Sidang perdana mantan Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel), Alex Noerdin, diwarnai peringatan atau ultimatum dari hakim. Peringatan hakim itu ditujukan kepada pihak Alex Noerdin dan jaksa agar tak melakukan suap dalam persidangan.
Alex Noerdin merupakan terdakwa dugaan korupsi proyek Masjid Sriwijaya dan pembelian gas bumi Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumsel. Alex Noerdin ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi gas bumi dan kasus dugaan korupsi proyek Masjid Sriwijaya pada September 2021.
Sidang terdakwa Alex Noerdin kemudian digelar dengan agenda pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum (JPU) di PN Palembang, Kamis (3/2/2022). Alex Noerdin mengikuti sidang secara virtual dari rumah tahanan (Rutan) Kelas 1 Palembang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam sidang, hakim Abdul Aziz memberi peringatan kepada pihak Alex dan jaksa agar tidak menghubungi majelis hakim serta panitera pengganti. Hakim Abdul Aziz mengingatkan upaya suap akan dilaporkan ke KPK.
"Baik itu dari keluarga terdakwa maupun jaksa jangan mencoba-coba menghubungi hakim atau panitera pengganti. Persidangan ini berintegritas, jangan coba-coba," kata Aziz mengawali persidangan.
![]() |
"Siapa pun yang mendapati menerima maupun pemberi akan dilaporkan KPK dan akan dijerat hukuman suap jika terbukti," sambungnya.
Alex Noerdin didakwa JPU telah menikmati Rp 4,8 miliar dari total keseluruhan kerugian negara Rp 116 miliar dalam kasus proyek Masjid Sriwijaya. Alex Noerdin didakwa JPU telah atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, secara melawan hukum.
"Terdakwa selaku Gubernur Sumatera Selatan dan sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah telah menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD di antaranya penggunaan dana hibah yang menggunakan dana APBD Provinsi Sumatera Selatan tahun 2015 sebesar Rp 50 miliar dan tahun 2017 sebesar Rp 30 miliar," ungkap JPU dalam dakwaannya.
Menurut JPU, Alex berperan menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan barang daerah berupa hibah tanah seluas lebih-kurang 9 hektare, terhadap kegiatan pembangunan Masjid Sriwijaya Palembang, yang tidak sesuai dengan Asas Umum Pengelolaan Keuangan Daerah. Alex dinilai JPU memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi sebesar Rp 4,8 miliar.
Alex Noerdin didakwa Pasal 5 ayat (2) huruf a, b Jo Pasal 4 ayat (1), Pasal 5 ayat (2) huruf a, b Jo Pasal 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana diubah dan ditambah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Simak selengkapnya, di halaman selanjutnya:
Saksikan Video 'Momen Alex Noerdin Dipindah ke Rutan Palembang':
Pasal 4 Jo Pasal 7 ayat (1) huruf b Jo Pasal 6 ayat (1), (2) Jo pasal 10 ayat (3) Jo pasat 18 jo pasal 19 ayat (1). 2). (3), (4) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD), memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya terdakwa sebesar Rp 4.843.000.000.
Dalam dakwaan tersebut, JPU juga memaparkan total kerugian lainnya yakni, Eddy Hermanto sebesar Rp 684.419.750, Syarifuddin MF sebesar Rp 1.039.274.840, Dwi Kridayani sebesar Rp 2.500.000.000, Yudi Arminto sebesar Rp 22.446.427.564, dan PT Brantas Abipraya (persero) sebesar Rp 81.824.397.017.
"Yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu merugikan keuangan negara sebesar Rp 116.914.286.358," jelasnya.
Selain itu, dalam kasus korupsi gas bumi, Alex bersama terdakwa lainnya diduga merugikan negara hingga puluhan juta dolar Amerika Serikat. Terkait kasus dugaan korupsi pembelian gas bumi PDPDE Sumsel Alex Noerdin dan mantan Direktur PT Dika Karya Lintas Nusa (DKLN) merangkap Direktur Utama PDPDE Sumsel, Muddai Madang, terdapat beberapa hal yang patut diduga sebagai perbuatan melawan hukum.
Terdakwa mantan Direktur Utama PDPDE dan mantan Direktur Utama PDPDE gas, Caca Ica Saleh S, dan terdakwa mantan Direktur PT Dika Karya Lintas Nusantara/DKLN merangkap Direktur PT PDPDE Gas sekilgus mantan Direktur Utama PDPDE Sumatera Selatan, A Yaniarsyah Hasan, disebut turut melakukan hal serupa.
![]() |
"Terdakwa Alex Noerdin selaku Gubernur Sumatera Selatan memerintahkan Caca Isa Saleh selaku Dirut PDPDE agar hak pembelian gas bumi bagian negara dari dari Joint Operating Body (JOB) PT. Pertamina, TALISMAN Ltd. PASIFIC OIL AND GAS Ltd., JAMBI MERANG (JOB Jambi Merang) yang dimiliki PDPDE Sumsel diberikan ke Muddai Madang," ujar JPU dalam dakwaan yang disampaikan.
"Kemudian, Caca Isa Saleh Sadikin menandatangani perjanjian kerja sama patungan antara antara PDPDE Sumsel dengan PT Dika Karya Lintas Nusa (PT DKLN) pada tanggal 2 Desember 2009 meskipun belum ada izin prinsip dari Gubernur Sumsel. PT DKLN merupakan perusahaan swasta milik Muddai Madang yang tidak memenuhi syarat bonafiditas," sambungnya.
JPU menjelaskan kasus itu bermula ketika dimulai saat Pemprov Sumsel memperoleh alokasi untuk membeli gas bumi bagian negara dari JOB tersebut sebesar 15 MMSCFD berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengelola Minyak Dan Gas (BP MIGAS) atas permintaan Gubernur Sumsel pada 2010.
Berdasarkan keputusan Kepala BP Migas tersebut, yang ditunjuk sebagai pembeli gas bumi bagian negara tersebut adalah BUMD Sumsel (Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatra Selatan/PDPDE Sumsel).
Hal itu dilakukan dengan dalih PDPDE Sumatera Selatan tidak mempunyai pengalaman teknis dan dana, maka PDPDE Sumatera Selatan bekerja sama dengan investor swasta, PT DKLN membentuk perusahaan patungan PT PDPDE Gas yang komposisi kepemilikan sahamnya 15 persen untuk PDPDE Sumatera Selatan dan 85 persen untuk PT DKLN.
Simak selengkapnya, di halaman selanjutnya:
"Akibat dari penyimpangan tersebut, mengakibatkan kerugian keuangan negara yang menurut perhitungan ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan RI senilai USD 30.194.452.79," tambahnya.
Besaran itu, menurut JPU, berasal dari hasil penerimaan penjualan gas dikurangi biaya operasional selama kurun waktu 2010-2019, yang seharusnya diterima oleh PDPDE Sumatera Selatan senilai USD 63.750,00 dan Rp 2.131.250.000,00 yang merupakan setoran modal yang tidak seharusnya dibayarkan oleh PDPDE Sumatera Selatan.
Alex Noerdin, yang diberi kesempatan memberikan tanggapan, menyebut akan menyerahkan kepada penasihat hukumnya. "Saya sudah dengar semua yang mulia dan saya terima untuk itu saya serahkan kepada kuasa hukum saya untuk menanggapinya," kata Alex dalam persidangan virtual.
Terpisah, kuasa hukum Alex, Agus Sudjatmoko, meyakini kliennya tidak bersalah dengan kasus yang dijalani. Menurutnya, dakwaan dari JPU tidak ada dasarnya dengan reputasi Alex Noerdin.
"Kami yakin dengan reputasi pak Alex dan kredibilitas dia di Sumsel, kami yakin pak Alex tidak bersalah, terkait dengan eksepsi itu kan formalitas, dengan keyakinan kami sebagai penasihat hukum. Kami ingin langsung melanjutkan ke pokok perkara dengan pembuktian di persidangan. Nanti di situ kita akan buktikan jika Pak Alex atau klien kami ini tidak bersalah," tuturnya.
Dalam kasus itu, Alex dan terdakwa lainnya dijerat primair Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan tidak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.