Adalah Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang giliran berbicara pada pembekalan para calon kepala daerah itu tetapi di lain hari, yaitu Kamis, 12 November 2020. Saat itu Ghufron memberi wejangan kepada para calon pemimpin daerah itu untuk amanah bila kelak terpilih.
"KPK senang Anda semua terpilih jadi pemimpin-pemimpin daerah kemudian amanah, KPK santai, KPK bahagia," kata Ghufron.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"KPK tidak senang kalau kemudian banyak tangkapan. Karena itu, KPK nangis, Pak, kalau kemudian ada pilkada kemudian melahirkan pemimpin yang nggak bener," imbuhnya.
Ghufron turut mengingatkan dampak korupsi yang tidak hanya merugikan diri sendiri. Ghufron menekankan korupsi akan sangat berdampak juga pada keluarga.
![]() |
"Risikonya adalah bukan hanya diri Anda, Pak, bukan risiko koruptor maksudnya, tapi juga keluarga dan anak-anaknya," katanya.
"Oleh karena itu, sekali lagi KPK ingin bersama-sama semuanya, ingin mengantarkan, tidak akan kemudian mendorong jatuh, KPK itu tidak senang angka tangkapannya banyak, kemudian harta yang dirampas banyak, dipenjara lama, tidak senang Pak," imbuh Ghufron.
Selain itu, dia mewanti-wanti para calon kepala daerah untuk mengubah persepsi mengikuti kontestasi pilkada bukan untuk mencari uang. Ghufron menyebut jika ada yang ingin masih bermewah-mewahan lebih baik jadi selebritas saja.
"Kalau sudah mikir-nya mikir modal, ini bukan pejabat publik, ini pedagang. Kalau pedagang, jangan duduk sebagai pejabat publik. Kalau pejabat publik, jangan duduk sebagai pedagang," ujarnya.
"Kalau masih bersenang-senang, bermewah-mewahan, ya sudah jadi selebriti, jadi pengusaha, nggak masalah. LHKPN dan lain-lain ini karena Anda pejabat. Kalau Anda bukan pejabat, nggak perlu ber-LHKPN-an, Anda mendapat sumbangan, dapat macam-macam nggak ada masalah, nggak perlu dilaporkan gratifikasi, dianggap suap," imbuh Ghufron.
Pandangan Pimpinan KPK soal OTT Disentil
Persepsi pimpinan KPK saat ini mengenai OTT pun menuai kritik. Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti pernyataan Firli yang menempatkan penindakan setelah pendidikan dan pencegahan korupsi.
"Meletakkan penindakan pada gradasi ke tiga dari fokus kerja KPK telah menunjukkan bahwa Firli Bahuri tidak memahami bagaimana menjalankan roda pemberantasan korupsi yang ideal," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana.
Kurnia juga mengatakan penyataan Firli itu semakin menegaskan jika KPK tak lagi jadi lembaga yang ditakuti para koruptor. Padahal, menurut Kurnia, pelaksanaan tugas KPK dalam pemberantasan korupsi harus beriringan antara penindakan, pencegahan hingga supervisi.
"Semestinya seluruh tugas yang tertera dalam Pasal 6 UU KPK dapat berjalan beriringan, tanpa menegasikan satu dengan yang lain, mulai penindakan, pencegahan, koordinasi, supervisi, sampai pada monitoring penyelenggaraan negara," ujarnya.
(dhn/fjp)