Rumah sakit penuh, orang lebih susah cari uang, aktivitas warga dibatasi. Begitulah gambaran pandemi COVID-19 di Indonesia yang sudah berumur hampir dua tahun.
Halaman depan rumah sakit ini menjadi saksi ganasnya virus Corona di Indonesia. Kondisi itu berubah seiring kurva pandemi yang melandai.
Di RSUD dr Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi ini, pernah ada orang tua hingga muda yang bernapas terengah-engah menanti penanganan medis, ibu yang lesu di kursi roda, atau ayah yang terkapar di brankar diiringi tangis anak-istri. Sebagian lagi meninggal dunia di pintu Unit Gawat Darurat (UGD) gara-gara COVID-19.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yoga Saputra (30) ingat betul kegentingan Juni 2021 itu, saat Jakarta dan daerah sekitarnya menjadi wilayah episentrum COVID-19 di negara ini. Sebagai satpam rumah sakit yang sudah empat tahun bekerja, itu adalah kali pertama dia menghadapi kekalutan akibat membeludaknya jumlah pasien.
"Dulu mobil-mobil ini nggak parkir di sini, karena di sini untuk tenda-tenda darurat semua," kata Yoga kepada detikcom di depan UGD RSUD Kota Bekasi ini, Jumat (26/11).
Dia menunjuk lapangan parkir di halaman rumah sakit, sembari menjelaskan bahwa di bawah pohon beringin itu pernah didirikan tenda UGD, lima bulan lalu.
Kamar jenazah penuh sehingga lorong rumah sakit terpaksa menjadi persemayaman sementara. Di sisi lain, pasien-pasien COVID-19 terus berdatangan ke RSUD Kota Bekasi ini. Sebagai orang yang pernah kena COVID-19, Yoga bisa berempati ke para pasien. Suasana pandemi di RSUD Kota Bekasi ini sempat viral pada 25 Juni. Para pasien di Bekasi tidur di parkiran hingga mobil bak terbuka gara-gara UGD overkapasitas. Dia berharap sejarah itu tidak terulang.
Lima bulan berlalu, detikcom menyaksikan halaman rumah sakit tak lagi diisi dengan tenda-tenda darurat untuk pasien. Tak ada pula calon pasien yang menunggu pemeriksaan awal di luar gedung. Sesekali, pasien masuk ke UGD dan ditangani dengan cepat. Kini, isi UGD juga bukan hanya pasien dengan gejala COVID-19 saja.
![]() |
Di lorong-lorong gedung, tak ada peti jenazah, tak ada pasien telantar di brankar, tak ada pula orang berinfus duduk di kursi roda gara-gara ruang perawatan tak muat menampung. Lantai koridor kini bersih dan memantulkan cahaya lampu, cenderung sunyi meski orang banyak berlalu-lalang layaknya rumah sakit di masa normal.
"Sekarang pasien COVID-19 sudah jauh menurun jumlahnya. Sekarang masih ada lima pasien dalam perawatan," kata Direktur Utama RSUD ini, Kusnanto Said, kepada detikcom.
![]() |
Kini, jumlah tempat tidur yang disediakan untuk pasien COVID-19 di Gedung F ada 62 unit, dan pasien yang tengah dirawat ada 5. Dia bersyukur kondisi membeludaknya pasien bisa dilalui rumah sakit.
"Alhamdulillah. Semoga pandemi segera berakhir," kata Kusnanto.
![]() |
Di luar rumah sakit, warga tetap berusaha mencari nafkah meski virus Corona mengintai. Sebagian sektor bisnis benar-benar terpukul dengan pandemi COVID-19 beberapa bulan lalu. Penyelenggara acara pesta pernikahan (wedding organizer/WO) adalah salah satunya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pernikahan dan Gaun Indonesia (APPGINDO), Andie Oyong, memperkirakan ada 300 ribu orang yang menggantungkan hidup dari usaha sektor pernikahan dalam naungan APPGINDO, meliputi wedding organizer, katering, penata rias, dekorasi, hingga penyedia sewa tata suara (sound system). Dengan adanya pandemi COVID-19, para pekerja yang mengurusi pesta pernikahan menjadi sangat terdampak.
"Hampir 100% karyawan dirumahkan, kecuali sebagian kecil yang dipertahankan seperti marketing dan administrator," kata Andie Oyong, menceritakan kondisi tahun 2020 saat pembatasan aktivitas sosial-ekonomi mulai diterapkan pemerintah.
Pada Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4, pengusaha jasa pesta pernikahan tidak bisa menjalankan bisnisnya. Rencana-rencana pesta pernikahan yang dirancang tiga hingga enam bulan sebelumnya tiba-tiba saja menjadi tidak bisa digelar. Ketidakpastian membuat pelaku usaha kalang kabut, padahal duit pemesan pesta pernikahan sudah didistribusikan untuk menyiapkan acara. Pengusaha harus nombok menutup lubang-lubang pesanan pernikahan yang tiba-tiba dibatalkan pemesan.
"Industri kita menjerit! Tiap dua pekan, kita harap-harap cemas apakah PPKM akan dikunci lagi atau dibuka," kata dia.
Pandemi memaksa adaptasi. Acara pesta nikah digelar dengan protokol kesehatan pencegahan COVID-19. Tempat cucui tangan disediakan, tamu diperiksa suhu tubuhnya, masker wajib dipakai, hingga sempat pula tak boleh makan hidangan di gedung resepsi. "Kita menyebut ini revolusi mengenai adaptasi kebiasaan baru," ujar Andie yang kini lebih optimis karena PPKM sudah turun level.
![]() |
Diana Dewi, Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Jasa Boga Indonesia (APJI), menjelaskan juga soal usaha katering yang sempat morat-marit ditabrak pandemi. Para pengusaha sempat melakukan penjualan langsung untuk bertahan di masa sulit itu. Namun kini, angin segar mulai sedikit terasa.
"Seiring dengan meningkatnya aktivitas masyarakat dan pelonggaran aturan, memang bisnis jasa katering secara pelan beranjak ikut naik. Walaupun masih kecil persentase kenaikan, namun ini menimbulkan gairah kembali serta optimisme," kata Diana Dewi.
Usaha katering bukannya cuma sedikit menyerap tenaga kerja. Khusus untuk usaha katering di bawah naungan APJI, ada sekitar 400 ribu orang yang mencari nafkah dari bisnis penyediaan makanan ini. Saat pandemi, sekitar 70% tenaga kerja harus dirumahkan. Kini yang diharapkan para pengusaha katering adalah terkendalinya pandemi.
"Semoga kondisi ini tetap dapat bertahan hingga kami dapat recovery kembali secara total," kata Diana Dewi.
![]() |
Virus Corona diprediksi tidak akan hilang dari muka bumi. Namun, tetap ada nyala optimisme yang sudah terlihat di pengujung 2021 ini.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sadar bahwa COVID-19 tak akan cepat berlalu. Namun, kehidupan harus terus berlanjut. Pemerintah memutuskan untuk hidup bersama virus ini, virus yang telah menewaskan ratusan ribu orang di Indonesia. Kunci hidup bersama itu adalah adaptasi.
"Kita harus beradaptasi dengan COVID, adaptasi kebiasaan baru, dan beradaptasi itu bukan berarti menyerah, apalagi kalah. Ndak. Tapi kita harus mulai dengan kebiasaan-kebiasaan baru yang sesuai dengan protokol kesehatan sehingga masyarakat produktif tapi juga aman dari penularan COVID," kata Jokowi, di kantor Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB, Jakarta Timur, 10 Juni 2020 lalu, saat itu amukan Corona beranjak memuncak.
Jokowi kembali mengulangi pesan soal pentingnya adaptasi terhadap kondisi baru ini saat pandemi sedang mereda, pada 24 September lalu.
"Adaptasi kebiasaan baru yg dijalankan oleh seluruh seluruh segmen masyarakat, mulai dari pelaku usaha, petani, pekebun, sampai dengan siswa-siswa sekolah adalah kunci penting agar kita bisa melakukan transisi dari pandemi ke endemi," kata Jokowi dalam video saat itu yang ditujukan untuk acara vaksinasi massal 7 juta warga perkebunan dan desa produktif.
![]() |
Selanjutnya, adaptasi kebiasaan baru:
Simak juga 'Status Pandemi Dicabut WHO Bila Covid-19 di Sejumlah Benua Terkendali':
Adaptasi kebiasaan baru
Adaptasi kebiasaan baru atau sering disingkat sebagai AKB adalah konsep dari pemerintah agar masyarakat bisa tetap beraktivitas meski virus Corona masih ada. Aktivitas masyarakat tidak boleh terhenti hanya gara-gara pandemi COVID-19 belum berakhir.
Berdasarkan Panduan dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, adaptasi kebiasaan baru berupa aktivitas dengan protokol kesehatan (prokes) pencegahan COVID-19 sebagai berikut:
Protokol kesehatan
1. Gunakan masker setiap beraktivitas dan berinteraksi dengan orang lain
2. Jaga jarak aman
3. Sering mencuci tangan
4. Hindari kerumunan
5. Tingkatkan imunitas tubuh
Prokes sering pula disebut sebagai 4M yakni memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, dan menghindari kerumunan, sering pula disebut sebagai 3 M, yakni memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.
![]() |
Penggencaran protokol kesehatan dikampanyekan pemerintah lewat imbauan-imbauan, penegakan hukum, hingga ajakan lewat media massa serta kesenian. Orang-orang di televisi juga tampil memakai masker.
Pembatasan sosial diterapkan, mulai dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai April 2020, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro mulai Februari 2021, PPKM Darurat di Jawa-Bali mulai 3 Juli 2021, hingga PPKM Level 3-4 mulai 25 Juli.
![]() |
Kurva pandemi menurun
Virus Corona sempat mengamuk di Indonesia. Kurva pandemi COVID-19 mulai menanjak pada 21 Juni 2021. Saat itu, muncul 14.536 kasus baru, memecahkan rekor yang tercatat pada 30 Januari dengan angka 14.518 kasus baru.
Puncaknya, kurva pandemi tercatat pada 15 Juli 2021 dengan catatan 56.757 kasus baru COVID-19. Ini belum pernah terjadi sebelumnya. Saat itu pula, tercatat dalam satu hari ada 982 orang meninggal dunia terkait COVID-19. Puncak kurva kematian COVID-19 lebih tinggi tercatat pada 27 Juli dengan 2.069 orang meninggal dunia dalam sehari. Simak kurva berikut ini:
![]() |
![]() |
![]() |
Memasuki Agustus, kurva kasus baru COVID-19 mulai menurun. Kurva angka kematian harian juga mulai menurun selepas pertengahan Agustus.
Memasuki November, tercatat kasus baru COVID-19 berada pada angka sekitar 400-an. Kurva mulai rendah mendatar. Ternyata Indonesia berhasil menurunkan kurva pandemi!
Kepatuhan prokes
Kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan pencegahan penularan Corona ditingkatkan seiring penerapan PPKM Darurat sejak 3 Juli 2021. Berbagai cara dilakukan.
Dilansir situs resmi Satgas COVID-19 dalam tulisan 4 September, ada empat strategi utama pemerintah dalam upaya meningkatkan kepatuhan masyarakat terhadap prokes.
Pertama, kampanye masif. Kedua, pergerakan lapangan para duta perubahan perilaku (DDP). Total ada 116.550 orang di 34 provinsi dan 429 kabupaten/kota. DPP mengedukasi masyarakat dan membagikan masker.
Ketiga, pemerintah membagikan masker untuk masyarakat. Keempat, penguatan posko desa/kelurahan yang juga didukung TNI dan Polri serta Satgas Daerah.
Hasilnya, tingkat kepatuhan terhadap prokes COVID-19 meningkat. Ini terbaca dari data yang disampaikan Satuan Tugas Perubahan Perilaku.
Satgas memberi penilaian dengan skala 1 sampai 10. Dari data per September 2021, terlihat angka kepatuhan terhadap prokes COVID-19 sebagai berikut:
Skor kepatuhan memakai masker meningkat dari 7,72 pada periode 3-17 Juli 2021 menjadi 7,88 di 20 Agustus hingga 3 September 2021. Skor kepatuhan menjaga jarak juga meningkat dari 7,53 pada periode 3-17 Juli 2021 menjadi 7,75 pada periode 20 Agustus-3 September 2021. Sedangkan skor kepatuhan mencuci tangan meningkat dari 7,64 pada periode 3-17 Juli 2021 menjadi 7,86 pada periode 20 Agustus - 3 September 2021.
Meski sudah meningkat, namun kepatuhan prokes COVID-19 harus tetap dipertahankan dan ditingkatkan. Soalnya, ini adalah bagian dari adaptasi kebiasaan baru.
"Bagaimanapun juga, penerapan prokes harus terus dilakukan sebagai sebuah adaptasi kebiasaan baru, sehingga secara bertahap kita dapat menurunkan status pandemi menjadi endemi, dan hidup berdampingan bersama COVID-19, namun dengan tingkat penularan yang rendah," kata Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas COVID-19, Sonny Harry B Harmadi, 4 September 2021.
Sayangnya, terjadi penurunan kepatuhan masyarakat terhadap pelaksanaan prokes COVID-19 setelah terjadi kenaikan kepatuhan. Dilansir Satgas Perubahan Perilaku, penurunan kepatuhan prokes terjadi di berbagai daerah sejak 3 hingga 22 Oktober 2021. Selanjutnya, Sonny Harry B Harmady memberikan keterangan pada 17 November lalu, tingkat kepatuhan prokes masih turun. Sebelumnya, tingkat kepatuhan memakai masker berada di angka 8,3 kemudian turun menjadi 8,1. Dia mengingatkan agar masyarakat tetap berhati-hati dan tetap mematuhi prokes.
"Meski saat ini kenaikan kasus masih dalam jumlah kecil, namun harus tetap hati-hati dan berusaha melakukan upaya terbaik agar tidak berkembang cepat," kata Sonny.
![]() |
![]() |
Selanjutnya, optimisme Indonesia melangkah ke endemi COVID-19:
Optimisme Indonesia melangkah ke endemi COVID-19
Endemi adalah jenis penyakit yang selalu ada pada populasi makhluk hidup di wilayah tertentu. Misalnya, penyakit malaria adalah penyakit endemi di populasi dan wilayah tertentu. Lingkup endemi lebih rendah ketimbang pandemi yang mengglobal di seluruh dunia dan kemudian mereda.
Virus SARS-CoV-2 yang telah mengakibatkan pandemi juga bakal menjadi endemi. Artinya, virus Corona bakal konstan dan manusia menjadi terbiasa olehnya. Dampak virus itu juga menjadi mengecil ketimbang saat pandemi.
"Jika COVID-19 menjadi endemik, orang-orang akan hidup lebih baik secara keseluruhan dan tidak sakit karena virus," kata Profesor Erica Ollmann Saphire dari La Jolla Institute for Immunology, dikutip dari berita CNBC.
"Ketika virus Corona menyebar di awal pandemi, tidak ada yang kebal terhadapnya. Namun pada akhirnya, ada cukup banyak orang yang akan divaksinasi atau berhasil bertahan, sehingga akan ada cukup pemecah kekebalan yang akan memperlambat penyebaran," sambung Profesor Erica Ollman.
Indonesia juga melangkah ke endemi COVID-19. Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Pandu Riono melihat 'harapan di depan'. Indonesia bakal bisa keluar dari pandemi COVID-19 ini.
Pandu yang menyebut dirinya sebagai 'juru wabah' adalah pria penyabet gelar doktoral dari Universitas Indonesia dan University of Pittsburgh Amerika Serikat (AS), serta mendapat gelar PhD dari University of California, Los Angeles. Kini dia mengajar permodelan statistik hingga statistik epidemiologi. Optimisme juru wabah menatap masa depan situasi COVID-19 di Indonesia didasari oleh pengamatan empiris.
"Kondisi terkendali," kata Pandu kepada detikcom, Selasa (23/11).
![]() |
Pandu bahkan berani memastikan gelombang ketiga COVID-19 tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Soalnya, tidak ada tanda-tanda kemunculan varian baru Corona yang seganas atau lebih ganas dari varian Delta, varian yang menimbulkan lonjakan kasus pada Juli lalu. Bahkan, Pandu berani menyatakan Indonesia sudah memasuki endemi COVID-19.
"Sudah masuk. Lihat saja kurvanya. Kalau kita pertahankan terus, kita masuk endemi ini," kata Pandu.
Meski begitu, status pandemi untuk situasi di Indonesia belum saatnya dicabut untuk saat ini. Indonesia perlu menunggu sementara waktu hingga nanti tak ada lagi kantong-kantong wilayah bervaksinasi rendah. Kini, pemerintah perlu menggencarkan vaksinasi, termasuk untuk anak-anak dan lansia.
"Kalau ada penularan, yang jadi korban itu adalah orang-orang yang belum divaksinasi. Jadi, semua penduduk harus divaksinasi," kata Pandu.
Kurva pandemi COVID-19 di Indonesia sudah melandai, bahkan kata Pandu sudah terjadi endemi, maka sebenarnya tak perlu PPKM kembali ke PPKM Level 3 untuk momen libur Natal dan Tahun Baru 2022.
Dia menyarankan agar pemerintah menerapkan saja pengaturan syarat vaksinasi dua kali untuk orang yang hendak bepergian. Terapkan pula syarat hasil negatif dari tes PCR untuk orang yang hendak bepergian antarprovinsi. Perlu pula syarat hasil negatif dari tes antigen untuk konser musik dan acara pengumpulan massa. Tentu saja 3M harus tetap dipertahankan. Intinya, Indonesia sudah tidak perlu kembali ke PPKM Level 3.
"Jadi kita tidak usah mengikuti kepanikan negara-negara Eropa. Indonesia itu salah satu negara yang akan pertama masuk endemi. Sebagian besar memang negara Asia, seperti India, Indonesia, China, dan beberapa negara di ASEAN. Tapi orang-orang nggak percaya kita masuk endemi, karena parno (paranoid)," kata Pandu.
Kekebalan populasi dan imunitas super
Indonesia mampu melandaikan kurva pandemi lantaran masyarakat Indonesia sudah mempunyai semacam kekebalan terhadap efek virus Corona. Bahkan, sebagian masyarakat sudah punya imunitas super.
Pandu Riono tidak setuju dengan konsep 'herd immunity' lantaran konsep itu mengandaikan suatu masyarakat yang benar-benar kebal dari COVID-19 termasuk anggota kelompok yang belum divaksin. Dia lebih suka menggunakan istilah 'kekebalan populasi' yang masih terbuka terhadap fakta bahwa anggota kelompok yang belum divaksinasi masih berisiko kena akibat COVID-19 bahkan berisiko mematikan.
"Imunitas atau kekebalan bisa terjadi karena dua sebab," kata Pandu Riono.
Imunitas pertama terbentuk di tubuh-tubuh warga lantaran yang bersangkutan pernah terinfeksi virus Corona, entah sadar atau tidak, entah bergejala atau tidak. Sebagian besar orang bahkan terjangkit virus Corona tanpa disertai gejala.
Imunitas kedua terbentuk dari vaksinasi. Ternyata, vaksin yang selama ini disuntikkan ke masyarakat Indonesia bisa membentuk kekebalan terhadap virus itu.
"Kalau orang itu dapat dua-duanya, yakni orang itu pernah terinfeksi dan pernah divaksinasi dua kali, maka tingkat imunitasnya sangat bagus, sangat tinggi. Istilahnya adalah 'super immunity'," kata Pandu mengutip istilah yang pernah digunakan di Nature, dalam tulisan COVID super-immunity: one of the pandemic's great puzzles.
Pandu mengutip hasil survei imunitas COVID-19 di Jakarta yang dilakukan dalam riset kerja sama FKM UI, bulan Maret lalu, sebanyak 44% penduduk Jakarta sudah punya imunitas COVID-19 akibat infeksi virus Corona. Pada Agustus, angka prevalensi antibodi terhadap SARS CoV-2 meningkat menjadi 60,5%.
![]() |
Antibodi atau kekebalan yang dimiliki warga Indonesia ini didapat dari virus yang pernah berjangkit di tubuh masing-masing. Semakin besar potensi interaksi antarmanusia di suatu masyarakat, semakin besar pula potensi penularan virus Corona. Eropa atau negara-negara yang pernah lockdown cenderung belum meraih kekebalan secepat Indonesia, karena negara yang lockdown saat virus Corona menggila tidak punya potensi penularan sebesar negara yang longgar menerapkan pembatasan sosial.
Meski begitu, Pandu tidak setuju bila imunitas COVID-19 di masyarakat Indonesia disimpulkan muncul akibat Indonesia tidak menerapkan lockdown. Tiadanya pembatasan sosial yang ketat di Indonesia telah merenggut banyak nyawa yang harusnya bisa dicegah bila ada pembatasan sosial yang lebih ketat.
"Ini (munculnya imunitas super) kan bukan disengaja," kata Pandu.
Kini, Indonesia harus terus menggencarkan vaksinasi sembari mempertahankan protokol kesehatan berupa mengenakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Indonesia harus yakin melangkah ke era endemi COVID-19.
"Kita harus optimis dong. Masa ketakutan terus?" kata Pandu.