Komisi II DPR RI menghujani KPU dan Bawaslu dengan pertanyaan soal sanksi pelanggar protokol kesehatan dalam Pilkada 2020. Wacana ini mencuat karena banyak terjadi pelanggaran dalam tahapan pilkada, seperti adanya kerumunan.
Rapat kerja Komisi II digelar di kompleks gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (10/9/2020). Salah satu anggota Komisi II yang mencecar soal sanksi pelanggar protokol kesehatan saat Pilkada 2020 adalah Wahyu Sanjaya dari F-Demokrat.
"Saya belum jelas dengan pertanyaan saya tadi, pertanyaan saya itu, seandainya masih (terjadi pelanggaran) sanksi yang akan diberikan KPU itu apa? Jelas-jelas saja, misalkan dicoret sebagai pasangan calon, nah gitu loh," kata Wahyu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sehingga tidak mungkin kita akan mensosialisasikan sesuatu yang abu-abu, jadi sosialisasi, kita katakanlah mau disosialisasikan dengan 1.000 orang, yang mau disosialisasikan ini apa? Cuma mengimbau? Kalau aturan dengan imbauan itu adalah dia aturan berbeda," sambungnya.
Ketua KPU Arief Budiman menjawab pertanyaan Wahyu. Dia menjelaskan hingga saat ini belum ada sanksi kategori diskualifikasi terhadap pelanggar protokol kesehatan saat Pilkada 2020.
![]() |
"Terkait dengan sanksi yang tadi didiskusikan sampai dengan diskualifikasi, UU hanya mengatur terhadap tiga hal, yang sanksinya itu sampai diskualifikasi. Yang pertama, melakukan money politics; yang kedua, memberikan mahar pada saat pencalonan; yang ketiga, melakukan mutasi, jadi sebenarnya hanya membatasi pada tiga hal ini, mungkin karena waktu UU itu disusun belum ada COVID, sehingga pelanggaran terhadap protokol COVID itu tidak masuk ke dalam kategori yang sanksinya sampai dengan diskualifikasi," ujar Arief.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Abhan mempunyai jawaban tersendiri. Dia mengatakan ada sanksi administrasi dalam PKPU dan pidana yang diatur di UU lain.
"Kami menyadari bahwa apa yang diatur di dalam PKPU 6 yang diubah PKPU 10 memang soal sanksi ini adalah sanksi administratif. Kalau soal sanksi pidananya ada di luar ketentuan UU 10 maupun di PKPU," sebut Abhan.
Abhan menyebut di dalam PKPU terbaru terkait Pilkada 2020, sanksi dapat diberikan jika paslon tak menghiraukan teguran. Sanksi tersebut diatur dalam, misalkan, UU Karantina hingga KUHP.
"Bahkan di PKPU 6 Pasal 11 menyebutkan bahwa, apabila ditegur tidak mengindahkan, KPU berkoordinasi dengan Bawaslu untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan lain," lanjutnya.
"Lah inilah saya kira perundang-undangan itu ada di wilayah lain di UU 10/2016 dan PKPU, ada di UU misalnya KUHP 212, 218, dan UU Karantina, UU Wabah Penyakit dan sebagainya," imbuhnya.
![]() |
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud Md menyampaikan laporan Bawaslu terkait pelanggaran selama tahapan Pilkada 2020. Mahfud mengatakan pelanggaran pada tahapan terjadi tak lebih dari 300 kasus.
Mahfud kemudian menyoroti masa pendaftaran bakal calon kepala daerah ke KPU pada 4-6 September lalu. Dia mengatakan saat itu terjadi ratusan pelanggaran protokol kesehatan COVID-19 karena munculnya kerumunan massa.
"Pada saat pendaftaran bakal calon, di situ yang menonjol yang banyak dapat perhatian adalah bahasan dari media massa terjadinya kerumunan massa yang luar biasa," ujar Mahfud di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (9/9).
Mahfud mengatakan, dari ratusan pelanggaran tersebut, mayoritas terkait timbulnya kerumunan massa. Dia menekankan pelaksanaan Pilkada 2020 harus disertai penerapan protokol kesehatan yang ketat agar masyarakat aman karena pandemi belum hilang.
"Laporan yang disampaikan Bawaslu, ratusan terjadi kerumunan, terjadi pelanggaran, itu tidak sesuai dengan protokol kesehatan. Untuk itu, pada hari ini rapat tadi mengkonsentrasikan diri untuk membahas itu. Kurang dari 300 peristiwa pelanggaran yang pada umumnya kerumunan-kerumunan," ungkapnya.
(rfs/jbr)