjadi kearifan lokal yang menurut saya pada intinya meminta pada Sang Mahakuasa agar cuaca lebih bagus, sehingga perhelatan besar ini bisa dilakukan, apa yang dilakukan Mbak Rara dengan keyakinannya adalah sebuah bentuk ikhtiar agar hujan tidak turun deras di area MotoGP Mandalika," tuturnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Maman menyebut masyarakat tentu punya pandangan berbeda terkait persoalan tersebut. Dia berkelakar, meski tidak punya pembalap berkelas di ajang MotoGP, Indonesia punya pawang hujan bernama Rara.
"Netizen tentu punya pendapat berbeda tapi kita harus hormati itu sebagai sebuah negara demokratis, tentu kita butuh voice, suara-suara demokrasi yang penuh argumentasi dan sebagainya, tidak sekadar noise atau sekadar gaduh. Yang pasti dalam lelucon saya ya kita belum punya rider sekelas Marquez, Fabio, dan sebagainya, di dunia kita baru munculkan Mbak Rara pawang hujan," sebutnya.
Tak Ada di Negara Lain
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily menilai keberadaan pawang jadi salah satu keunikan perhelatan MotoGP. Sebab, menurut Ace, pawang hujan tak ada di negara lain, hanya di Indonesia.
"Ini mungkin menjadi salah satu dari keunikan MotoGP Mandalika yang ada di Indonesia yang tidak ada di negara MotoGP lainnya," kata Ace saat dihubungi, Senin (21/3).
Ace mengatakan tentu ada sebagian pihak yang tidak percaya atas apa yang dilakukan pawang hujan. Namun, kata dia, faktanya pawang hujan mampu memindahkan hujan saat balapan MotoGP Mandalika.
![]() |
"Tentu bagi sebagian pihak, ada yang tidak percaya dengan pawang hujan. Namun faktanya praktik seperti ini dinilai mampu memindahkan hujan dari satu tempat ke tempat lain," katanya.
Ketua DPP Partai Golkar ini menyebut wajar ketika ada pihak yang menganggap tindakan pawang irasional atau bahkan metafisik. Akan tetapi, menurutnya, sebagai ikhtiar kearifan lokal, hal tersebut tidak ada masalah dilakukan.
"Ya bagi yang tidak percaya pasti akan mempertanyakan hal seperti ini karena dinilai irasional. Ada pihak yang menilainya sebagai sesuatu yang sifatnya metafisik. Sebagai ikhtiar, tentu harus kita hormati. Ini bagian dari cara kearifan lokal khas Indonesia," ujarnya.
Geli dan Abad Modern
Anggota Komisi VIII DPR Fraksi PKS Bukhori Yusuf mengaku geli atas adanya pawang untuk mengusir hujan saat MotoGP Mandalika. Bukhori mengaku heran lantaran cara itu digunakan di tengah kondisi modern.
"Geli saja, karena sepertinya percaturan antardukun dengan teknologi, padahal kita sudah di abad modern dan pinter-pinter lagi, he-he-he...," kata Bukhori saat dihubungi, Senin (21/3).
Bukhori menyayangkan pemerintah mengedepankan perdukunan untuk mengatur cuaca di tengah perhelatan MotoGP Mandalika. Padahal, kata dia, seharusnya teknologilah yang dikedepankan.
Simak selengkapnya, di halaman selanjutnya: