MC Wanita Boleh Tampil di Acara Koster Usai Kecaman Silih Berganti

Round-Up

MC Wanita Boleh Tampil di Acara Koster Usai Kecaman Silih Berganti

Tim detikcom - detikNews
Rabu, 29 Sep 2021 08:07 WIB
MC wanita tampil di acara Gubernur Bali Wayan Koster. (tangkapan layar siaran Youtube Pemprov Bali)
MC wanita tampil di acara Gubernur Bali Wayan Koster. (tangkapan layar siaran Youtube Pemprov Bali)
Denpasar -

Master of ceremony (MC) wanita akhirnya dibolehkan tampil di hadapan Gubernur Bali Wayan Koster, setelah sebelumnya kecaman hingga kritik datang silih berganti kepada Koster karena larangan MC wanita tampil di acara yang ia hadiri.

Momen MC wanita tampil di hadapan Koster terjadi pada Selasa (28/9/2021) lalu, saat Koster mencanangkan Surat Edaran Nomor 17 Tahun 2021 tentang pemanfaatan produk garam tradisional lokal Bali. MC wanita itu juga tampak dalam siaran langsung Youtube Pemprov Bali.

"Rangkaian acara pencanangan pemberlakuan Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 17 Tahun 2021 hari ini diawali dengan lagu kebangsaan 'Indonesia Raya'," kata MC wanita tersebut memulai acara yang langsung dihadiri Koster.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah menyanyikan lagu 'Indonesia Raya', MC tersebut langsung mempersilakan Koster untuk berpidato menyampaikan pencanangan surat edaran tersebut. Koster pun tampak berjalan menuju panggung dan menyampaikan pidatonya.

Kepala Biro Umum dan Protokol Setda Provinsi Bali I Wayan Budiasa enggan menjelaskan mengenai kebijakan penggunaan MC wanita dalam acara tersebut. Padahal Gubernur Bali kini tengah diterpa isu diskriminasi pekerja wanita, khususnya MC.

ADVERTISEMENT

"Waduh, saya no comment deh, yang pasti saya melaksanakan tugas yang terbaik," kata Budiasa saat dihubungi detikcom melalui sambungan telepon, Selasa (28/9/2021) malam.

Saat ditanya lebih lanjut, Budiasa langsung menyampaikan salam perpisahan serta terima kasih kepada detikcom. Ia beralasan sedang berada di salah satu rumah duka.

"Inggih (ya) makasi, Pak ya, tyang (saya) masih di rumah orang duka. Sinampura dumun (maaf dulu)," sambungnya.

Polemik larangan MC wanita tampil di acara Koster ini terungkap setelah salah seorang MC wanita Puti Dessy Fridayanthi menyampaikan curahan hati (curhat) di media sosial Instagram.

Dalam curhatnya via medsos itu, Dessy mengaku dilarang tampil di panggung oleh protokol Pemerintah Provinsi Bali pada salah satu acara kementerian yang dihadiri Gubernur Bali. Dessy pun meluapkan kekesalannya di medsos hingga akhirnya viral.

"23 tahun pengalaman saya sebagai MC, baru kali ini saya diperlakukan layaknya tahanan atau maling yang tidak boleh muncul di panggung," tulisnya dalam unggahan itu seperti dikutip detikcom seizin Dessy, Minggu (12/9/2021).

"Alasannya apa? Karena acara dihadiri oleh Gubernur Bali. Protokol gubernur mengatakan ini perintah @gubernur.bali @kostergubernurbali karena MC-nya cewek, jadi tidak boleh tampil, cukup suara saja yang terdengar," imbuh Dessy dalam unggahannya itu.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Saksikan juga 'Blak-blakan Nyai Masriyah Amva, "Kesetaraan Gender Tak Merusak Agama':

[Gambas:Video 20detik]



Kecaman hingga kritik lantas datang dari berbagai pihak usai curhatan Dessy viral di media sosial, pertama dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga. Ia meminta Koster tak memandang rendah perempuan.

"Lingkungan kerja yang aman dan nyaman sangat dibutuhkan perempuan, tanpa adanya kekhawatiran terhadap perlakuan diskriminasi, kekerasan maupun pelecehan. Semua pihak perlu bahu-membahu mencegah segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan pekerja," kata Bintang dalam siaran pers seperti dilansir dari situs Kementerian PPPA, Selasa (14/9).

"Jangan memandang rendah perempuan pekerja di dunia kerja, kesetaraan pun dapat tercipta jika tidak ada stigma negatif terhadap perempuan," tegas Bintang yang juga asal Bali.

Bintang menegaskan merupakan tanggung jawab semua pihak, dari pemimpin hingga staf, untuk bersatu padu memberi ruang terciptanya kesetaraan gender di tempat kerja dan bebas dari semua bentuk diskriminasi. Hal itu dapat dimulai dari adanya komitmen dan kemudian diimplementasikan pada kebijakan, program, serta kegiatan sehingga tercipta lingkungan kerja yang aman dan nyaman bagi perempuan.Setelah mendapat laporan soal diskriminasi terhadap MC wanita pada beberapa acara yang dilaksanakan Pemerintah Provinsi Bali, Menteri Bintang mengaku langsung meminta penjelasan Pemprov Bali.

"Perlindungan pada perempuan pekerja merupakan salah satu komitmen negara yang diamanatkan dalam Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) dan telah diadopsi sebagai hukum Nasional melalui UU Nomor 7 Tahun 1984. Dengan demikian, Pemerintah Indonesia berkewajiban melakukan upaya untuk menjamin pemenuhan hak-hak perempuan, sebagaimana tercantum di dalam konvensi tersebut," jelasnya.

Sementara itu, Ombudsman Perwakilan Provinsi Bali menilai larangan MC wanita tampil di acara yang dihadiri Koster sebagai tindakan maladministrasi karena diskriminatif.

"Secara khusus perlakuan ini masuk dalam kategori maladministrasi, yakni tindakan diskriminatif yang dilakukan oleh pemerintah terhadap seorang warga negara," kata Kepala Ombudsman Perwakilan Provinsi Bali Umar Ibnu Alkhatab dalam pesan singkatnya kepada detikcom, Senin (13/9).

Ombudsman Perwakilan Provinsi Bali meminta Koster atau perwakilan Pemprov Bali memberi penjelasan terkait larangan MC wanita tampil. Ombudsman berharap kejadian itu tidak terulang lagi.

"Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Bali menyayangkan terjadinya peristiwa tersebut yang terjadi justru pada acara resmi pemerintah. Peristiwa tersebut menggambarkan betapa diskriminasi terhadap perempuan masih terjadi dan dilakukan secara mencolok," terang Umar.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Sorotan juga datang dari Lembaga Bantuan Hukum/Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (LBH/YLBHI) Bali, yang mendesak Ombudsman untuk memanggil Gubernur Bali Wayan Koster soal pelarangan master of ceremony (MC) wanita tampil. LBH/YLBHI Bali menilai, hal itu termasuk pelanggaran pelayanan publik.

"Ombudsman harus memanggil para pihak termasuk Gubernur Bali yang dituduhkan membuat protokol karena ini masuk dalam pelanggaran dalam pelayanan publik," kata Direktur LBH/YLBHI Bali Ni Kadek Vany Primaliraning dikutip detikcom, Jumat (17/9).

Vany mengatakan, jika ternyata itu ada diskriminasi protokol di mana hanya perempuan yang tidak boleh tampil, maka itu bagian pelanggaran hak asasi manusia (HAM), khususnya prinsip non diskriminasi. Hal itu mengacu pada berbagai peraturan perundang-undangan.

Aturan tersebut yakni Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, UU Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita, termasuk UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights.

Menurut Vany, diskriminasi terhadap perempuan tidak pantas dilakukan oleh pejabat publik. Hal itu termasuk dalam melanggengkan budaya patriarki.

"Hal ini tidak pantas dilakukan oleh pejabat publik, karena ini bagian dari melanggengkan budaya patriarki, kekerasan perempuan, kesetaraan gender dan mandat sebagai pelayan publik," jelasnya.

Kongres Wanita Indonesia (Kowani) mengecam kasus ini, terlebih ada partai politik (parpol) yang membela Koster.

"Pernyataan pers politisi dengan menggunakan simbol partai politik terhadap kasus tersebut dalam pandangan Kowani merupakan arogansi," kata Ketua Umum Kowani, Giwo Rubianto Wiyogo, dalam keterangan tertulis yang dikutip detikcom, Selasa (28/9).

Giwo menyoroti politikus yang menyatakan kasus yang dialami Ecy adalah hoax. Pihaknya pun sangat menyangkan pernyataan tersebut karena Kowani menerima pengaduan langsung yang disampaikan oleh korban.

"Artinya kasus Ecy bukanlah hoax, ada korban dan banyak orang yang menyaksikan kejadian di mana korban dalam detik-detik terakhir persiapan kegiatan penyambutan Menteri didampingi Gubernur Bali tidak diperkenankan untuk menjalankan tugasnya di lokasi acara. Korban menjalankan tugasnya di ruangan tertutup yang berjauhan dengan lokasi acara," terang Giwo.

Ecy sendiri tidak kaget jika terjadi pembatalan oleh pihak protokol Gubernur satu hari sebelum pelaksanaan kegiatan. Sebab hal tersebut sudah ia alami sejak 2018 sampai kejadian pada 10 September 2021 lalu.

"Penyikapan kasus Ecy oleh politisi dengan menggunakan simbol partai politik dalam pandangan Kowani akan membawa preseden buruk bagi kasus serupa, di mana perempuan menjadi korban diskriminasi yang dilakukan di tempat kerja akan mendapat ancaman berhadapan dengan kekuatan atau pihak-pihak di balik orang-orang yang yang berkuasa," jelasnya.

"Apalagi dalam konferensi pers dengan simbol partai politik tersebut juga mengancam melaporkan korban atau pihak-pihak yang protes ke ranah hukum. Dalam pandangan Kowani, hal tersebut akan berdampak pada psikologi korban dan perempuan lain yang mendapat perlakuan sama untuk takut melaporkan kasus karena ancaman kriminalisasi," imbuhnya. Kowani tidak menyebut partai apa yang membela perlakuan terhadap MC itu dan partai apa yang mengancam MC itu.

Halaman 2 dari 3
(nvl/idn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads