Pinangki tidak menjelaskan rinci berapa jumlah uang itu jika dikurskan ke rupiah. Dia berdalih akan memaparkan rinci pada saat agenda pleidoi.
Lebih lanjut jaksa juga menyoroti LHKPN Pinangki karena ada beberapa harta Pinangki yang disebut dalam sidang tidak masuk ke LHKPN. Pinangki mengaku terakhir melaporkan LHKPN pada 2018. Saat itu data LHKPN-nya bermasalah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebenarnya tidak masalah, Pak, karena semua aset saya kan sudah terdata. Ada rumah tahun 2000, ada ini tahun 2003. Mungkin karena waktu itu memang saya belum skip aja, Pak. Jadi posisi LHKPN sudah saya laporkan, tapi laporannya tidak lengkap. Jadi ada e-mail dari KPK mengatakan tidak lengkap. Memang ada yang belum saya lengkapi memang," kata Pinangki.
Dalam kasus ini, Pinangki didakwa menerima suap berkaitan upaya hukum fatwa MA Djoko Tjandra serta tindak pidana pencucian uang. Dia disebut jaksa menguasai USD 450 ribu yang diduga berasal dari Djoko Tjandra.
Jaksa menyatakan, pada 2019-2020, Pinangki, yang saat itu masih berdinas sebagai jaksa, menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaannya yang berasal dari kasus korupsi itu dengan cara menukarkan uang USD 337.600 di money changer atau senilai Rp 4,7 miliar.
Pinangki juga disebut jaksa menyamarkan asal-usul uang korupsi dengan membeli sejumlah kendaraan sekaligus melakukan operasi kecantikan. Salah satu kendaraan yang dibeli adalah BMW X-5 seharga Rp 1,7 miliar.
(zap/dkp)