Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) Sutarmidji mempolisikan peserta demo penolakan UU omnibus law yang memakinya saat orasi. Niat Sutarmidji yang ingin memberi pelajaran itu disorot kalangan Senayan.
Demi memberi pembelajaran itu, Sutarmidji lalu melaporkan oknum pendemo tersebut ke polisi.
"Sebenarnya saya tidak mau memperpanjang masalah ini, namun saya tetap harus memberikan pelajaran yang tegas kepada masyarakat, khususnya oknum pendemo yang memaki-maki saya, agar tidak sembarangan mengeluarkan kata tidak pantas dalam menyampaikan pendapatnya di muka umum," kata Sutarmidji di Pontianak seperti dilansir Antara, Jumat (13/11).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sutarmidji mengatakan telah mengetahui identitas pendemo tersebut, yang diketahui masih berstatus pelajar tapi terlibat dalam aksi demo dan diberi kesempatan untuk berorasi.
"Usianya masih sangat muda dan diketahui masih berstatus pelajar, belum 18 tahun, sehingga masih sangat muda. Namun, kenapa koordinator aksi membiarkan ada pelajar ikut demo, padahal izin demo yang diberikan untuk mahasiswa, sehingga ini juga yang kita sesalkan," tuturnya.
Tindakan Sutarmidji mengundang perhatian anggota DPR RI. Kalangan Senayan ini menyayangkan tindakan Sutarmidji tersebut.
Begini Orasi Pelajar Hina Sutarmidji
Orator tersebut adalah seorang remaja perempuan yang ternyata masih berstatus sebagai pelajar. Video pelajar tersebut berorasi viral di media sosial (medsos).
Dilihat detikcom, Jumat (13/11/2020), dalam video berdurasi 1 menit yang beredar di medsos, tampak remaja perempuan tersebut mengenakan sweater hitam dan celana jeans. Dia berorasi di jalan raya.
Dalam orasinya, remaja perempuan tersebut mengatakan ingin agar Sutarmidji datang dan menemui massa. Namun di dalam orasinya, terkandung kata-kata kasar yang membuat Sutarmidji menempuh jalur hukum.
"Gubernur go****. Gubernur memang go****. Kami rakyat di jalan ingin ditemui tapi tidak ditemui, apa itu namanya kalau tidak go****. Sumbangsih kita ya ini, membela hak rakyat. Saya ingin tanya, apa sumbangsihnya? Membuat ricuh negara?" kata orator tersebut.
"Tolonglah, kalau go**** itu, go**** sendiri, jangan bawa-bawa kami. Go****, a****g," tambahnya.
Komisi II DPR: Jelas Tidak Bijaksana!
Komisi II DPR RI menilai Sutarmidji seharusnya menasihati pelajar itu tanpa menempuh jalur hukum. "Berlebihan sih nggak. Kan negara ini negara hukum. Gubernur punya hak untuk menempuh itu," ujar Wakil Ketua Komisi II DPR Yaqut Cholil Qoumas kepada wartawan, Jumat (13/11/2020).
"Tapi jelas tidak bijaksana. Apalagi kan pelajar itu juga anaknya sendiri," imbuhnya.
Menurut Yaqut, perlu ada cara tersendiri menghadapi persoalan anak. Dia menilai Sutarmidji tak perlu langsung ambil langkah hukum.
"Menghadapi anak-anak begini kan seharusnya nggak perlu langsung ke urusan hukum," ucapnya.
Politikus PKB menyebut cara lain yakni memanggil pelajar tersebut. Lalu, meminta penjelasan dan diberikan nasihat.
"Panggil saja, tabayun, dinasehati baik-baik jika dirasa keterlaluan," imbuhnya.
Komisi X DPR Minta Sutarmidji Cabut Laporan
Komisi X DPR RI meminta meminta Sutarmidji mencabut laporan tersebut. "Kalau masih di bawah umur, sebaiknya diserahkan kepada sekolah dan orang tua untuk dibina. Tidak perlu diadukan ke polisi. Saya prihatin juga jika anak-anak pelajar tidak paham tata aturan berdemo, tapi saya juga tidak setuju jika semua kritikan dijadikan delik pidana," kata Wakil Ketua Komisi X DPR, Dede Yusuf Macan kepada wartawan, Jumat (13/11/2020).
Menurut Dede, lebih baik Sutarmidji mengadukan hal ini ke Dinas Pendidikan Pemprov Kalbar. Hal ini agar anak tersebut diberikan teguran dan pembinaan.
"Jadi bagusnya Pak Gubernur cabut saja, aduan ke polisi, jika mau diadukan sebaiknya level Kadisdik saja ke kepala sekolah agar dilakukan pembinaan lagi. Karena anaknya masih di bawah umur dan peserta didik," ujar Dede.
Politikus Partai Demokrat ini menilai kata-kata kasar yang diucapkan oleh pelajar tersebut ditujukan untuk jabatan Sutarmidji, bukan nama pribadi. Sutarmidji meminta tak membawa persoalan ini ke ranah pribadi.
"Berarti bukan nama, tapi jabatan. Sebetulnya kalau menurut hemat saya tidak perlu pribadi yang melaporkan. Cukup yang melaporkan adalah lembaganya. Misal Biro Hukum memberi surat teguran ke sekolah, atau ke keluarga. Jangan dibawa ke personal. Karena bagaimanapun adik itu masih perlu dibina oleh kita yang tua-tua ini," ucapnya.
Di sisi lain, Dede tetap kecewa dengan ucapan pelajar yang penuh kata-kata kasar. Menurutnya, perlu ada penelusuran mengapa seorang pelajar bisa hingga mengucapkan kata kasar saat berorasi.
"Namun saya juga menyayangkan etika pelajar itu seperti tidak pernah belajar tata krama. Berarti perlu kita tinjau lagi apa yang menjadi penyebabnya, apakah di sekolah atau di rumah, atau pergaulan yang menjadi titik lemahnya," imbuhnya.