Eks Asisten Senior Manager Alat Bongkar Muat pada PT Pelindo II, Mashudi Sanyoto, mengatakan perusahaan Wuxi Hua Dong Heavy Machinery Science and Technology Group Co Ltd (HDHM) tidak memenuhi syarat sebagaimana Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS) pada proyek 3 unit quayside container crane (QCC).
Mashudi menyebut perusahaan HDHM tidak memenuhi syarat teknis yang ditetapkan oleh tim teknis PT Pelindo II. Hal itu disampaikan Mashudi saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakpus, Rabu (8/9/2021).
"Saat lakukan evaluasi teknis, isi twin lift yang ditawarkan HDHM menurut kajian Saudara gimana? Bisa tidak untuk dibeli?" tanya jaksa KPK.
Mashudi mengungkapkan perusahaan HDHM tidak memenuhi syarat teknis PT Pelindo II. Alasannya, penawaran mesin yang digunakan untuk 3 unit QCC tidak sesuai dengan ketentuan PT Pelindo II.
"Tidak memenuhi syarat secara teknis. Ada spesifikasi berbeda, spesifikasi dia menawarkan apa, kita menyarankan apa. Sehingga tidak memenuhi persyaratan teknis, misalnya kita menyarankan sistem merek A, dia menawarkan B. Berarti tidak memenuhi syarat, sehingga tidak lulus, ada banyak, ada beberapa item spesifikasi dan itu tidak dipenuhi HDHM," jawab Mashudi.
Mashudi mengatakan timnya sendiri yang melakukan evaluasi teknis. Menurut Mahsudi, hasil evaluasi teknis HDHM sudah dilaporkan ke atasan. Namun, HDHM akhirnya tetap dipilih mengerjakan proyek 3 unit QCC di Pelabuhan Palembang, Pelabuhan Panjang, dan Pelabuhan Pontianak.
"Kita laporkan ke atasan saya, untuk dilaporkan ke bagian pengadaan, mestinya pengadaan hanya menentukan ini proses lanjut atau tidak, gagal atau bisa lanjut. Saya kurang tahu persis (proses di pengadaan), tapi yang terjadi adalah akhirnya dilakukan klarifikasi dan negosiasi harga," ungkap Mashudi.
"Jadi secara teknis belum terpenuhi, mestinya klarifikasi, klarifikasi saja. tapi ini tidak, ini dilakukan dua-duaya, klarifikasi dan negosiasi," lanjutnya.
Dalam dakwaan jaksa, mantan Direktur Utama PT Pelindo II, Richard Joost Lino atau RJ Lino, disebut menunjuk langsung HDHM. RJ Lino juga disebut menandatangani kontrak kerja sama dengan HDHM padahal proses penunjukan kontraktor belum selesai.
"Kemudian Terdakwa memerintahkan Ferialdy Norlan untuk menandatangani kontrak pengadaan 3 Unit QCC dengan HDHM, atas perintah Terdakwa tersebut, Ferialdy Norlan meminta Wahyu Hardiyanto untuk mempersiapkan format penandatanganan kontrak dengan HDHM," kata jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Senin (9/8).
"Dan atas sepengetahuan dari Terdakwa, Ferialdy Norlan bersama Weng Yaogen menandatangani lembar penandatanganan kontrak, padahal proses penunjukan HDHM oleh PT Pelindo II belum sepenuhnya selesai," lanjut jaksa.
Jaksa mengatakan ada kerugian negara di pengadaan 3 unit QCC pada PT Pelindo II Tahun 2010 didapat dari perhitungan Unit Forensik Akunting Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK dan laporan hasil pemeriksaan investigatif dalam rangka penghitungan kerugian negara atas Pengadaan QCC Tahun 2010 pada PT Pelindo II dan Instansi terkait lainnya di Jakarta, Lampung, Palembang dan Pontianak.
Atas dasar itu, RJ Lino didakwa Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(zap/yld)