Jaksa penuntut umum (JPU) memutarkan video Munarman saat menghadiri acara tablig akbar pada 25 Januari 2015. Dalam video tersebut, Munarman berbicara syariat Islam dalam konteks pelaksanaan oleh negara.
Video itu diputar di persidangan yang digelar tertutup di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Jalan Sumarno, Jakarta Timur, Senin (17/1/2022). Dalam video yang diputar jaksa, mulanya, Munarman menyampaikan isi ceramah tentang implementasi syariat Islam melalui perubahan sistem hukum menjadi sistem hukum Islam.
"Kita harus mulai membicarakan syariat Islam itu dalam konteks pelaksanaannya oleh negara, karena ketika syariat Islam ini ditegakkan oleh negara, maka bagaimana implementasinya. Ya implementasinya adalah sistem hukum menjadi hukum Islam dalam soal pidana yang ditegakkan itu Qishas dan Ta'zir," kata Munarman dalam rekaman video itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Munarman mengatakan, dalam prosesnya, penegakan syariat Islam berhadapan dengan orang kafir. Munarman pun memaparkan cara menghadapi orang kafir itu.
"Kemudian di dalam soal berhadapan dengan orang-orang kafir dengan menerapkan hukum-hukum misalnya... atau diperangi atau jihad. Jadi itu asing bagi sejumlah orang, karena mereka tidak tersentuh oleh dakwah demikian dakwah mengenai sistem pemerintahan Islam, Daulah Islam sehingga mereka merasa aneh. Itu lah yang disebut Umar Basri saat pertemuan itu," kata Munarman dalam rekaman video.
"Tetapi kemudian yang kedua adakah yang menolak karena kepentingannya, karena sudah nyaman dengan sistem yang sekarang ini sehingga tidak mau melakukan perubahan itu ada banyak sekali bahkan," sambungnya.
Munarman lalu berbicara perihal perjuangan penerapan syariat Islam yang pada akhirnya akan berujung pada berdirinya Daulah Islam. Dia lalu menceritakan perjuangan pada saat zaman Rasulullah.
"Karena itu sebetulnya, perjuangan penerapan syariat ini pada akhirnya akan berujung dengan tegaknya, berdirinya Daulah Islam. Kalau kita lihat sejarah Rasulullah berdakwah 13 tahun di Mekah itu lebih kurang yang akhirnya berhijrah itu paling banyak 300 orang," kata Munarman.
"Tetapi begitu hijrah ke Madinah, dalam waktu 10 tahun itu Islam menyebar ke seluruh jazirah Islam atau lebih kurang sudah ada 100 ribuan yang sudah masuk Islam," imbuhnya.
Diketahui, dalam perkara ini, Munarman didakwa menggerakkan orang lain untuk melakukan teror. Munarman juga disebut jaksa telah berbaiat kepada pimpinan ISIS, Abu Bakr al-Baghdadi.
Jaksa mengatakan perbuatan Munarman itu dilakukan di sejumlah tempat. Adapun tempatnya adalah Sekretariat FPI (Front Pembela Islam) Kota Makassar-Markas Daerah LPI (Laskar Pembela Islam), Pondok Pesantren Tahfizhul Qur'an Sudiang Makassar, dan di aula Pusbinsa kampus Universitas Islam Negeri Sumatera Utara. Perbuatan Munarman itu dilakukan dalam kurun 2015.
Menurut jaksa, Munarman sekitar Juni 2014 melakukan baiat kepada pimpinan ISIS, Abu Bakar Al Baghdadi. Baiat itu dilakukan di UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat.
Dalam persidangan ini nama-nama para pihak mulai dari majelis hakim, penasihat hukum, jaksa, saksi, hingga ahli nantinya memang tidak disebutkan identitasnya. Hal ini merupakan amanah dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (selanjutnya disebut UU Terorisme) untuk merahasiakan identitas para pihak terkait.
Berikut ini bunyi ketentuannya seperti disebutkan dalam Pasal 33 dan Pasal 34A UU Terorisme
Pasal 33
(1) Penyidik, penuntut umum, hakim, advokat, pelapor, ahli, saksi, dan petugas pemasyarakatan beserta keluarganya dalam perkara Tindak Pidana Terorisme wajib diberi pelindungan oleh negara dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau hartanya, baik sebelum, selama, maupun sesudah proses pemeriksaan perkara.
(2) Pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 34A
(1) Pelindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 yang diberikan kepada pelapor, ahli, dan saksi beserta keluarganya berupa:
a. pelindungan atas keamanan pribadi dari ancaman fisik dan mental;
b. kerahasiaan identitas;
c. pemberian keterangan pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan tanpa bertatap muka dengan terdakwa; dan
d. pemberian keterangan tanpa hadirnya saksi yang dilakukan secara jarak jauh melalui alat komunikasi audio visual.