Cak Imin hingga Zulhas Dinilai Tak Percaya Diri Hadapi Pemilu 2024

Firda Cynthia Anggrainy - detikNews
Jumat, 25 Feb 2022 19:52 WIB
Ahmad Khoirul Umam (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Wacana penundaan Pemilu 2024 yang dilontarkan sejumlah ketua umum (ketum) partai koalisi Presiden Joko Widodo (Jokowi) menuai polemik. Pakar politik Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam menilai usulan penundaan Pemilu 2024 karena rendah percaya diri ketum partai koalisi Jokowi.

"Secara kalkulasi politik praktis, sikap Ketum PKB, Ketum Golkar, dan Ketum PAN ini sebenarnya merepresentasikan rendahnya kepercayaan diri mesin politik mereka dalam menghadapi Pemilu 2024 mendatang," kata Ahmad Khoirul Umam kepada wartawan, Jumat (25/2/2022).

"Skema buying time strategy menjadi pilihan rasional bagi mereka," lanjutnya.

Umam menyinggung partai lainnya yang dinilai sudah siap berkontestasi pada pemilu mendatang justru bersikap menolak. Partai tersebut adalah Gerindra, Partai Demokrat, NasDem, dan PKS.

"Sementara itu, partai-partai yang merasa sudah siap bertarung pada 2024, seperti Gerindra, Partai Demokrat, NasDem, PKS, lebih tegas menolaknya," ujar dia.

Direktur Eksekutif IndoStrategic itu menilai usulan perpanjangan masa jabatan presiden mengandung ancaman yang berkaitan dengan kebijakan strategis. Dia menyebut perubahan jadwal terkait pemilu hanya bisa diubah dengan perppu.

"Wacana penundaan pemilu ini mengandung ancaman yang bersifat strategis. Aturan konstitusi dan kebijakan publik semakin rentan dibajak oleh koalisi kepentingan elite. Hanya dengan perppu yang dikeluarkan presiden, aturan jadwal kepemiluan bisa berubah," kata dia.

Menurutnya, agenda penundaan pemilu kemungkinan besar terkait langsung dengan skema pembangunan IKN. Dia memperhitungkan ketika pembangunan di IKN selesai, akan ada kejutan baru.

"Di sisi lain, agenda penundaan pemilu ke 2026/2027 ini besar kemungkinan terkait langsung dengan skema pembangunan IKN. Jika pemilu mendatang dilaksanakan saat bangunan dasar IKN sudah selesai, akan ada kejutan baru berupa skema pemilihan presiden secara tidak langsung oleh MPR," ujar dia.

Selanjutnya, jika aturan yang sebelumnya termuat dalam amandemen konstitusi berhasil dilakukan, para elite partai yang tak punya elektabilitas kuat akan mudah membajak struktur kekuasaan tanpa memusingkan kontestasi pemilu.

"Jika aturan yang semula sempat ditumpangkan ke dalam skema amandemen konstitusi dan pengembalian skema GBHN itu berhasil dilakukan, maka nama-nama elite partai politik yang tidak memiliki elektabilitas kuat bisa dengan mudah membajak struktur kekuasaan negara tanpa harus pusing memenangkan kontestasi demokrasi," katanya.

Lantas, Umam menganggap jika aturan tersebut diketok di pusat pemerintahan yang telah berpindah di IKN, lantas pengambilan keputusan politik itu bisa tak terjangkau sikap kritis publik.




(fca/rfs)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork