Polisi menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) untuk menangani prostitusi online Cassandra Angelie (dan muncikarinya). Namun polisi tidak menggunakan UU yang sama untuk menjerat pria hidung belang pengguna Cassandra Angelie. Padahal, di UU yang sama, sudah ada pasal yang bisa digunakan untuk menjerat pria hidung belang semacam itu. Begini perspektif pakar hukum.
Sebagaimana diketahui, berikut ini pasal-pasal yang digunakan polisi untuk menersangkakan Cassandra Angelie dan tiga muncikari prostitusi online:
- UU ITE: Pasal 27 ayat (1) juncto Pasal 45 ayat (1) UU ITE
- UU Nomor 21 Tahun 2017 tentang TPPO: Pasal 2 ayat (1)
- KUHP: Pasal 296 dan Pasal 506
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fokus ke UU TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang), berikut ini adalah bunyi pasalnya:
Pasal 2
(1) Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Dalam kasus ini, Cassandra Angelie ditempatkan polisi sebagai tersangka sekaligus korban. Adapun muncikari, ada pasal-pasal berlapis untuk menersangkakan mereka, termasuk Pasal 2 UU TPPO di atas. Pakar hukum menilai ada satu pasal di UU TPPO yang bisa digunakan untuk menersangkakan dan mengirim pria hidung belang pengguna Cassandra ke penjara.
"Konsekuensi penggunaan pasal di TPPO maka seharusnya pengguna juga dapat dijerat dengan Pasal 12 UU TPPO. Sedangkan CA, di satu sisi sebagai korban TPPO dan di sisi lain juga sebagai pelaku perzinahan," kata pakar hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, kepada detikcom, Jumat (31/12/2021).
![]() |
Begini bunyi Pasal 12 UU TPPO yang sebenarnya bisa digunakan untuk menjerat pengguna (UU ini menggunakan istilah 'menggunakan'), yakni pria hidung belang misterius itu.
Pasal 12 UU TPPO:
Setiap orang yang menggunakan atau memanfaatkan korban tindak pidana perdagangan orang dengan cara melakukan persetubuhan atau perbuatan cabul lainnya dengan korban tindak pidana perdagangan orang, mempekerjakan korban tindak pidana perdagangan orang untuk meneruskan praktik eksploitasi, atau mengambil keuntungan dari hasil tindak pidana perdagangan orang dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.
Lantas, apakah Cassandra Angelie atau CA adalah korban dalam hal ini? Mari kita tengok definisi 'korban' dalam UU TPPO.
Pasal 1 UU TPPO:
3. Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan psikis, mental, fisik, seksual, ekonomi, dan/atau sosial, yang diakibatkan tindak pidana perdagangan orang.
Dorongan untuk mengungkap pengguna Cassandra Angelie sudah disampaikan oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Menurut Komnas Perempuan, UU TPPO harus dimaksimalkan sampai pada penersangkaan terhadap pria pengguna Cassandra Angelie. Komnas Perempuan tidak menyebut nama Cassandra Angelie, namun menggunakan inisial CA.
"Jika memang polisi menempatkan kasus ini sebagai Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), proses hukum bagi pengguna adalah amanat undang-undang, dan pengungkapan pengguna bisa jadi jauh efektif dalam mencegah tindak perdagangan orang untuk tujuan prostitusi di kemudian hari," kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani saat dihubungi detikcom, Sabtu (1/1/2022) kemarin.
Polisi: Urusan konsumen adalah urusan personal
Polisi tidak menersangkakan si pengguna Cassandra Angelie sebagaimana desakan Komnas Perempuan. Menurut polisi, desakan Komnas Perempuan sudah melampaui batas. Soalnya, sekali lagi menurut polisi, urusan pengguna Cassandra Anglie adalah urusan pribadi, jadi urusan hukum tidak perlu memasukinya.
"Terlalu berlebihan Komnas Perempuan me-refer UU Human Trafficking. Apa yang dilakukan oleh artis CA dengan konsumennya adalah urusan yang bersifat personal di mana hukum tidak bisa masuk ke wilayah yang sifatnya privat," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes E Zulpan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin (3/1/2022) tadi.
Polisi menegakkan hukum terhadap pelaku pengunggah konten asusila sebagaimana diatur dalam UU ITE, termasuk pihak yang menjajakan, menawarkan, dan mempublikasikan prostitusi online itu. Jadi, pengguna Cassandra Angelie tidak termasuk target pemidanaan, karena urusan pengguna Cassandra Angelie adalah urusan pribadi.
"Pendapat Komnas Perempuan tersebut walaupun maksud dan tujuannya baik, namun harus diletakkan secara proporsional dengan merujuk pada KUHP, UU Pornografi dan Porno Aksi dan terutama UU ITE," kata Zulpan.
Polisi: Cassandra Angelie pelaku sekaligus korban
Polisi mengatakan CA, begitu polisi menyebut inisial Cassandra Angelie, bukan hanya sebagai (tersangka) pelaku prostitusi online, namun juga Cassandra juga merupakan korban prostitusi online ini. Aspek ini turut menjadi pertimbangan polisi untuk tidak menahan Cassandra.
"Karena terkait artis CA ini baik sebagai pelaku juga baik sebagai korban sehingga dalam persangkaan pasal yang dikenakan ke yang bersangkutan pun ancaman hukuman hanya satu tahun sehingga penyidik memandang tidak perlu dilakukan penahanan," kata Zulpan.
Cassandra yang menyandang status tersangka memang tidak ditahan, namun dia dikenakan wajib lapor. Pasal yang dikenakan ke Cassandra juga tidak mengandung ancaman penjara lebih dari lima tahun.
Adapun sebelumnya, Komnas Perempuan menilai Cassandra adalah korban dari prostitusi online. Hal ini disampaikan komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi.
"Dengan demikian, baik dengan KUHP, UU ITE, maupun UU TPPO, harusnya CA diposisikan sebagai korban," kata Siti, Sabtu (1/1) lalu.
(dnu/tor)