Jakarta -
Komisi Yudisial (KY) memberikan rekomendasi penjatuhan sanksi kepada 48 hakim karena dinilai terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) pada kuartal 1 tahun 2021. Sebanyak 36 hakim diberi sanksi ringan, 10 hakim dijatuhi sanksi sedang, dan 2 hakim dijatuhi sanksi berat.
Penjatuhan sanksi ini berdasarkan hasil pemeriksaan, sidang panel dan sidang pleno oleh Anggota KY. KY dengan tegas memastikan penegakan pelaksanaan Kode Etik Hakim untuk menjaga kemuliaan profesi hakim.
Proses penanganan dilakukan melalui pemeriksaan terhadap berbagai pihak (pelapor dan saksi) yang dilengkapi dengan pembuatan BAP, mengumpulkan bukti-bukti yang detail sebelum memeriksa hakim dan mengenakan sanksi sesuai dengan tingkat kesalahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hal ini untuk menjamin bahwa pengawasan yang dilakukan KY tetap menjunjung kehormatan dan keluhuran martabat hakim," kata Wakil Ketua Komisi Yudisial Sukma Violetta, dalam keterangannya, Senin (3/5/2021).
Selama kuartal 1 tahun 2021, KY telah melaksanakan sidang panel sebanyak 61 laporan. Hasilnya sebanyak 18 laporan dinyatakan dapat ditindaklanjuti dan 43 laporan dinyatakan tidak dapat ditindaklanjuti. Penanganan selanjutnya, yaitu pelaksanaan sidang pleno sebanyak 94 laporan.
"Sidang pleno memutuskan bahwa 27 laporan terbukti melanggar dan 67 laporan tidak terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH)," ungkap Sukma.
Hakim yang terbukti melanggar KEPPH diberikan sanksi sesuai pelanggaran yang dilakukan, dengan rincian, yaitu 36 hakim dijatuhi sanksi ringan, 10 hakim dijatuhi sanksi sedang, dan 2 hakim dijatuhi sanksi berat. Rekomendasi sanksi ini selanjutnya disampaikan kepada Mahkamah Agung (MA) untuk implementasi pelaksanaan sanksinya.
"Sanksi ringan berupa teguran lisan untuk 6 hakim, teguran tertulis untuk 11 hakim, dan pernyataan tidak puas secara tertulis untuk 19 hakim," ucap Sukma.
Sementara rincian sanksi sedang, yaitu berupa penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala selama satu tahun untuk 3 hakim, penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun untuk 1 hakim, dan hakim nonpalu selama enam bulan untuk 6 hakim.
Untuk sanksi berat, tegas Sukma, KY memutuskan 2 orang hakim dijatuhi sanksi nonpalu lebih dari 6 bulan dan paling lama 2 tahun.
"Namun, pelaksanaan pengenaan sanksi KY ini seringkali terhambat karena MA tidak sepenuhnya menindaklanjuti putusan sanksi KY ini dan adanya tumpang tindih tugas. Adapun 23 usulan sanksi, sampai saat ini belum mendapat respon dari MA tentang bagaimana pelaksanaan riil dari sanksi tersebut. Untuk 25 putusan yang tersisa, KY masih melakukan proses minutasi putusan," pungkas Sukma.
Pemantauan Persidangan
Komisi Yudisial juga berwenang untuk melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim. Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2011.
Sepanjang kuartal 1 2021, KY menerima 169 permohonan pemantauan persidangan, yaitu 123 permohonan dari individu, instansi pemerintah, dan organisasi masyarakat, serta 46 inisiatif KY.
Dari permohonan tersebut, KY telah melaksanakan pemantauan terhadap 79 persidangan. Sementara 71 permohonan tidak dapat dilakukan persidangan, 16 permohonan masih dilakukan analisis, dan 3 permohonan dilakukan pelimpahan berkas.
Alasan tidak dapat dilakukan pemantauan karena beberapa sebab, di antaranya tidak ada dugaan awal pelanggaran KEPPH atau perkara sudah mencapai tahap akhir/ sudah putus.
"KY melakukan pemantauan persidangan sebagai langkah pencegahan agar hakim tetap bersikap independen dan imparsial dalam memeriksa dan memutus perkara, tanpa dipengaruhi oleh pihak manapun," ujar Sukma.
Kuartal I 2021, KY Terima 494 Laporan Dugaan Pelanggaran Kode Etik Hakim
Komisi Yudisial (KY) telah menerima 494 laporan masyarakat dan 359 surat tembusan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) selama kuartal 1 2021.
Laporan tersebut paling banyak disampaikan melalui jasa pengiriman pos, yaitu 237 laporan. Pelapor juga datang langsung ke Kantor KY, yaitu 150 laporan.
Adapun penyampaian laporan lainnya disampaikan ke Penghubung KY di 12 wilayah dan fasilitas pelaporan online (www.pelaporan.komisiyudisial.go.id) sebanyak 103 laporan. KY juga menerima informasi sebanyak 4 laporan atas dugaan pelanggaran perilaku hakim.
"Pada periode 4 Januari s.d 30 April 2021, KY telah menerima laporan sebanyak 853 yang terdiri dari 494 laporan dan 359 tembusan yang berkaitan dengan pengawasan lembaga peradilan," ujar Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Sukma Violetta.
Berdasarkan jenis perkara, sebanyak 234 laporan masalah perdata, 121 laporan perkara pidana. Selain itu, ada juga pengaduan terkait perkara agama (29 laporan), Tipikor (27 laporan), niaga (26 laporan), Tata Usaha Negara (18 laporan), perselisihan hubungan industrial (13 laporan), dan lainnya.
Lebih lanjut, menurut Sukma, dari laporan yang masuk ke KY di antaranya juga berasal dari Penghubung KY yang ada di 12 wilayah. Sukma menguraikan, 10 provinsi terbanyak dalam penyampaian laporan dugaan pelanggaran KEPPH masih didominasi kota-kota besar di Indonesia. Dari tahun ke tahun relatif tidak banyak perubahan.
Paling banyak adalah DKI Jakarta (128 laporan), Sumatera Utara (49 laporan), Jawa Timur (44 laporan), Jawa Barat (40 laporan), Jawa Tengah (22 laporan), Riau (21 laporan), Sumatera Selatan (20 laporan), Kalimantan Timur (16 laporan), Sulawesi Selatan (14 laporan), Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara Timur (13 laporan).
Lebih lanjut Sukma menjelaskan, berdasarkan jenis badan peradilan yang dilaporkan, maka laporan terhadap peradilan umum sangat mendominasi, yaitu sebanyak 371 laporan. Kemudian lainnya, yaitu Peradilan Agama sejumlah 36 laporan, Mahkamah Agung sejumlah 29 laporan, niaga sejumlah 17 laporan, tata usaha negara sejumlah 13 laporan, tipikor 11 laporan, dan lainnya.
Tidak semua laporan dapat dilakukan proses sidang pemeriksaan panel atau pleno, karena laporan yang masuk perlu diverifikasi kelengkapan persyaratan (telah memenuhi syarat administrasi dan substansi) untuk dapat diregistrasi. Pada Kuartal 1 tahun 2021 ini, KY menyatakan laporan yang memenuhi persyaratan sebanyak 78 laporan.
"Laporan lain tidak dapat diproses oleh KY karena tidak memenuhi persyaratan, yaitu laporan bukan kewenangan KY dan diteruskan ke instansi lain atau Badan Pengawasan MA, pelapor tidak menggunakan identitas yang sebenarnya, dan lainnya," ujarnya.
KY Usulkan Ada Tim Penghubung, Dorong Efektivitas Pelaksanaan Kewenangan KY dan MA
Anggota Komisi Yudisial (KY) Amzulian Rifai menyatakan pembentukan Tim Penghubung KY-MA adalah salah satu strategi untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan wewenang dan tugas masing-masing lembaga dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim.
Tim tersebut berguna untuk membangun komunikasi antara KY dan MA, misalnya terkait pengawasan dan penjatuhan rekomendasi sanksi. Misalnya, Tim Penghubung nantinya diharapkan dapat mengatasi perbedaan pandangan antara KY dan MA terkait pelanggaran KEPPH yang bersinggungan dengan teknis yudisial.
Sebagaimana diketahui, pada pertemuan sebelumnya, kedua lembaga sepakat untuk membentuk Tim Penghubung KY-MA. Tim Penghubung KY terdiri dari Wakil Ketua KY M. Taufik HZ, Anggota KY Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi Amzulian Rifai dan Anggota KY Bidang Sumber Daya Manusia, Advokasi, Hukum, Penelitian dan Pengembangan Binziad Kadafi.
"Semangat pembentukan tim penghubung ini adalah untuk menjalin komunikasi yang baik dan konstruktif dalam membahas berbagai persoalan yang selama ini mengemuka. Ke depan, KY berharap persoalan tersebut dapat dibicarakan dan dipecahkan secara bersama-sama," kata Anggota KY Amzulian Rifai saat menggelar konferensi pers daring, Senin (3/5).
Ia optimis, jika nantinya Tim Penghubung ini terbentuk, maka koordinasi serta pelaksanaan wewenang dan tugas dalam rangka menjaga serta menegakkan kehormatan hakim akan lebih mudah dan efektif.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini