Serba-serbi Hujan Meteor di Balik Mitos 'Lintang Kemukus'

Round-Up

Serba-serbi Hujan Meteor di Balik Mitos 'Lintang Kemukus'

Tim detikcom - detikNews
Senin, 12 Okt 2020 05:44 WIB
lintang kemukus
Foto: VIral lintang kemukus di langit Tuban dan Bojonegoro (Tangkapan layar)
Jakarta -

Penampakan hujan meteor yang diasosiasikan dengan lintang kemukus viral di media sosial. Namun, secara astronomi fenomena ini tak ada kaitannya dengan mitos lintang kemukus.

Garis sinar oranye itu terlihat oleh warga Tuban dan Bojonegoro. Warga menyebutnya lintang kemukus (komet).

Salah satu warga Bojonegoro yang melihatnya adalah Aldi (20), warga Kedungbondo, Kecamatan Balen. Aldi mengatakan ia melihat benda yang baru pertama kali dilihatnya itu sekitar pukul 22.15 WIB. Aldi menyebut garis sinar berwarna oranye kemerahan di langit sebelah utara itu tidak panjang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tadi malam ada lintang kemukus, di utara timur. Pas kebetulan saya di teras rumah lihat ke langit utara. Suasana kampung memang sepi tadi malam karena sorenya hujan. Kaget juga sebenarnya," ujar Aldi kepada detikcom, Minggu (11/10/2020).

ADVERTISEMENT

Selain Aldi, banyak warga Bojonegoro lain yang ternyata juga melihat lintang kemukus tersebut. Terbukti tak sedikit yang membuat status tentang lintang kemukus tersebut di status WhatsApp di malam kejadian.

Salah satu warga Bojonegoro yang membuat status WhatsApp adalah Budi Irawanto. Status WA yang dibuat olehnya pada pukul 22.36 WIB adalah 'Ada Lintang Kemukus di Bjn'.

Akun instagram ndorobeii juga mengunggah tentang penampalan lintang kemukus itu.

"Area tuban apakah kalian melihanya , apakah itu," bunyi caption di akun IG ndorobeii. Unggahan yang diupload 13 jam yang lalu itu mendapat 10.168 likes dan 784 komentar.

Lintang kemukus sendiri bagi banyak warga Jawa merupakan mitos yang diartikan pertanda atau peringatan akan ada sesuatu peristiwa yang akan terjadi kelak.

Namun, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menyebut 'lintang kemukus' sebagai fenomena hujan meteor yang tak ada hubungannya dengan mitos.

"Itu kan mitos di masyarakat, secara astronomi tidak berhubungan," kata peneliti dari Pusat Sains Antariksa (Pussainsa) Lapan Emanuel Sungging Mumpuni saat dihubungi, Minggu (11/10/2020).

Kendati mitos itu hidup di masyarakat, LAPAN menegaskan bahwa hal ini tidak ada hubungannya secara astronomi.

"Tidak ada hubungannya. Sama seperti tempo hari katanya bintang Tsuraya tanda wabah berakhir, ternyata wabah masih terjadi sampai sekarang," ungkapnya.

Sungging menjelaskan bahwa lintang kemukus adalah istilah Jawa untuk bintang berekor. "Kebetulan memang beberapa hari terakhir itu sedang musim hujan meteor Draconid, jadi itu bisa jadi bagian dari fenomena hujan meteor tersebut. Tidak ada dampak bahayanya," ujarnya.

Dilansir dari Space.com, draconid ialah hujan meteor tahunan yang muncul setiap bulan Oktober. Letupan meteor draconid biasanya sederhana, menghasilkan hanya beberapa meteor per jam.

Draconid biasanya terjadi dari 6 Oktober hingga 10 Oktober setiap tahun, terkadang menampilkan penampakan yang luar biasa.

Pada tahun 1933, misalnya, pengamat antariksa di Eropa melihat hingga 500 draconid per menit. Dan pengamat di seluruh Amerika Serikat bagian Barat melihat ribuan Draconid per jam di waktu puncak pada tahun 1946.

Fenomena draconid ini bisa dilihat dengan mata telanjang. Namun, untuk melihatnya, langit harus dalam kondisi cerah.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads