Direktur Jasa Marga Tollroad Pastikan Tak Ada Sabotase Terkait Matinya CCTV di Km 50

Sidang Kasus Km 50

Direktur Jasa Marga Tollroad Pastikan Tak Ada Sabotase Terkait Matinya CCTV di Km 50

Kadek Melda Luxiana - detikNews
Selasa, 16 Nov 2021 15:58 WIB
Jakarta -

Pihak Jasa Marga mengungkapkan CCTV Km 49-72 Tol Jakarta-Cikampek (Japek) offline karena ada gangguan fiber optik saat peristiwa penembakan eks laskar FPI akhir tahun lalu. Jasa Marga memastikan tidak ada sabotase pada fiber optik terkait matinya CCTV.

Hal itu disampaikan pihak Jasa Marga selaku saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) saat ditanya oleh kuasa hukum terdakwa dalam sidang lanjutan dugaan tindak pidana pembunuhan (unlawful killing) terhadap empat anggota eks laskar FPI. Sidang digelar di ruang utama Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Selasa (16/11/2021).

"Apakah ditemukan adanya tanda-tanda atau bukti bahwa yang menjadi offline di Km sekian dikarenakan sabotase?" tanya salah seorang kuasa hukum terdakwa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya tidak tahu Pak, jadi yang saya ketahui tadi saya sampaikan adalah berdasarkan laporan dari vendor kami," jawab Direktur Operasi PT Jasa Marga Tollrod Operator Yoga Tri Anggoro.

"Dari laporan vendor diperoleh ada nggak yang menyebutkan adanya indikasi sabotase?" tanya kuasa hukum terdakwa.

ADVERTISEMENT

"Tidak disampaikan dalam laporan," ujar Yoga.

Sementara itu, Kepala Divisi Wilayah Metropolitan Tollroad (JMT) Jasa Marga Ari Wibowo senada dengan Yoga. Dia mengaku tidak menerima laporan adanya sabotase fiber optik.

"Sama tidak ada, jadi saya menerima laporan dari timnya Pak Yoga tidak ada sabotase," kata Ari.

"Artinya tidak berfungsi karena ada fiber optik yang terputus? Tidak disebutkan kecenderungan tanda-tanda sabotase?" tanya kuasa hukum terdakwa lagi.

"Tidak ada," jelas Ari.

Karyawan Jasa Marga lainnya bernama Budi Hidayat mengaku tidak mengetahui ada-tidaknya sabotase fiber optik. Dia mengaku tidak menerima adanya laporan terkait hal tersebut.

"Saya tidak tahu karena saya tidak menerima laporan itu," kata Budi.

Simak halaman selanjutnya

Seperti diketahui, Ipda M Yusmin Ohorella dan Briptu Fikri Ramadhan didakwa melakukan pembunuhan dan penganiayaan yang menyebabkan kematian dalam kasus Km 50. Kedua polisi itu sebenarnya didakwa bersama seorang lagi, yaitu Ipda Elwira Priadi, tetapi yang bersangkutan sudah meninggal dunia karena kecelakaan.

"Bahwa akibat perbuatan terdakwa (Ipda Yusmin) bersama-sama dengan Briptu Fikri Ramadhan serta Ipda Elwira Priadi (almarhum) mengakibatkan meninggalnya Luthfi Hakim, Akhmad Sofyan, M Reza, M Suci Khadavi Poetra," ucap jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (18/10).

Kasus bermula saat Ipda Yusmin, Briptu Fikri, dan Ipda Elwira bersama 4 polisi lain diperintahkan memantau pergerakan Habib Rizieq Shihab. Sebab, saat itu Habib Rizieq tidak hadir memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya terkait kasus pelanggaran protokol kesehatan.

Di sisi lain, polisi menerima informasi bahwa simpatisan Habib Rizieq akan mengepung Polda Metro Jaya pada Senin, 7 Desember 2020, ketika seharusnya Habib Rizieq memenuhi panggilan Polda Metro Jaya. Ketujuh polisi itu lalu melakukan pemantauan di Perumahan The Nature Mutiara Sentul, Bogor, tempat Habib Rizieq berada.

Namun, saat itu, dari perumahan tersebut muncul 10 mobil yang diduga rombongan Habib Rizieq. Ketujuh polisi itu mengikuti menggunakan 3 mobil.

Dalam perjalanan, salah satu mobil polisi dicegat dan diserempet mobil yang diduga berisi para anggota laskar FPI. Laskar FPI itu disebut jaksa sempat menyerang mobil polisi menggunakan pedang.

"Selanjutnya, laki-laki yang menggunakan jaket warna biru membawa pedang gagang warna biru atau samurai melakukan penyerangan ke mobil dengan cara mengayunkan pedang gagang warna biru tersebut dan membacok kap mesin mobil kemudian melanjutkan amarahnya dengan menghunjamkan pedangnya sekali lagi ke arah kaca depan mobil secara membabi-buta," ucap jaksa.

Polisi sempat memberikan tembakan peringatan, tetapi anggota laskar FPI balik menodongkan senjata. Setelah itu, terjadi aksi kejar-kejaran, di mana saat itu anggota laskar FPI kembali menodongkan senjata. Polisi pun membalas dengan menembak ke arah mobil para anggota laskar FPI itu.

"Ipda Mohammad Yusmin Ohorella melakukan penembakan beberapa kali yang diikuti oleh Briptu Fikri melakukan penembakan ke arah penumpang yang berada di atas mobil anggota FPI dengan jarak penembakan yang sangat dekat kurang-lebih 1 meter," ujar jaksa.

Singkat cerita, kejar-kejaran itu berakhir di rest area Km 50. Saat diperiksa polisi, ada 2 orang yang sudah tewas di dalam mobil anggota FPI itu, sisanya 4 orang masih hidup.

Polisi lalu membawa 4 orang yang masih hidup itu, tetapi tidak memborgol mereka, yang disebut jaksa tidak sesuai dengan standard operating procedure (SOP). Keempat anggota FPI itu lalu disebut menyerang dan berupaya mengambil senjata polisi.

Briptu Fikri dan Ipda Elwira pun menembak mati 4 anggota FPI itu di dalam mobil. Akibat perbuatannya, para terdakwa itu dikenai Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 351 ayat (3) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Halaman 2 dari 2
(dek/dwia)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads