Jakarta -
Terlapor berdalih hanya bercanda saat merundung sekaligus melakukan pelecehan seksual sesama pria pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Pakar psikologi sosial dr Andik Matulessy MSi menyebut perundungan dan pelecehan yang dilakukan pelapor tidak layak meski dengan dalih 'bercanda'.
"Perundungan dalam bentuk apa pun tidak layak dilakukan pada seseorang, karena akan menimbulkan dampak psikologis yang berat bagi penyintas atau korbannya. Apakah alasannya bercanda atau bukan, tetap tidak layak dilakukan pada orang lain," ujar Andik kepada wartawan, Selasa (7/9/2021).
Andik menyebut ada banyak faktor penyebab perundungan. Pelaku perundungan, kata Andik, bisa merasa punya kedudukan yang lebih tinggi dan punya kuasa ketimbang korban.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sehingga (pelaku) memanfaatkan kelemahan dari korban. Adanya posisi yang merasa lebih berkuasa atau dominan membuatnya mudah melakukan perundungan pada orang lain," tutur Andik.
Andik mengategorikan pelecehan yang dilakukan para pelaku yakni menelanjangi dan menyoret-nyoret kemaluan korban adalah kategori berat.
"Perilaku yang sampai menelanjangi dan mencoret-coret kemaluan tidak dapat dianggap sebagai perilaku yang dimaklumi, namun pelanggaran berat karena menimbulkan ketidaknyamanan, ketakutan, malu yang berkepanjangan dan trauma," lanjutnya.
Andik memberikan sejumlah saran ke KPI. Pertama, pelaku sebaiknya diberhentikan sementara hingga kasus hukum yang menjerat para terlapor tuntas.
"Kedua, pada korban diberikan bantuan hukum untuk memastikan ada tindak lanjut dari kasusnya. Ketiga, bantuan psikologi oleh psikolog untuk mengatasi masalah psikologisnya," imbuh Andik.
Terlapor berdalih bercanda. Simak di halaman berikutnya.
Saksikan video 'Terlapor Pelecehan di KPI Pertimbangkan Lapor, Ini Respons Komnas HAM':
[Gambas:Video 20detik]
Terlapor Berdalih Bercanda
Terlapor, EO dan RS, membantah tuduhan pelecehan seks dan perundungan sesama pria pegawai KPI. Terlapor berdalih perundungan terhadap korban cuma candaan.
"Itu hanya hal-hal yang sifatnya menurut lingkungan pergaulan mereka biasa sehari-hari. Nyolek-nyolek sesama laki-laki. Kebetulan pelapor ini kan berpakaian rapi selalu, bajunya dimasukin sering dicandain ditarik tiba-tiba bajunya. Kaya 'rapih amat lu', gitu-gitu aja," ujar pengacara RD dan EO, Tegar Putuhena, saat dihubungi, Senin (6/9/2021).
Awal Mula Kasus Terungkap
Diketahui, kasus ini terungkap ketika korban bercerita ia kerap mendapatkan perundungan dan pelecehan seksual sesama pria dari rekan kerjanya yang juga pegawai KPI. Perlakuan itu telah terjadi sejak 2012.
"Kejadian itu membuat saya trauma dan kehilangan kestabilan emosi. Kok bisa pelecehan jahat macam begini terjadi di KPI Pusat?" demikian keterangan tertulis korban, Kamis (1/9/2021).
Korban bercerita dia ditelanjangi dan difoto. Korban pun khawatir foto telanjangnya itu akan disebar oleh rekan-rekannya. Selain itu, rekan kerja korban kerap menyuruh-nyuruh korban membelikan makan. Hal ini berlangsung selama 2 tahun.
Tahun ke tahun berjalan, berbagai perundungan diterima korban. Dari diceburkan ke kolam renang, tasnya dibuang, hingga dimaki dengan kata-kata bernuansa SARA.
Pelecehan seksual tersebut membuat korban jatuh sakit dan stres berkepanjangan. Pelecehan dan perundungan itu, kata korban, mengubah pola mentalnya.
Kasus ini juga sudah dilaporkan ke Komnas HAM. Komnas HAM sendiri, kata korban, sudah mengkategorikan pelecehan dan perundungan yang dialaminya sebagai bentuk pidana dan menyarankan agar korban melapor ke polisi. Saat ini polisi juga tengah mengusut kasus ini.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini