Pengadilan Negeri (PN) Medan menjatuhkan vonis 3 tahun penjara terhadap A Meng alias Ko Amin, pemilik pijat plus-plus gay di Medan, Sumatera Utara. Hukuman tersebut sesuai dengan tuntutan jaksa sebelumnya.
"Menjatuhkan pidana terhadap A Meng alias Ko Amin dengan pidana penjara selama 3 tahun dan denda sebesar Rp 120 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 1 bulan," ucap majelis hakim saat membaca putusan di ruang Cakra 2 PN Medan, Selasa (19/1/2021).
Putusan tersebut sesuai dengan tuntutan yang dibacakan oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada sidang sebelumnya. Saat itu, jaksa menuntut A Meng alias Ko Amin dengan kurungan 3 tahun penjara, denda Rp 120 juta dengan subsider 2 bulan kurungan. Ko Amin dinyatakan bersalah melanggar Pasal 2 ayat 1 UU No 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pertimbangan hakim, perbuatan terdakwa dinilai meresahkan masyarakat sehingga menjadi poin memberatkan hukuman. Sementara yang meringankan, terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya, serta berjanji tidak akan mengulanginya.
Untuk diketahui, A Meng alias Ko Amin telah didakwa melakukan TPPO. A Meng didakwa melakukan perdagangan orang karena membuka tempat pijat plus-plus untuk gay di Medan.
"Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 2 ayat (1) UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, serta perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 296 KUHP," ucap jaksa saat persidangan tersebut.
Kasus tersebut bermula sekitar Agustus 2017, ketika A Meng membuka sebuah tempat pelayanan jasa spa atau pijat di Kompleks Setia Budi II, Medan. Tempat pijat itu disebut yang memberikan pelayanan seks sesama jenis bagi pria (gay).
"Kemudian terdakwa merekrut atau mempekerjakan beberapa orang terapis yang tinggal di tempat spa tersebut tanpa dikenakan biaya oleh terdakwa," ujar jaksa.
A Meng disebut menyediakan fasilitas berupa kamar-kamar untuk ruangan pijat, peralatan pijat, hingga peralatan untuk seks sejenis. Ada kondom, pelumas seks, hingga sex toys yang disiapkan A Meng.
Dalam dakwaannya, jaksa menyebut setiap tamu pria yang datang akan dilayani oleh terapis pria dengan biaya Rp 250 ribu. Biaya itu termasuk pelayanan pijat dan seks sesama jenis.
Dari biaya tersebut, terapis akan mendapat bagian Rp 150 ribu dan A Meng mendapat Rp 100 ribu. Jaksa juga menyebut para terapisnya bebas melayani tamu di luar spa.
"Terdakwa juga memberikan kebebasan kepada terapis untuk melayani tamu di luar spa homo miliknya, namun mereka harus membayar kepada terdakwa sekitar Rp 50 ribu per tamu," ujarnya.
Tamu yang datang ke tempat tersebut merupakan pria yang dicari oleh A Meng. Sebagian tamu adalah kenalan para terapis.
A Meng juga disebut membuat iklan tempat pijat miliknya di salah satu media cetak. Iklan itu mempromosikan layanan pijat untuk pria.
"Begitulah terdakwa menjalankan usaha spa pijat miliknya tersebut sejak sekitar bulan Agustus 2017 demi mendapatkan keuntungan untuk kebutuhan hidup terdakwa," ujarnya.
Jaksa menyebut A Meng ditangkap pada Mei 2020. Polisi saat itu datang dan menemukan terapis pria yang sedang melayani tamu pria.
"Kemudian di tempat spa tersebut ditemukan barang bukti berupa 23 bungkus pelumas seks merek Sutra Lubricant, 510 bungkus kondom merek Sutra, dan 1 buah sex toys, kemudian terdakwa ditangkap dan dibawa ke Polda Sumut untuk diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku," sebutnya.
Kemudian, terdakwa dituntut 3 tahun penjara. Dia dituntut melanggar Pasal 2 ayat 1 UU No 21 Tahun 2007 tentang tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
"Tiga tahun penjara, denda Rp 120 juta subsider 2 bulan kurungan," ucap Jaksa saat pembacaan tuntutan di PN Medan, Selasa (5/1).