Terdakwa kasus dugaan korupsi Masjid Sriwijaya dan pembelian gas bumi Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumsel, Alex Noerdin, menjalani sidang perdana. Dalam dakwaan JPU, Alex cs diduga merugikan negara hingga puluhan juta dolar AS.
Dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), Kamis (3/2/2022), di persidangan terkait kasus dugaan korupsi pembelian gas bumi PDPDE Sumsel Alex Noerdin (mantan Gubernur Sumatera Selatan) dan Muddai Madang (mantan Direktur PT Dika Karya Lintas Nusa (DKLN) merangkap Direktur Utama PDPDE Sumatera Selatan), terdapat beberapa hal yang patut diduga sebagai perbuatan melawan hukum.
Selain Alex dan Muddai, terdakwa Caca Ica Saleh S (mantan Direktur Utama PDPDE dan mantan Direktur Utama PDPDE gas) dan terdakwa A Yaniarsyah Hasan (mantan Direktur PT Dika Karya Lintas Nusantara/DKLN merangkap Direktur PT PDPDE Gas, mantan Direktur Utama PDPDE Sumatera Selatan) disebut turut melakukan hal serupa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terdakwa Alex Noerdin selaku Gubernur Sumatera Selatan memerintahkan Caca Isa Saleh selaku Dirut PDPDE agar hak pembelian gas bumi bagian negara dari dari Joint Operating Body (JOB) PT. Pertamina, TALISMAN Ltd. PASIFIC OIL AND GAS Ltd., JAMBI MERANG (JOB Jambi Merang) yang dimiliki PDPDE Sumsel diberikan ke Muddai Madang," ujar JPU dalam dakwaan yang disampaikan.
"Kemudian, Caca Isa Saleh Sadikin menandatangani perjanjian kerja sama patungan antara antara PDPDE Sumsel dengan PT Dika Karya Lintas Nusa (PT DKLN) pada tanggal 2 Desember 2009 meskipun belum ada izin prinsip dari Gubernur Sumsel. PT DKLN merupakan perusahaan swasta milik Muddai Madang yang tidak memenuhi syarat bonafiditas," sambungnya.
JPU menjelaskan kasus itu bermula ketika dimulai saat Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan memperoleh alokasi untuk membeli gas bumi bagian negara dari JOB tersebut sebesar 15 MMSCFD berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengelola Minyak Dan Gas (BP MIGAS) atas permintaan Gubernur Sumatera Selatan pada 2010.
Berdasarkan keputusan Kepala BP Migas tersebut, yang ditunjuk sebagai pembeli gas bumi bagian negara tersebut adalah BUMD Provinsi Sumatera Selatan (Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatra Selatan/PDPDE Sumsel).
Hal itu dilakukan dengan dalih PDPDE Sumatera Selatan tidak mempunyai pengalaman teknis dan dana, maka PDPDE Sumatera Selatan bekerja sama dengan investor swasta, PT Dika Karya Lintas Nusa (PT DKLN) membentuk perusahaan patungan (PT PDPDE Gas) yang komposisi kepemilikan sahamnya 15 persen untuk PDPDE Sumatera Selatan dan 85 persen untuk PT DKLN.
"Akibat dari penyimpangan tersebut, mengakibatkan kerugian keuangan negara yang menurut perhitungan ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan RI senilai USD 30.194.452.79," tambahnya.
Besaran itu, menurut JPU, berasal dari hasil penerimaan penjualan gas dikurangi biaya operasional selama kurun waktu 2010-2019, yang seharusnya diterima oleh PDPDE Sumatera Selatan senilai USD 63.750,00 dan Rp 2.131.250.000,00 yang merupakan setoran modal yang tidak seharusnya dibayarkan oleh PDPDE Sumatera Selatan.
Alex Noerdin, yang diberi kesempatan memberikan tanggapan, menyebut akan menyerahkan kepada penasihat hukumnya.
"Saya sudah dengar semua yang mulia dan saya terima untuk itu saya serahkan kepada kuasa hukum saya untuk menanggapinya," kata Alex dalam persidangan virtual.
Terpisah, kuasa hukum Alex, Agus Sudjatmoko, meyakini kliennya tidak bersalah dengan kasus yang dijalani. Menurutnya, dakwaan dari JPU tidak ada dasarnya dengan reputasi Alex Noerdin.
"Kami yakin dengan reputasi pak Alex dan kredibilitas dia di Sumsel, kami yakin pak Alex tidak bersalah, terkait dengan eksepsi itu kan formalitas, dengan keyakinan kami sebagai penasihat hukum. Kami ingin langsung melanjutkan ke pokok perkara dengan pembuktian di persidangan. Nanti di situ kita akan buktikan jika Pak Alex atau klien kami ini tidak bersalah," tuturnya.
Dalam kasus itu, Alex dan terdakwa lainnya dijerat primair Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan tidak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
(mud/mud)