Sejumlah sektor diberikan kelonggaran dalam PPKM mikro yang mulai dilaksanakan pada hari ini. Kelonggaran berupa WFH 50 persen, jam buka mal hingga pukul 21.00 WIB, sampai dine in 50 persen.
Aturan mengenai kelonggaran di PPKM mikro itu disoroti oleh Epidemiolog dari FKM UI, Pandu Riono. Dia menilai pemerintah masih setengah hati dalam melakukan pengetatan.
"Jadi nggak perlu ada pengetatan. Ya diketatin juga nggak diketatin. Jadi gini kita kembali ke dasar bahwa tidak mungkin dilakukan pengetatan kalau masih setengah hati seperti itu dari pada bohongin masyarakat dengan pengetatan tetapi tidak ada pengetatan, ya udah nggak usah ada. Sekarang kita memperkuat kegiatan di tingkat komunitas," kata Pandu Riono kepada wartawan, Senin (8/2/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pandu kemudian menjabarkan pendekatan komunitas untuk mencegah angka penularan. Menurut Pandu, masyarakat di tingkat komunitas adalah garda terdepan untuk mencegah penularan.
"Komunitas bisa saja levelnya kelurahan, kampung, kalau seperti RW kota itu kan, kalau di luar kampung bisa kan di daerah. Jadi sifatnya pelibatan komunitas dalam penanganan pandemi, itu yang memang harus dilakukan dari dulu bahwa masyarakat itu adalah garda terdepan, udah fokus ke sana, jadi bukan diketatkan, bukan ditutup tapi masyarakat terlibat," katanya.
"Kalau ada yang positif butuh isolasi di rumah diisolasi, dibantu jangan distigmakan, untuk kontak tracing ketahuan, oh jadi dia ketemu ini, ketemu ini di sini supaya bisa di-testing untuk membantu teman-teman petugas kesehatan, terus mendorong penduduk untuk bisa 3M. Kalau masker kurang bilang, bantuan masker dan sebagainya," sambungnya.
Pandu mengatakan dirinya telah mengusulkan pembatasan berbasis komunitas dari dulu. Menurutnya peningkatan kewaspadaan komunitas lebih efektif menekan penularan Corona.
"Jadi saya udah usulin dulu PSBB berbasis komunitas. Komunitas itu bisa tempat kerja, kantor juga komunitas, pabrik juga komunitas, asrama juga komunitas, tempat kos juga komunitas, itu yang banyak masyarakat berkumpul itu komunitas, kos bisa sampai 50 orang satu kompleks, asrama apalagi. Harus ditegakkan kewaspadaannya semua harus mengingatkan," katanya.
Pandu kemudian menyoroti penutupan mal yang diperlonggar pada PPMK mikro ini. Dia menyebut kapasitas mal 50% seringkali diabaikan dalam pelaksanaannya.
"Ya udah fokus ke sana (komunitas), nggak usah tutup mal, kantor tutup separoh nggak ada gunanya juga. Bilangnya 50%, duh ternyata lebih dari 50%. Bilangnya mal dibatasi akhirnya kok dikendorkan dari jam 7, jam 8, jam 9 itu kan membodohi masyarakat, masyarakat itu nggak bodoh kok. Sekarang biarlah masyarakat bekerja melindungi mereka sendiri dan diajak, karena perubahan perilaku itu yang paling besar peranannya masyarakat dari dulu," kata dia.
Lebih lanjut, Pandu juga menyoroti pembentukan posko di desa dan kelurahan. Pandu menyarankan agar Satgas COVID-19 dimaksimalkan dari pada pembentukan posko.
"Nggak usah pakai posko-poskoan, kalau udah ada Satgas, ya Satgas, kalau sudah punya nama lain yang sudah dikembangkan dari Pemda masing-masing silakan dilanjutkan, isinya saja diperbaiki sesuai dengan harapan kita bersama," kata dia.
Pada PPKM mikro ini, RT dengan zona merah akan dibatasi hingga pukul 20.00 WIB. Pandu juga mengkritisi kebijakan itu.
"Susah, nggak bisa, karena kan, memang virus bekerja hanya sampai jam 8 (malam)? Emang virus mengenal jam? Ya enggak. Semuanya kalau bepergian nggak penting, nggak usah bepergian, mau pagi hari, mau sore hari. Kalau mau bepergian semuanya harus menggunakan masker, jaga jarak, cuci tangan itu harus ada semua. Gitu, jangan masyarakat dibohongi nggak boleh pergi jam 8, terus ada zona emangnya virus mengenal zona," kata dia.
Pandu menilai zona merah tidak bisa dinilai sebagai daerah yang tinggi penularan virus Corona. Pandu mengusulkan agar zonasi itu diganti dengan tingkat kewaspadaan.
"Dari dulu saya mohon dihapus itu, jadi jangan membodohi masyarakat lagi. Jadi bukan zona, kalau di luar (negeri) itu namanya tingkat kewaspadaan. Kewaspadaan tinggi, ini daerah masih banyak penularan ini daerah kewaspadaan tinggi, kalau selama kotanya masih banyak tertular seperti di Jakarta semua kewaspadaan tinggi, mau di RW sini, RW seperti ini kan orang berpergian juga. Dan kita nggak tahu ada virus di RT ini RW ini nggak tahu. Emangnya mau ditulis di setiap RT RW ada pengumuman di sini zona merah ada positif 10, memang mau begitu, kan enggak," sebutnya.
Baca juga: Catat Nih Isi Aturan PPKM Mikro |
Kepada pemerintah, Pandu meminta agar testing, tracing dan treatment (3T) harus ditingkatkan. 3T ini kata Pandu adalah tugas dan tanggung jawab pemerintah.
"Nah 3T itu yang harus ditingkatkan, udahlah itu tanggung jawab pemerintah kerjain yang benar, kalau udah mau menginvestasi pasien masak nggak mau menginvestasi testing, lacak isolasi. Nah masyarakat bisa membantu supaya orang yang sudah kontak sama yang positif nggak usah malu-malu. 'Saya kontak sama dia yang sekarang lagi diisolasi' Nanti dia di-testing. Jadi masyarakat jangan dihukum, jangan disalah-salahin. Bahkan harus dikasih reward kalau mereka mau terbuka, menterinya aja nggak mau terbuka, Airlangga, karena dia punya klaster besar, klaster Golkar," tegas dia.
Epidemiolog FKM UI lainnya, Iwan Ariawan juga mengomentari kebijakan mal dibuka hingga pukul 21.00 WIB dan pembatasan RT zona merah pukul 20.00 WIB. Iwan menyebut pembatasan RT tidak akan efektif jika pemerintah tidak melakukan testing dan tracing dengan baik.
"Hanya bisa jika test dan tracing yang dilakukan baik dan merata ke semua RT/RW. Jika tidak, kurang bermanfaat (pembatasan RT/RW). Selain kasusnya sudah banyak dan penularan dalam keluarga juga sudah terjadi. Tracing juga masih belum baik," kata Iwan saat dihubungi terpisah, Senin (8/2).
Sebelumnya Pemerintah menjelaskan alasan mal dan restoran tutup hingga pukul 21.00 WIB pada PPKM Mikro. Hal itu disampaikan oleh Ketua KCP-PEN Airlangga Hartarto dalam konferensi pers, Senin (8/2/2021).
PPKM Mikro memberi sejumlah kelonggaran dibanding aturan sebelumnya, seperti WFH 50 persen, jam buka mal hingga pukul 21.00 WIB, sampai dine in 50 persen.
"Pemerintah mengambil kebijakan yang mikro di mana pendekatannya di areal daripada permukiman ataupun tempat tinggal. Sehingga, tentunya yang nanti bergerak dengan adanya pengetesan di level desa, kelurahan, RT/RW, maka tentunya mereka yang bergerak adalah mereka yang negatif ataupun yang tidak terkena," ucap Airlangga.
"Dan pelaksanaan di sektor ritel, mal dan yang lain itu relatif protokolnya lebih ketat. Sekarang sudah berlaku secara ketat sehingga tentu yang kita jaga adalah di level mikro di mana kita mengelolanya di level yang mikro sehingga kita sudah melakukan pengetesan dan tracking dan tracing di level mikro sehingga kita berharap bahwa mereka yang bergerak itu sudah lebih terkendali dalam pengendalian," jelas Airlangga.
Segala data evaluasi dari PPKM jilid I dan PPKM jilid II itulah yang menjadi dasar pemerintah menerapkan PPKM Mikro.
"Tentunya ini yang menjadi pertimbangan-pertimbangan mengapa pemerintah mendorong bahwa kita akan melakukan pengetatan di level yang mikro, RT/RW, desa," tegas Airlangga.