Sepanjang 2021, detik's Advocate mendapat ratusan pertanyaan dari pembaca. Salah satu yang terbanyak adalah soal waris, seperti seorang suami yang ditinggal istri dan hanya memiliki anak angkat. Berikut pertanyaan lengkapnya.
Sebelumnya, tim pengasuh detik's Advocate mengucapkan selamat tahun baru 2022. Semoga tahun 2022 menjadi tahun kesuksesan bagi pembaca semua. Antusiasme pembaca selama setahun terakhir memacu tim detik's Advocate untuk bisa memberikan jawaban terbaik dan diharapkan setahun ke depan terus meningkat.
Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik's Advocate yang dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com. Berikut pertanyaan lengkapnya:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Assalamualaikum Wr. Wb.
Yth. detikcom,
Saya PS 67 tahun dan istri saya sudah meninggal 3 tahun yang lalu, sedangkan kami tidak dikaruniai keturunan tetapi sejak tahun 1984 kami mengangkat seorang anak laki-laki yang masih kerabat, di mana ayah dan ibunya sudah meninggal. Pengangkatan anak disahkan oleh Pengadilan Negeri.
Saya mempunyai sebuah rumah yang dibangun tahun 1992 dan kini masih ditinggali saya sendiri, yang ingin saya ditanyakan adalah:
Bilamana rumah itu dijual bagaimana pembagiannya dan siapa saja yang berhak mendapatkan bagian?
Apabila saya meninggal, siapa yang berhak dapat bagian?
Bolehkah saya menyerahkan rumah tersebut/balik nama atas nama anak saya?
Terimakasih.
PS
Jawaban:
Salam sehat selalu Pak PS
Sebelumnya, saya mengucapkan terimakasih kepada Pak PS yang telah memberikan kepercayaan kepada kami untuk menjawab dan memberikan solusi atas persoalan hukum yang dihadapi. Semoga Pak PS beserta keluarga selalu berada dalam lindungan Allah SWT.
Ketentuan waris Islam di dalam nash termuat di dalam Surat Al-Nisa' ayat 11-12 dan ayat 176. Hukum kewarisan Islam termasuk bagian hukum nasional kerena menjadi kompetensi absolut Pengadilan Agama yang merupakan salah satu dari empat lingkungan peradilan di Indonesia, sebagaimana ketentuan Pasal 49 huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009.
Hukum kewarisan Islam diatur di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Berdasarkan ketentuan Pasal 71 huruf a Kompilasi Hukum Islam, hukum kewarisan merupakan hukum yang mengatur tentang pemindahan hak kepemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagian masing-masing.
Sebelum menjawab pertanyaan Pak PS, saya melihat bahwa permasalahan yang disampaikan selain berkaitan dengan hukum kewarisan juga berkaitan dengan harta perkawinan. Dalam ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan juncto Pasal 47 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam, harta yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama pasangan suami istri, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian kawin.
Berdasarkan ketentuan Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam, apabila salah satu pasangan suami istri meninggal dunia, maka sebelum dilakukan pembagian harta warisan, harta dibagi dua terlebih dahulu, seperdua (Β½) menjadi bagian harta bersama milik pasangan yang masih hidup dan seperdua (Β½) lainnya menjadi harta bersama milik pewaris (pasangan yang meninggal dunia) yang untuk selanjutnya dibagikan kepada para ahli waris sesuai dengan bagian masing-masing.
Dari kasus posisi yang disampaikan, saat ini Pak PS tidak memiliki keluarga selain dari satu orang anak angkat. Berdasarkan beberapa uraian pokok di atas, selanjutnya saya akan menjawab masing-masing pertanyaan Pak PS, sebagai berikut:
Pertanyaan Pertama
Cara pembagian hasil penjualan rumah. Oleh karena rumah tersebut diperoleh dalam masa perkawinan Pak PS dengan istri, maka sebagaimana telah dijelaskan di atas, harta tersebut adalah harta bersama Pak PS dan istri.
Sebelum hasil penjualan rumah tersebut dibagikan, maka dibagi dua terlebih dahulu untuk memisahkan bagian harta bersama antara Pak PS dengan istri dengan ketentuan Β½ bagian adalah milik pak PS dan Β½ adalah milik istri yang menjadi harta peninggalannya (tirkah).
Hak istri dibagikan kepada ahli waris. Dari cerita yang disampaikan, ahli waris yang ditinggalkan cuma suami, di samping meninggalkan satu orang anak angkat. Perlu dipastikan terlebih dahulu memang tidak ada ahli waris yang lain seperti ayah, ibu, dan saudara laki-laki atau perempuan (kandung/seayah/seibu).
Anak angkat bukanlah ahli waris, namun berdasarkan ketentuan Pasal 209 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam, anak angkat yang tidak diberi wasiat oleh orang tua angkatnya diberi wasiat wajibah maksimal sepertiga (1/3) dari harta peninggalan pewaris.
Jika dipastikan tidak ada ahli waris yang lain, harta peninggalan istri Pak PS (Β½ dari hasil penjualan rumah) dapat dibagi sebagai berikut:
1. Anak angkat mendapat wasiat wajibah dengan nilai maksimal 1/3;
2. Pak PS sebagai suami seharusnya mendapat hak waris sebesar Β½ karena tidak ada anak, namun karena tidak ada ahli waris lain, maka sisa harta dengan porsi 2/3 menjadi hak Pak PS.
Simak jawaban selengkapnya di halaman selanjutnya.
Simak juga Video: Bisakah Anak Hasil Nikah Siri Dapat Warisan?
Pertanyaan Kedua
Jika Pak PS meninggal dunia perlu dipastikan terlebih dahulu keberadaan ahli waris seperti ayah, ibu, dan saudara laki-laki atau perempuan (kandung/seayah/seibu).
Jika Pak PS tidak meninggalkan seorang pun ahli waris, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 191 Kompilasi Hukum Islam, bila pewaris tidak meninggalkan ahli waris sama sekali atau ahli warisnya tidak diketahui ada atau tidaknya, maka harta peninggalan pewaris atas dasar putusan Pengadilan Agama diserahkan penguasaannya kepada Baitul Mal untuk kepentingan agama Islam dan kesejahteraan umum. Untuk saat ini bisa diserahkan kepada Badan Amil Zakat (BAZ).
Oleh karena Pak PS memiliki satu orang anak angkat, maka sebelum harta peninggalan diserahkan kepada BAZ, 1/3 dari harta peninggalan tersebut dapat diserahkan sebagai wasiat wajibah kepada anak angkat.
Pertanyaan Ketiga
Hibah kepada anak angkat. Berdasarkan ketentuan Pasal 210 Kompilasi Hukum Islam, orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat, tanpa adanya paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 harta bendanya kepada orang lain atau lembaga di hadapan dua orang saksi untuk dimiliki.
Ketentuan maksimal 1/3 harta adalah guna mengantisipasi ahli waris kehilangan haknya untuk mewarisi peninggalan pewaris. Jika Pak PS dipastikan tidak ada meninggalkan ahli waris sama sekali, maka menurut pandangan saya, Pak PS dapat menghibahkan atau juga mewasiatkan rumah tersebut secara keseluruhan untuk anak angkat Pak PS.
Demikian jawaban saya, semoga memberikan manfaat.
Terima kasih
Wasalam
Tim Pengasuh detik's Advocate
Tentang detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum waris, perlindungan konsumen dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com.
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.