Partai Demokrat (PD) mengapresiasi skor indeks demokrasi Indonesia naik versi laporan The Economist Intelligence Unit (IEU). Meski demikian, PD merasa bahwa saat ini terjadi kemunduran dalam kehidupan demokrasi.
"Ini kabar baik yang memperkuat imun bangsa di tengah ikhtiar keluar dari terpaan badai krisis akibat pandemi COVID-19. Ini kabar baik, sekalipun tentunya menimbulkan perdebatan atau tanda tanya ketika diperhadapkan dengan kenyataan yang didapati dalam perjalan kehidupan demokrasi kita," kata Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani kepada wartawan, Selasa (15/2/2022).
"Sekali lagi kita mengapresiasi kenaikan capaian tersebut, sekalipun rasa-rasanya ada kemunduran dalam kehidupan demokrasi kita," lanjutnya.
Menurut Kamhar, secara prosedural ada peningkatan pada indikator-indikator demokrasi. Namun, kata dia, jika menyampaikan bahwa demokrasi berjalan mundur akan dianggap kritik, itu terlalu ekstrem.
"Namun secara substansial, jika menyatakan berjalan mundur dianggap kritiknya terlalu ekstrem, maka menyampaikan bahwa demokrasi berjalan di tempat pun juga masih terlalu optimis," kata dia.
Kamhar kemudian mencontohkan argumennya mengenai demokrasi itu dengan rilis yang dikeluarkan oleh koalisi masyarakat sipil. Rilis itu adalah mengenai kesamaan kepemimpinan Jokowi dengan zaman Orde Baru.
"Ini bisa kita baca dari refleksi dan ekspresi publik atau masyarakat sipil seperti misalnya koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Fraksi Rakyat Indonesia yang baru-baru ini merilis 10 point kesamaan pemerintahan Jokowi dan Orba. Point-point tersebut relevan dan up-to-date untuk menjadi justifikasi bahwa demokrasi kita tidak sedang baik-baik saja," kata dia.
Kemudian, Kamhar menyebut reformasi saat ini terancam oleh anaknya sendiri. Dia lantas menyinggung revisi UU KPK.
"Reformasi kita terancam mati oleh anaknya sendiri. Potret yang kita dapati hari ini, agenda pemberantasan KKN berjalan mundur pasca revisi UU KPK yang terbaca sebagai upaya sistematis melemahkan agenda pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sistem ekonomi kapitalisme perkoncoan (oligarki) tumbuh subur," jelasnya.
Lebih lanjut, Kamhar juga menyinggung minimnya partisipasi publik dalam pembahasan RUU strategis. Di antaranya, kata dia, mengenai UU Cipta Kerja dan UU Ibu Kota Negara.
"Trend resentralisasi pada pelayanan pemerintahan terjadi dan semakin diperkuat pasca penetapan UU Ciptaker. Partisipasi publik yang disumbat yang tercermin dari pembahasan RUU strategis tanpa pelibatan dan uji publik yang memadai. Selain UU Ciptaker, UU Ibu Kota Negara juga contoh nyata produk legislasi yang dipaksakan dan terbaca by order," jelasnya.
Lihat juga video 'Jokowi Tegaskan Tak Pernah Langgar Konstitusi Atas Alasan Pandemi':
Simak selengkapnya di halaman berikut
(lir/knv)