Nyai Dasima: Tragedi Cinta dan Bujukan Berbalut Agama

Urban Legend

Nyai Dasima: Tragedi Cinta dan Bujukan Berbalut Agama

Danu Damarjati - detikNews
Jumat, 01 Jan 2021 13:20 WIB
Poster Film Njai Dasima rilisan tahun 1929. (Public Domain/Biran, Misbach Yusa dalam Sejarah Film 1900-1950/Wikimedia Commons)
Karakter Nyai Dasima diperankan oleh aktris Noerhani, dalam poster film 'Njai Dasima' rilisan tahun 1929. (Public Domain/Biran, Misbach Yusa dalam Sejarah Film 1900-1950/Wikimedia Commons)
Jakarta -

Nyai Dasima telah menjadi legenda kota Jakarta. Kisah hidup Sang Nyai bukan sekadar cerita cinta picisan.

Cerita Nyai Dasima menyimpan sentimen rezim penjajah hingga dilema soal agama. Kisah Nyai Dasima begitu melegenda di Jakarta sejak bernama Batavia, sehingga orang-orang menganggap Nyai Dasima benar-benar sosok yang pernah hidup di masa lalu.

'Tjerita Njai Dasima' mencuat lewat novelet (novel pendek) karya Gijsbert Francis yang diterbitkan oleh Kho Tjeng Bie & Co, Batavia tahun 1896. Francis sendiri menyampaikan, ceritanya berlatar belakang tahun 1813. Selepas Gisbert, penulis lain kemudian menuliskan ulang (dengan sentimen berbeda) cerita Nyai Dasima, salah satunya adalah SM Ardan tahun 1965.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Satu buku yang memuat kedua versi diterbitkan oleh Masup Jakarta, berjudul 'Nyai Dasima'. Berikut cerita tentang Nyai Dasima versi G Francis, versi yang dianggap paling tua dari urban legend Jakarta satu ini.

Cerita Nyai Dasima versi G Francis

ADVERTISEMENT

Pada 1813, hidup Edward W (Tuan W) dan Nyai Dasima di Curuk, Tangerang. Dasima sendiri adalah perempuan pribumi dari Kampung Kuripan. Kehidupan rumah tangga mereka berlanjut ke Batavia, tempat Edward W bekerja di toko Inggris kawasan Kota. Tuan W bekerja rutin dari pagi hingga jam lima sore.

Lokasi rumah Tuan W dan Nyai Dasima ada di Gambir, dekat Kali Ciliwung. Di situ, Tuan W dan Nyai Dasima hidup bahagia dan dikaruniai seorang anak, gadis kecil bernama Nanci. Kebutuhan hidup Nyai Dasima senantiasa dicukupi oleh Tuan W. Seluruh gaji Tuan W selalu diserahkan ke Nyai Dasima untuk dikelola. Penampilan Nyai Dasima senantiasa memesona warga pribumi. Perhiasan dan kemewahan dia punya.

Dalam waktu dua tahun saja, Nyai Dasima menjadi dikenal di kampung-kampung pribumi Batavia. Dia dikenal sebagai perempuan pribumi beragama Islam nan kaya raya, menjadi 'bini piare (istri piaraan yang tidak sah)' dari pria kulit putih Nasrani.

Kemasyhuran Nyai Dasima sampai juga ke telinga pria beristri yang tinggal di Pejambon. Nama pria itu adalah Samiun. Dia memang sudah beristri, nama istrinya Hayati. Namun demikian, Samiun yang bekerja sebagai tukang tadah barang curian ini ingin mengambil hati Nyai Dasima.

Samiun menyuruh perempuan tua bernama Mak Buyung supaya menasihati Nyai Dasima agar meninggalkan hidup 'kumpul kebo' dengan Tuan W, dan memulai hidup sesuai ajaran agamanya sendiri. Begini kata-kata Samiun ke Mak Buyung soal Nyai Dasima

"Kasian sekali itoe prampoean; dia dipiara oleh satoe lelaki kafir, koewadjibannja kita orang Slam misti toentoen dianja, kasi perdjalanan jang betoel, tetapi dia kras hatinja, dia terlaloe tjinta kapada itoe kafir, maka itoe dengen akal kita misti tjaboet dianja dari sitoe," kata Samiun kepada Mak Buyung, sebagaimana tertulis dalam novelet karya G Francis.

Tonton video 'Urban Legend: Menara Saidah dan Rumor Gedung Berhantu':

[Gambas:Video 20detik]



Selanjutnya, Mak Buyung mengajak Nyai Dasima pergi meninggalkan Tuan W:

Maka pergilah Mak Buyung dari Pejambon ke Gambir membawa misi: menghasut Nyai Dasima agar meninggalkan Tuan W yang kafir itu. Modusnya, Mak Buyung mendatangi rumah Tuan W untuk melamar kerja sebagai pembantu, dengan cara ini, maka Mak Buyung bisa mulai menghasut Nyai Dasima. Strategi ini berhasil.

Mak Buyung mulai membujuk Nyai Dasima. Intinya, Nyai Dasima tidak bisa terus-terusan hidup sebagai 'nyai', sebagai istri tidak sah secara agama maupun secara negara. Hubungan 'kumpul kebo' semacam ini sama saja zina dalam syariat Islam. Mak Buyung menyarankan agar Nyai Dasima memperdalam agama Islam.

"Sekarang Njai boekannya Wolanda boekannja Tjina, Njai ada beigama Islam, wadjibnja Njai toentoet itoe, soepaja Njai dapet slamet di doenia dan di achertat, djangan sampe Njai djadi kepiran, kesana tiada, kemari tiada," begitu kata Mak Buyung ke Nyai Dasima.

Nyai Dasima tak lantas mengiyakan ajakan Mak Buyung. Dia meminta waktu untuk berpikir dan membuat keputusan. Toh akhirnya Nyai Dasima mau juga meninggalkan Tuan W dan anak kandungnya, Nanci. Rengekan Nanci tidak membuat Nyai Dasima mengurungkan niat untuk keluar dari rumah gedongan Tuan W. Padahal, kebutuhan hidup dan perhiasan Nyai Dasima selalu dicukupi oleh Tuan W.

Maka pergilah Nyai Dasima ke rumah Samiun. Dia disambut meriah dengan acara syukuran. Samiun akhirnya menikahi Dasima, dengan kata lain Dasima menjadi istri kedua Samiun karena istri pertama Samiun adalah Hayati.

Hayati dan ibunya bernama Saleha kemudian memperlakukan Dasima bak budak. Dasima melakukan segala pekerjaan rumah tangga yang sebelumnya sama sekali tidak pernah dia lakukan saat tinggal bersama Tuan W. Nyai Dasima mengalami perubahan gaya hidup 180 derajat, dari nyonya kaya pendamping hidup tuan Eropa menjadi istri kedua seorang pria pribumi. Hidup Nyai Dasima menjadi sangat berat karena dibebani tugas-tugas rumah tangga yang makin lama makin menyiksa. Level Dasima menjadi sama seperti pembantu rumah tangga Samiun bernama Kuntum.

Harta Dasima (kini tak lagi menjadi nyai) yang melimpah dari Tuan W diserahkannya ke suami pribumi yang sah ini.

Dasima mulai menyesal. Dia menyampaikan keluhannya ke Samiun. Dia ingin bercerai dan pulang ke rumah orang tuanya di Kampung Kuripan.

"Maka itoe saja minta bertjere, saja moe poelang ka saja poenja kampoeng di Koeripan sebab saja liat jang saja poenja madoe terlaloe bentji sama saja, begitoe joega Baba poenja Ma bikin saja boedak disamaken sama si Koentoem," kata Dasima ke Samiun.

Dalam kondisi emosi, Samiun keceplosan. Samiun bilang dia bersedia cerai dengan Dasima asalkan Dasima menyerahkan semua hartanya. Dasima diperbolehkannya pergi dari rumah dengan membawa baju yang melekat di badan saja. Dasima kaget mengetahui maksud terdalam suaminya selama ini ternyata ingin menguasai harta bendanya.

"O, kalaoe begitoe Baba boedjoek kawin sama saja maoe rampok saja poenja barang? Baik! Saja bisa tjari saja poenja barang! Nanti saja djato di kakinya Toean W boeat mendapat toeloengan dari Hakim," tanggap Dasima ke Samiun.

Samiun lantas mencoba menutupi lagi motif ekonomi di balik bujukan berbau agama ke Dasima hingga berujung ke pernikahan itu. Namun kata-kata terlanjur meluncur bak anak panah. Sulit untuk menangkap kembali anak panah itu. Dia hanya bisa meminta maaf ke Dasima.

Poster Film 'Njai Dasima' rilisan tahun 1929. (Public Domain/Biran, Misbach Yusa dalam Sejarah Film 1900-1950/Wikimedia Commons)Poster Film 'Njai Dasima' rilisan tahun 1929. (Public Domain/dalam Biran, Misbach Yusa dalam Sejarah Film 1900-1950/Wikimedia Commons)

Samiun merasa terancam karena Dasima hendak melaporkan perkara ini ke aparat yang dekat dengan Tuan W. Bila perkara ini sampai ke pengadilan, maka Samiun bisa-bisa dihukum oleh aparat. Apalagi Samiun juga bekerja sebagai penadah barang curian.

Samiun kalap. Untuk menyelamatkan dirinya sekaligus menguasasi harta Dasima, dia merencanakan perbuatan jahat: membunuh Dasima. Sebenarnya dia sempat galau, namun, dalam cerita itu, dia mendapat nasihat dari seorang Haji bernama Salihun, dosa membunuh manusia bisa dihapus lewat ibadah haji ke Makkah. Beres lah!

Selanjutnya, pembunuhan Nyai Dasima:

Belakangan pakar sastra Universiti Malaya, Umar Junus, dalam laporan berjudul 'Nyai Dasima and The Problem of Interpretation: Intertextuality, Reception Theory and New Historicism', menyebut penulis novelet, G Francis, seorang keturunan Inggris yang kemudian ikut bekerja di pemerintahan Belanda. Novelet karya G Francis sangat kental bernuansa kolonialisme yang anti-pribumi, bahkan anti-Islam.

Kembali ke cerita, Samiun lalu berkoordinasi dengan preman Kwitang bernama Puasa (Poeasa/Puase), duit 100 pasmat dijanjikan Samiun sebagai upah untuk Puasa yang disuruhnya menghabisi nyawa Dasima.

Skenario pembunuhan dijalankan: Nyai Dasima diajak keluar rumah pada malam hari untuk mendengar hikayat Amir Hamzah di Kampung Ketapang. Malam hari, dia dituntun oleh cahaya obor yang dibawa pembantu bernama Kuntum, diikuti Samiun, Dasima, dan paling belakang ada Puasa.

Sesampainya di tempat sepi belakang rumah Mak Musanip di pinggir kali, kepala Dasima dipukul oleh Puasa, lehernya digorok, mayatnya dihanyutkan ke kali. Saat itu, ada anak Mak Musanip dan istrinya yang menyaksikan peristiwa pembunuhan itu.

Mayat Dasima ditemukan oleh pembantu dari Tuan W saat hendak memandikan Nanci. Pembantu itu lantas melapor Tuan W yang akhirnya melapor ke polisi. Dilihatnya mayat yang tersangkut di tangga dekat kali tempat mandi keluarga Tuan W. Ternyata mayat itu adalah mayat Dasima, mantan belahan jiwanya.

Singkat cerita, para pelaku pembunuhan ditangkap polisi berkat kesaksian anak Mak Musanip serta menantunya yang melihat pembunuhan itu.

Halaman 2 dari 3
(dnu/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads