Begini Analisis Polisi soal Marak Begal dan Tawuran Gangster di Jadetabek

Yogi Ernes - detikNews
Jumat, 11 Mar 2022 23:57 WIB
Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Tubagus Ade Hidayat (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Aksi begal dan tawuran gangster yang terjadi di beberapa wilayah Jadetabek akhir-akhir ini kembali marak. Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran memberikan perhatian serius terkait aksi begal ini.

Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Tubagus Ade Hidayat mengungkap fakta terkait beberapa kejadian begal ini rata-rata dilakukan oleh anak di bawah umur. Salah satu contohnya kasus begal ibu hamil di Mustika Jaya, Kabupaten Bekasi, yang terjadi pada Selasa (8/3). Empat dari enam pelaku yang ditangkap ternyata masih di bawah umur.

"Hasil pengungkapan, sebagian besar didapatkan fakta bahwa para pelaku semuanya di TKP yang sudah diungkap, rata-rata usia di bawah 20 tahun atau usia belasan tahun, yang pekerjaannya adalah pelajar," kata Kombes Tubagus Ade Hidayat kepada wartawan, Jumat (11/3/2022).

Dari fakta tersebut, polisi menyimpulkan ada tiga klaster pelaku, yakni klaster penyakit masyarakat, kenakalan remaja, dan pelaku kriminal. Dari ketiga klaster tersebut, upaya penanggulangannya dilakukan secara berbeda.

Gangster Ingin Unjuk Eksistensi

Tubagus kemudian menyampaikan analisis terkait proses terjadinya begal dari tiga klaster tersebut. Salah satunya adanya perkumpulan komunitas atau gangster yang ingin menunjukkan eksistensi atau kehebatan kelompoknya.

"Mereka kumpul dalam satu komunitas, kemudian mereka identifikasi diri sebagai kelompok kuat. Agar bisa disebut kelompok kuat, maka harus lakukan tindakan berani yang diidentifikasikan berani lukai orang lain dan ini terjadi di Depok," jelas Tubagus Ade.

"Korban nggak punya masalah dengan kelompok itu. Tetapi indikatornya, agar bisa disebut hebat, harus melakukan tindakan-tindakan kriminal, yakni berani melukai orang lain, berani melakukan tindakan kriminal," tambahnya.

Di sisi lain, mereka mengidentifikasi kelompok lain sebagai musuh. "Itulah kemudian kenapa ramai terjadi aksi-aksi tawuran," imbuhnya.

Medsos Dimanfaatkan Jadi Sarana Unjuk Eksistensi

Tubagus menambahkan faktor media sosial juga mempengaruhi terjadinya aksi kriminalitas. Para pelaku kerap melakukan janji lewat media sosial sebelum melakukan tawuran.

"Karena agak unik, setiap kejadian tawuran diabadikan di beberapa medsos dan diekspos agar bisa mengidentifikasikan diri sebagai kelompok hebat," katanya.

Dari hasil analisis tersebut, polisi menyimpulkan maraknya aksi begal dan tawuran ini lebih cenderung pada permasalahan sosial. Polda Metro Jaya membentuk tim khusus yang lebih fokus pada tindakan kriminal.

"Dari tiga klaster tadi, maka Ditkrimum lebih fokus ke yang masalah kriminal kenakalan remaja, penyakit masyarakat, dan yang berorientasi pada yang jelas-jelas kriminalitas," tuturnya.

Permasalahan sosial ini terjadi dari ketahanan keluarga. Keluarga diharapkan lebih mengawasi anak-anaknya saat bepergian pada jam-jam malam.

"Kalau sudah orientasi pada kriminal, maka kepolisian wajib lakukan tindakan hukum yang tegas terukur. Upaya-upaya ke depan akan terus kita lakukan melibatkan semua stakeholder terkait pendidik, sekolah, RT-RW setempat, organisasi-organisasi kepemudaan bisa cegah ini terjadi. Karena kepolisian modern berorientasi pada bagaimana agar hal ini terjadi," tutur Tubagus Ade.

Simak uga video 'Detik-detik Bumil Jadi Korban Begal di Bekasi':





Simak di halaman selanjutnya: atensi Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran terkait maraknya begal dan tawuran.




(ygs/mea)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork