Tentang Dokter yang Tak Percaya Corona di Enrekang

Round-Up

Tentang Dokter yang Tak Percaya Corona di Enrekang

Tim detikcom - detikNews
Sabtu, 04 Sep 2021 07:01 WIB
Pernyataan dokter di RSUD Enrekang, Sulsel Adiany Adil bahwa COVID-19 bukan diagnosa dan pasien COVID-19 tidak pernah ada. (dok. Istimewa)
Foto: Pernyataan dokter di RSUD Enrekang, Sulsel Adiany Adil bahwa COVID-19 bukan diagnosa dan pasien COVID-19 tidak pernah ada. (dok. Istimewa)
Jakarta -

Seorang dokter di RSUD Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan (Sulsel), Adiany Adil, menyatakan dirinya tak percaya COVID-19. Pernyataannya itu kemudian viral di media sosial.

Pernyataan itu dituliskan dalam sebuah surat pernyataan yang ditandatangani Adiany pada 25 Agustus 2021. Adiany juga menyertakan nomor teleponnya di surat itu. Berikut ini pernyataan Adiany:

Yang bertanda tangan di bawah ini, atas nama dr. Adiany Adil sebagai salah satu pihak yang berwenang dan berkompeten membuat pernyataan akan COVID-19.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bahwa berdasarkan disiplin ilmu saya yaitu berkenaan dengan profesi dokter, sosok ahli dalam hal penegakan diagnosis, maka saya dengan tegas dan jelas tetapkan bahwa sejak dahulu hingga detik ini para dokter termasuk saya tidak pernah tegakkan diagnosis COVID-19. Bahwa dalam teori dan praktek kedokteran, TIDAK PERNAH ADA DIAGNOSIS COVID-19/CORONA VIRUS DISEASE-19. Dan olehnya itu, pasien COVID-19 itu tidak pernah ada.

Demikianlah surat pernyataan yang saya buat untuk dipergunakan demi kemaslahatan ummat manusia.

ADVERTISEMENT

Ketika dimintai konfirmasi detikcom, Kamis (2/9/2021), Adiany Adil menegaskan pernyataannya itu benar adanya.

"Itu bukan pernyataan kontroversial, sebab apa yang saya nyatakan itu adalah ilmu pengetahuan, ilmu kedokteran, jadi fix, harga mati tidak dapat ditawar lagi. So, tidak ada yang dapat mengganggu gugat. Semua dokter di belahan bumi manapun pasti tahu perihal COVID-19 itu bukanlah diagnosa, bukan menjadi jenis penyakit yang dijadikan dokter sebagai diagnosa," tulisnya.

Karena yakin COVID-19 bukan diagnosa, Adiany mengaku berani membuat pernyataannya itu dan menyebarkannya ke media sosial. Dia lalu menantang dokter lain yang menyebut COVID-19 sebagai diagnosa.

Atas pernyataan tersebut kata Adiany, dia sempat dimintai klarifikasi oleh pihak Polres Enrekang dan Kodim 1419 Enrekang. Dia juga mengaku mendapat apresiasi dari Polres dan Kodim Enrekang.

Menurut Adiany, IDI Cabang Enrekang yang justru memperlihatkan sikap yang tidak etis dengan menunjuk-nunjuk dan menyuruhnya diam saat dilakukan pertemuan.

"Sehingga saya memutuskan meninggalkan ruangan dan terlebih dahulu saya beritahukan gampang ingin membantah pernyataan saya cukup teman sejawat membuat pernyataan tandingan sebagai bantahan surat pernyataan saya," tegasnya.

Pernyataan Adiany Disorot IDI Enrekang

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Enrekang menyoroti pernyataan dokter RSUD Enrekang Adiany Adil, yang menyebut bahwa pasien COVID-19 tidak pernah ada dan COVID-19 bukan diagnosis. Pernyataan Adiany itu dinilai bertentangan dengan profesi dokter.

"Statement (bahwa pasien COVID-19 tidak pernah ada) yang dikeluarkan oleh yang bersangkutan jelas bertentangan dengan apa yang IDI pahami. Statement seperti itu akan berefek pada profesi kami sebagai seorang dokter," ujar Ketua IDI Cabang Enrekang Amrullah dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (2/9).

Amrullah menyebut surat pernyataan Adiany soal COVID-19 bukan diagnosis menimbulkan permasalahan yang cukup meresahkan mengingat yang bersangkutan merupakan anggota IDI. Amrullah juga menyinggung terkait kepribadian Adiany yang dinilai keras.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya:

Sementara itu, Kadis Kesehatan Kabupaten Enrekang Sutrisno mengungkapkan hasil penelusurannya, sejak 2011, Adiany untuk sementara tidak menjalankan profesinya sebagai dokter karena sedang dalam masa pendidikan untuk mengambil spesial anestesi.

"Namun informasi yang kami terima sejak April 2021, Adiany tidak tercatat lagi sebagai mahasiswi di Fakultas Kedokteran Unhas Makassar sesuai dengan surat keputusan yang dikeluarkan oleh Dekan Unhas, dan secara fungsional STR (surat tanda registrasi) yang bersangkutan sudah tidak berlaku sejak 2016 sehingga untuk praktik tidak bisa dan harus memperpanjangnya," terangnya.

Salah satu alasan dilakukannya drop out (DO) oleh pihak kampus, kata Sutrisno, adalah yang bersangkutan tidak pernah melaporkan hasil kegiatan belajar-mengajarnya di Unhas kepada Pemkab Enrekang, yang mana kewajiban tersebut harus dilakukan setiap 6 (enam) bulan sekali.

Sutrisno juga membeberkan Adiany juga telah mendapatkan surat teguran dari Sekda Enrekang lantaran indisipliner dalam kapasitasnya sebagai seorang ASN.

"Yang bersangkutan sudah tidak pernah lagi hadir atau masuk kerja dan sudah ada surat teguran dari Sekda Kabupaten Enrekang. Berdasarkan perilakunya, yang bersangkutan saat ini sudah bisa dilakukan pemecatan karena sudah tidak melaksanakan tugas selama 1 tahun lebih," terangnya.

Terancam Kena Sanksi

Adiany Adil, dokter di RSUD Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, yang menyebut pasien COVID-19 tidak pernah ada dan COVID-19 bukan diagnosis terancam kena sanksi. Pemkab mengatakan ada sanksi jika ditemukan pelanggaran.

"Apabila hasil dari pemeriksaan Inspektorat ditemukan pelanggaran maka Bupati Enrekang akan memberikan sanksi kepada yang bersangkutan," ujar Kabag hukum Kabupaten Enrekang, Dirhamsyah, kepada wartawan, Kamis (2/9).

Dirhamsyah mengatakan pihaknya tengah mengupayakan bagaimana penanganan COVID-19 agar segera berakhir sehingga ekonomi bisa cepat pulih.

"Namun di sisi lain tersebarnya pemberitaan yang menjadi perhatian publik viral di media sosial dan sangat sensitif," tuturnya.

Dia mengatakan berdasarkan PP Nomor 53 Tahun 2010, yang bersangkutan telah melanggar kode etik profesi dan telah memenuhi unsur untuk dilakukan pemecatan dengan tidak hormat.

"Sudah ada surat panggilan dan surat peringatan dari Sekda KabupatenEnrekang untuk kembali melaksanakan tugas sebagai seorang ASN," jelasnya.

Sementara itu, Kepala BKD Kabupaten Enrekang, Jumurdin, mengatakan dari sisi kepegawaian akumulatif 40 hari dalam setahun, Adiany yang tidak melaksanakan tugas sebagai ASN sudah memenuhi syarat untuk dilakukan pemecatan.

"Namun, dari sisi kemanusiaan, kami akan memberikan dulu kesempatan kepada pihak IDI cabang Enrekang untuk dilakukan pendekatan secara kekeluargaan," urainya.

Polisi Turun Tangan

Kapolres Enrekang AKBP Andi Sinjaya mengatakan pihaknya melakukan penyelidikan terkait surat pernyataan tersebut.

"Masih on process, melalui langkah penyelidikan," terangnya.

Andi tidak ingin berspekulasi soal kemungkinan Adiany mengalami depresi. Jika proses pemeriksaan penyidik selesai, baru polisi akan melakukan tes kejiwaan.

"Langkah kita belum kesana, jika lengkap semua proses pemeriksaan penyidik akan menentukan perlu-tidaknya pemeriksaan kejiwaan yang bersangkutan," jelasnya.

Di sisi lain, Andi juga membantah memberi apresiasi ke dokter tersebut. Dia justru menyayangkan sikap Andi yang membuat pernyataan kontroversial.

"Kita tidak pernah apresiasi terhadap perbuatan dan sikap yang bersangkutan, tolong diperbaiki ya. Sikap kita normatif dan akan laksanakan prosedur hukum sesuai aturan hukum sesuai fakta-fakta dan pihak-pihak yang berkompeten. Justru kita menyayangkan sikap yang bersangkutan," tegas Andi.

Halaman 2 dari 3
(fas/isa)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads