Jakarta -
Dewan Pengawas (Dewas) KPK didesak segera bertindak mengenai dugaan-dugaan pertemuan yang terjadi antara penyidik KPK dengan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial di kediaman Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. Selain itu, ada pula mengenai dugaan komunikasi antara Syahrial dengan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar.
Untuk memahami secara utuh alur perkara ini, silakan simak lebih dulu awal mula perkara ini.
Awalnya pada 20 April 2021 dikabarkan tim KPK menyambangi kediaman Syahrial di Tanjungbalai. Saat itu Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri hanya menyebutkan bila kehadiran tim KPK itu berkaitan dengan pengumpulan bukti suatu kasus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Benar, ada kegiatan tim KPK di sana dalam rangka pengumpulan bukti, di rumah dinas," kata Ali kepada wartawan.
Keesokan harinya pada 21 April 2021 KPK memperjelas pengusutan perkara di Tanjungbalai itu. Namun Ali tidak memberikan informasi siapa tersangka dalam perkara ini. Hal ini memang menjadi kebijakan baru KPK di era kepemimpinan Firli Bahuri bahwa nama tersangka suatu kasus tidak akan diumumkan dulu ke publik sebelum ditangkap atau ditahan.
"Benar, setelah menemukan dua bukti permulaan yang cukup, saat ini KPK sedang melakukan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terkait penerimaan hadiah atau janji terkait lelang atau mutasi jabatan di Pemerintah Kota Tanjungbalai tahun 2019," kata Ali.
Tak berapa lama setelah Ali menyebutkan penyidikan perkara itu tersiar kabar seorang penyidik KPK dari kepolisian meminta uang kepada Syahrial selaku Wali Kota Tanjungbalai. Penyidik KPK dari Polri itu bernama AKP Stepanus Robin Pattuju yang menerima suap dari Syahrial selaku Wali Kota Tanjungbalai untuk mengurus perkara di KPK.
Pemberian suap itu dimaksudkan agar kasus ini tidak ditindaklanjuti KPK ke tingkat penyidikan. Namun kini kasus ini sudah di tingkat penyidikan meskipun KPK belum mengumumkan siapa tersangkanya.
AKP Robin diduga menerima Rp 1,3 miliar dari Rp 1,5 miliar yang dijanjikan. Saat beraksi AKP Robin dibantu seorang pengacara bernama Maskur Husain. Saat ini AKP Robin, Maskur, dan Syahrial sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Ada kaitan dengan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Seperti apa ceritanya?
Simak juga Video: Korupsi Proyek Fiktif, 5 Eks Pejabat Waskita Divonis 4-7 Tahun Bui
[Gambas:Video 20detik]
Masih berkaitan dengan kasus tersebut, KPK menyebutkan ada peran Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. Dalam konferensi pers beberapa waktu lalu Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan Azis Syamsuddin yang mengenalkan Syahrial ke AKP Robin.
"Pada Oktober 2020, MS (M Syahrial) menemui AZ (Azis Syamsuddin), Wakil Ketua DPR RI, di rumah dinasnya di Jakarta Selatan dan menyampaikan permasalahan adanya penyelidikan yang sedang dilakukan oleh KPK di Pemerintahan Kota Tanjungbalai," kata Firli saat itu.
Azis Syamsuddin sendiri sudah angkat bicara perihal itu. Namun respons Azis Syamsuddin masih belum terang.
"Bismillah alfatehah," kata Azis Syamsuddin lewat pesan singkat saat dimintai konfirmasi, Jumat (23/4/2021).
Politikus Golkar ini tak menjelaskan apa maksud responsnya itu. Dia juga tak menepis atau membenarkan kronologi yang disampaikan Firli soal pertemuan di rumahnya.
Masih berkaitan pula dengan perkara itu ternyata ada informasi lain yang menyebutkan tentang upaya Syahrial berkomunikasi dengan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Hal serupa dibisikkan Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman bahwa Syahrial beberapa kali menghubungi Lili. Sebab, Syahrial mengetahui adanya penyelidikan KPK terhadap suatu perkara di wilayah yang dipimpinnya itu.
"Saya mendengarnya begitu bahwa Wali Kota Tanjungbalai berusaha menjalin komunikasi dengan Bu Lili tapi apakah kemudian Bu Lili menanggapi atau menindaklanjuti seperti apa, saya belum ada informasi," ucap Boyamin kepada wartawan, Senin (26/4/2021).
Namun menurut Boyamin, Lili sepatutnya memblokir nomor telepon Syahrial sebab sebagai Wakil Ketua KPK seharusnya menghindari berhubungan dengan orang-orang yang diduga memiliki perkara di KPK. Saat itu Syahrial diduga menghubungi Lili untuk menanyakan perihal dugaan kasus yang menjeratnya di KPK.
"Maka dari itu untuk mendalami semua ini harusnya Dewan Pengawas mulai melakukan penyelidikan dan melakukan proses-proses sidang dewan etik mulai sekarang," kata Boyamin.
"Untuk mendalami proses yang diduga Wali Kota tadi melakukan komunikasi dengan Bu Lili Pintauli Siregar, justru ini jangan sampai membebani KPK sendiri kalau nanti memang ada komunikasi harus segera dikatakan ada komunikasi dan Bu Lili diberi sanksi dan diperintahkan untuk tidak pernah terlibat di urusan kasus Tanjungbalai dan kasus penyidik yang diduga memeras ini," imbuhnya.
Dari rangkaian kejadian itu, Dewas KPK didesak segera menindaklanjuti beragam informasi itu. Apalagi ragam dugaan itu terindikasi melanggar aturan secara etik yang telah disusun Dewas KPK.
Dalam Peraturan Dewas (Perdewas) KPK Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi, disebutkan mengenai larangan-larangan bagi para insan KPK. Aturan itu berlaku bagi Pimpinan KPK, Pegawai KPK, dan Dewas KPK sendiri.
Tersebut dalam Bab IV mengenai Kewajiban dan Larangan dalam Perdewas Nomor 2 Tahun 2020 itu sebagai berikut:
Pasal 4 ayat (1) huruf k
Dalam mengimplementasikan Nilai Dasar Integritas, setiap Insan Komisi wajib memberitahukan kepada sesama Dewan Pengawas, sesama Pimpinan, atau atasannya mengenai pertemuan atau komunikasi yang telah dilaksanakan atau akan dilaksanakan dengan pihak lain yang diduga menimbulkan benturan kepentingan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Komisi
Pasal 4 ayat (2) huruf a
Dalam mengimplementasikan Nilai Dasar Integritas, setiap Insan Komisi dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka, terdakwa, terpidana, atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang diketahui perkaranya sedang ditangani oleh Komisi kecuali dalam rangka pelaksanaan tugas dan sepengetahuan Pimpinan atau atasan langsung
Nantinya bila Dewas telah memeriksa secara utuh dugaan pelanggaran etik itu maka ada 3 klasifikasi pelanggaran seperti disebutkan sebagai berikut:
Pasal 9 ayat (2) dan ayat (3)
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 8 dapat diklasifikasikan sebagai Pelanggaran Ringan, Sedang, atau Berat berdasarkan pada dampak atau kerugian yang ditimbulkan.
(3) Klasifikasi dampak atau kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
a. Dampak atau kerugian terhadap Kedeputian dan/atau Sekretariat Jenderal termasuk Pelanggaran Ringan.
b. Dampak atau kerugian terhadap Komisi termasuk Pelanggaran Sedang.
c. Dampak atau kerugian terhadap Negara termasuk Pelanggaran Berat.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini