LaNyalla Nilai Ulama Harus Ikut Tentukan Arah Perjalanan Bangsa

Atta Kharisma - detikNews
Sabtu, 15 Jan 2022 21:28 WIB
Foto: DPD
Jakarta -

Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengatakan ulama harus ikut menentukan arah perjalanan bangsa. Hal itu disampaikan LaNyalla dalam Kuliah Umum di Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Hidayatullah, Komplek Pondok Pesantren Hidayatullah, Balikpapan.

"Para ulama dan tokoh agama adalah representasi dari negarawan dan seorang negarawan tidak berpikir next election, tetapi berpikir next generation," ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (15/1/2022).

Keikutsertaan ulama dan tokoh agama tersebut lantaran LaNyalla prihatin terhadap kondisi sistem tata negara pasca amandemen Konstitusi 1999-2002 silam. Sejak saat itu, kedaulatan rakyat sudah tidak memiliki wadah yang utuh.

"Dulu sebelum dilakukan amandemen, kedaulatan rakyat ada di Lembaga Tertinggi Negara, yaitu MPR RI yang terdiri dari partai politik melalui anggota DPR, Utusan Daerah yang merupakan wakil-wakil daerah dari Sabang sampai Merauke dan unsur Utusan Golongan yang adalah wakil dari beragam golongan di masyarakat, termasuk dari ulama dan tokoh agama," paparnya.

Lebih lanjut, LaNyalla menerangkan sejak amandemen 20 tahun yang lalu Utusan Daerah dan Utusan Golongan dihapus. Presiden sampai kepala daerah juga dipilih langsung. Utusan Daerah dan Utusan Golongan diganti dengan Dewan Perwakilan Daerah.

"Tetapi DPD RI tidak memiliki kewenangan yang sama dengan Utusan Daerah dan Utusan Golongan. Sejak amandemen itu, partai politik menjadi satu-satunya penentu wajah dan arah perjalanan bangsa ini. Karena hanya partai politik yang bisa mengajukan dan menentukan calon presiden yang seharusnya dipilih oleh rakyat," ungkapnya.

Oleh karenanya, LaNyalla mengajak publik bersama memikirkan masa depan Indonesia agar lebih baik dan lebih cepat untuk mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

"Kita harus berani melakukan koreksi. Dimana penentu wajah dan arah perjalanan bangsa ini tidak boleh kita serahkan tunggal kepada partai politik. Sebab, negara ini ada karena adanya rakyat. Dan tidak semua rakyat adalah anggota partai politik," tegasnya.

Pada acara bertema 'Sumbangsih Pondok Pesantren Dalam Lahirnya NKRI', LaNyalla menyebut pondok pesantren adalah prototipe dari masyarakat madani atau komunitas civil society di masa pra kemerdekaan.

Dalam masa itu, pondok pesantren tidak hidup dari dana atau santunan yang diberikan penjajah. Tetapi hidup mandiri dari cocok tanam dengan semangat gotong royong santri dan masyarakat sekitar.

"Pondok pesantren juga sekaligus menjadi solusi bagi masyarakat sekitar. Ada yang sakit, minta doa ke kyai. Ada yang tidak punya beras, datang ke pondok pesantren. Ada yang punya masalah, minta nasehat kyai dan seterusnya," beber LaNyalla.

Peran para ulama dan kiai pengasuh pondok pesantren saat itu juga tidak bisa dihapus dari sejarah kemerdekaan Indonesia.

"Termasuk peran para ulama dan kiai se-Nusantara dalam memberikan pendapat dan masukan kepada Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, yang kemudian menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia," tukasnya.

Sejarah juga mencatat lahirnya Resolusi Jihad untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang dikeluarkan pada 22 Oktober 1945 oleh Kiai Haji Hasyim Asy'ari di Surabaya.

"Ini artinya, peran dan kontribusi para ulama dan kiai dalam wajah sejarah lahirnya Indonesia bukanlah kecil. Bahkan sudah selayaknya disebut sebagai salah satu pemegang saham bangsa ini," tandas LaNyalla.

LaNyalla juga menilai peran pondok pesantren saat ini tidak kalah besar. Sebab, pondok pesantren tetap menjadi prototipe institusi masyarakat madani.




(fhs/ega)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork