Kasus Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) di lingkungan TNI dan Polri menyeruak belakangan ini. Banyak prajurit kena sanksi hingga pecat. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengkritisi soal isu orientasi seksual para aparat.
"Siapapun tidak bisa mengkriminalisasi dan mendiskriminasi seseorang berdasarkan orientasi seksualnya," kata Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, kepada detikcom, Jumat (30/10/2020).
Menurut Beka, orientasi seksual seorang aparat atau siapapun tidak mengandung masalah karena tidak merugikan orang lain. Hal yang bisa dikriminalisasi adalah perilaku seksual yang bermuatan tindak kejahatan. Jelas, perilaku seksual yang jahat bakal merugikan orang lain dan mengandung unsur pidana.
"Yang bisa dihukum adalah perilaku seksualnya, misalnya ketika berhubungan seks atas dasar pemaksaan, atas dasar ancaman, kekerasan, intimidasi, pemerkosaan, atau berhubungan seks dengan anak di bawah umur. Itulah jenis perilaku seksual yang bisa dijatuhi hukuman," kata Beka.
Beka menilai ada diskriminasi orientasi seksual dalam kasus-kasus LGBT di lingkungan aparat ini. Seseorang tidak boleh didiskriminasi hanya karena punya orientasi seksual yang berbeda, misalnya orientasi heteroseksual atau homoseksual.
Namun Beka juga memaklumi, aparat militer dan polisi memang punya aturan yang membatasi hak-hak personelnya. Itu adalah domain internal. Aturan ini perlu dibikin lebih rigid lagi supaya tidak mengandung multitafsir dan misinterpretasi.
"Perlu mendetailkan soal kesusilaan yang dilarang. Tidak boleh ada ruang misinterpretasi sehingga ada kepastian. Tentu aturannya juga harus sesuai dengan hak asasi manusia," kata Beka.
![]() |
Simak halaman selanjutnya, penjelasan soal aturan di TNI dan Polri yang melarang LGBT.